Irina menelan ludah sambil mengoleskan salep di sudut bibir Maxime. Kemudian ia mengambil handuk kecil dan mengompres pipi pria itu tanpa mau melihat ke arah bola mata yang sedang memandangi wajahnya.
"Apa kau sudah terlambat datang bulan?" Tanya Maxime.
Kepala Irina tak ingin memikirkan kemungkinan tentang kehamilan. Jika boleh berharap, ia ingin mual-mual ini hanya efek dari hari-hari melelahkan yang ia lalui. Menghadirkan anak di dalam sebuah hubungan yang belum jelas seperti ini bukan ide yang bagus.
"Sayang? Apa kau sudah terlambat datang bulan?" Maxime akan terus bertanya sebelum ia mendapatkan jawaban.
"Sekitar seminggu kurasa." Tangan Irina terus mengompres pipi Maxime dengan gerakan lembut sementara ia mulai menghitung dalam kepalanya.
"Apa siklusmu teratur?"
Ada apa dengan pria ini? Ketika Irina menatap bola mata Maxime, ia mendapatkan ekspresi penuh harap di wajah tampan itu.
"Kalau siklusmu teratur, seharusnya kau sudah dapat melakukan tes urin jika sudah terlambat satu minggu."
"Ya tuhan apakah kau sudah berubah menjadi dokter kandungan?" Irina tertawa pelan."Kalau sedang stress dan banyak pikiran, pasti siklusku akan terlambat beberapa hari."
"Jangan anggap remeh, sayang. Kita bercinta hampir setiap hari tanpa pengaman." Maxime berkata."Dan aku selalu keluar di dalam."
Irina menggigit bibirnya, mulai khawatir dengan kemungkinan tersebut. Bagaimana kalau dia benar-benar sedang mengandung darah daging Maxime sementara pria itu masih terikat kontrak pernikahan dengan istrinya?
"Kita ke dokter sekarang." Maxime menyentuh pipi Irina pelan sambil bangun dari duduknya. Pria itu berjalan ke kamar untuk mengganti pakaiannya yang berkeringat.
"Maxime, kita tidak perlu ke dokter. Aku sudah melalui hari yang berat, sudah pasti siklus ku ikut terganggu." Irina mengejar Maxime dengan langkahnya yang setengah berlari.
"Kita akan buktikan itu di dokter kandungan." Jawab Maxime sambil menarik pakaiannya dari lemari Irina.
Sejak kapan pria itu sudah mengisi pakaiannya disana? Ah itu tidak penting sekarang. Rasa takut Irina lebih besar dari rasa penasaran tentang barang-barang Maxime yang berada di kamar Irina.
"Aku—"
"Pakai bajumu sekarang." Perintah Maxime. Nada bicara otoriter itu mengingatkan Irina saat pertama kali Maxime datang lalu memerintahnya ini dan itu.
"Kita tidak harus melakukannya, aku akan testpack jika sudah terlambat dua minggu."
"Aku tidak bisa menunggu dua minggu untuk kabar baik seperti ini." Maxime selesai memakai baju kaos hitamnya.
"Itu bukan kabar baik jika aku memang hamil." Suara Irina tercekat di dalam tenggorokannya.
"Kenapa begitu?"
"Hubungan kita belum jelas," Irina menatap bola mata Maxime lekat-lekat."Aku tidak ingin menyeret bayi tidak berdosa dalam hubungan rumit kita."
"What are you afraid of?" Maxime menyentuh pipi Irina."Apapun yang terjadi aku hanya akan terus berada di sisi mu, sayang."
Pria ini mulai kambuh. Bicara santainya membuat Irina frustasi."Aku tidak mau pergi ke dokter untuk memeriksa kehamilan. Setidaknya biarkan seperti ini dulu."
Maxime menatap Irina yang tampak kalut. Sepertinya wanita itu juga sudah punya firasat tentang kehamilannya namun ia berusaha untuk tidak memikirkannya agar tidak merasakan perasaan khawatir.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN DESIRE
RomanceThe Patlers #3 ( Maxime & Irina ) Maxime F. Patlers adalah keturunan laki-laki satu-satunya di keluarga Patlers sehingga hal tersebut menjadikannya sebagai pewaris tunggal Patlers Group, sebuah perusahaan tambang minyak terbesar di Amerika Serikat d...