Chapter 46

2.5K 296 7
                                    

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
___

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidak ada fitnah yang aku tinggalkan setelahku yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah wanita.”

(HR. Al-Bukhari no. 5096 dan Muslim no. 2740)

🌷🌷🌷










.





.





Selama tiga hari belakangan ini, aku seperti dikurung bagai kambing oleh Dokter Dhanu. Tidak boleh pergi kemanapun jika tidak dengan tujuan yang benar-benar jelas dan urgent. Dan selama tiga hari juga dia jarang datang ke Rumah sakit, sama sepertiku. Tidak akan berangkat ke rumah sakit jika tidak benar-benar mendesak dan sangat membutuhkan kehadirannya di sana. Aku juga tidak tahu alasannya apa, mau mendesak atau tidak, tentu kehadirannya di sana tetap sangat dibutuhkan. Tapi biarlah.

Jangan lupakan satu hal, bos mah bebass!

Hari ini kami berencana untuk bersih-bersih rumah saja. Dokter Dhanu sengaja menyuruh sebelas pelayan itu libur hari ini, agar bisa istirahat katanya. Aneh banget ya pria berkromosom XY itu, sudah bayar mahal-mahal tapi masih mau ngerjain sendiri, padahal pernah kutanya waktu itu, gaji satu pelayan satu bulannya mencapai lima juta. Bahkan gaji PNS kalah. Mungkin yang ingin bekerja di sini minimal S1. Hanya sebagai pembantu ini, lho.

Sebagai istri yang baik dan rajin menabung tentunya membantu, aku berusaha meraih vas bunga berukuran sedang di atas lemari yang tingginya melebihi tinggiku hingga aku harus sedikit berjinjit.

"Jangan manjat-manjat, Khansa. Biar saya saja yang nurunin," kata Dokter Dhanu sambil berjalan ke arahku dan meletakkan kemoceng yang dia pegang ke atas meja untuk mengelap jendela tadi.

"Alya gak pa-pa, Pak. Jangan anggap Alya pendek, ya." Aku menatapnya tajam, namun tanganku masih kesusahan untuk mengambil vas bunganya.

"Saya serius, Sa. Nanti kamu jatuh, itu tinggi."

"Alya bisa P-"

Bugh

"PAK!"

Tanpa hitungan detik, vas bunga yang berhasil kuraih tadi tiba-tiba terjatuh dan tepat mengenai tulang leher bagian bawah. Bahkan lehernya berdarah terkena pecahan vas bunga itu.

Sontak aku berteriak histeris kala melihat Dokter Dhanu melemah dan pingsan. "PAK! BANGUN, PAK! JANGAN BERCANDA!" kataku sambil menggoyangkan tubuhnya.

Aku menduga Dokter Dhanu mengenai whiplash, yaitu kondisi cedera leher di mana leher dipaksa menjulur terlalu jauh ke belakang lalu secara cepat maju ke depan. Otot ikat (ligamen), otot, tulang, dan sendi terluka. Tapi aku juga tidak bisa mengambil kesimpulan sendiri, dengan tergesa-gesa aku memanggil satpam dan segera menuju rumah sakit.

Di sepanjang perjalanan, tak henti-hentinya mulutku melafalkan doa yang terbaik untuk Dokter Dhanu. Karena mau bagaimanapun juga kecelakaan ini terjadi karena aku yang keras kepala. Dari awal Dokter Dhanu sudah memberi peringatan agar aku turun dan dia saja yang mengambil vas di atas lemari, inilah aku. Sudah pendek, masih sok.

Goresan Hati (Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang