بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
___يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
(QS. Al Anfal (8) : 24)
🌷🌷🌷
.
.
"Maafin Ayla ya, Tante Mama?" tutur Ayla sambil memainkan jurus andalannya, puppy eyes. Hati siapa yang tidak luluh melihat mata bulatnya yang hitam legam itu mengerjap minta maaf?
"Lain kali jangan diulang lagi, ya. Tante Mama hampir jantungan tahu gak," kataku seraya menjawil hidungnya gemas.
"Tapi nyaman 'kan di pelukan saya?" goda Dokter Dhanu di sebelah kami.
"Dasar tukang cari kesempatan dalam kesempitan!" kataku sebal sambil menatapnya tajam.
Memang setelah turun dari wahana gila itu aku sudah memastikan akan muntah, pingsan atau sejenisnya. Bahkan aku mengira sudah tidak bisa menginjakkan kaki lagi di Bumi tercinta, tapi nyatanya? Aku hanya shock saja dengan bibir sedikit memucat. Apa pelukannya sangat berpengaruh besar padaku?
"Ya sudah, mau main wahana mana lagi? Tornado? Sanggup?" tantang Dokter Dhanu sok. Ingin sekali kugiling wajahnya dengan penggiling bakso biar jadi bakso sekalian. Seenaknya dia menantang menaiki wahana yang lebih gila lagi, bisa copot beneran jantungku nanti. Kulirik sebentar wahana itu, para penumpangnya juga bahkan lebih mengerikan suara jeritannya. Benar-benar seperti semut yang dipontang-panting tanpa ampun. Wahana yang sangat kejam!
"Bapak naik aja sendiri!" kataku kesal sambil menggendong Ayla pergi meninggalkannya, derap langkahnya mengikuti kami.
"Naik bianglala yuk, Tante Mama." Ayla menunjuk salah satu wahana yang sepertinya 'sesuai' untuknya. Sejurus kemudian aku mengangguk, toh ini wahana yang bisa dibilang santai dan tentunya tidak menguji adrenalin.
"Emang Ayla berani? Tinggi, lho."
"Belani, Tante Mama. Nanti Ayla nulut, kok. Gak nakal," katanya memastikan.
"Ya sudah, ayo."
Setelah memesan tiket dan mengantre cukup panjang, kami sudah duduk manis di kursi gondola. Ayla duduk anteng dan tidak banyak gerak saat kabin mulai berputar, aku sempat terkejut sebelum akhirnya tangan kekar menyentuh tanganku. Dasar modus!
Tapi antara logika dan hati bertolak belakang, logika mengatakan untuk menghempaskan tangan itu, namun hati mengatakan biarkan saja. Dan saat ini, hatilah pemenangnya. Tangannya terus menggenggam tanganku sampai bianglala ini berhenti berputar. Sebenarnya hatiku ini kenapa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Goresan Hati (Terbit)
RandomSetiap orang punya porsi kebahagiaannya masing-masing. Katanya, kebahagiaan akan menghampiri setelah badai datang menerjang diri. Pada akhirnya akan bahagia meski banyak proses yang dilalui. Tapi aku merasa porsi kebahagiaanku tidak sesuai. Mungkin...