Chapter 21 : She was born just for him

112K 8.8K 1.5K
                                    

Lebih dari dua puluh jam berada di dalam pesawat rasanya benar-benar membosankan. Irina hanya tidur dan tidur. Maxime terus menyebutnya kerbau betina tapi Irina memilih untuk tidak menanggapi ejekan tersebut dan terus memejamkan matanya sambil membiarkan pria itu memeluk tubuhnya dari belakang. Hingga pesawat pun akhirnya mendarat di jam enam pagi.

Irina tidak sadar ia tertidur lagi di dalam mobil. Saat membuka mata, mereka sudah sampai di halaman sebuah rumah yang tak begitu luas namun tak kecil juga.

"This is my home." Kata Maxime sambil memandangi kondisi rumah yang sudah lama ia tinggalkan. Kenangan masa kecilnya ada disini dan ia merindukan itu.

Irina memandangi sekeliling. Berbagai tanaman berbunga tumbuh di sisi kiri dan kanan rumah, membuat rumah itu tak terkesan horor. Desain bergaya eropa benar-benar mencolok, seperti sebuah bangunan kolosal dengan polesan yang lebih modern. Saat Irina menoleh ke belakang, ia baru sadar bahwa rumah ini dipagari oleh tembok yang menjulang tinggi.

Seperti penjara. Batin Irina.

Tapi tidak apa-apa. Pernyataan Maxime tentang cuti satu bulan berhasil membuat Irina sedikit lebih tenang. Dengan kata lain Maxime akan melepaskannya setelah satu bulan.

"Bienvenido, señor Maxime." Seorang pria tua datang menyapa.

"Como estas, Gustavo?"

"Bien."

Maxime mengangguk pelan sambil merangkul pinggang Irina lalu berjalan masuk ke dalam rumah tersebut. Entah kenapa jantung Irina kembali berdetak saat dirinya melangkah masuk ke dalam. Rumah ini memiliki desain interior yang benar-benar sederhana dan berjiwa laki-laki. Sungguh menggambarkan pribadi Aaric. Siapapun yang datang berkunjung pasti tau bahwa tidak ada wanita yang tinggal di rumah ini.

Jadi di rumah inilah Maxime tumbuh besar bersama sang ayah.

"Hola, Maxime." Seorang pria lain muncul dari dapur. Tampaknya ia seusia dengan Maxime atau sedikit lebih muda darinya."Aku pikir kau tidak akan kembali lagi ke tempat kumuh ini lagi." Pria itu mengatakan sarat akan ejekan.

"Apa yang kau lakukan disini, Pedro?" Tanya Maxime sembari melepaskan jasnya dan berjalan untuk menghidupkan lampu.

"Ayahmu menyuruhku tinggal disini selama ia berada di New York." Pedro berkata lalu menatap Irina dari ujung rambut sambil ujung kaki."Jadi ini adalah..." Pedro sengaja menggantungkan kalimatnya lalu mengangguk-angguk."Ah aku mengerti."

"Kau boleh pergi." Maxime menatap Pedro dengan tatapan dingin.

"Ya, aku memang baru saja mau pergi." Pria berjaket kulit tersebut kemudian berjalan melewati Maxime.

"Apa dia temanmu?" Tanya Irina.

"Dia anak Gustavo, si penjaga rumah."

Irina mengangguk-angguk lalu kembali memandangi seiisi rumah. Ia membayangkan Maxime dan ayahnya tinggal disini. Pasti membosankan tinggal berdua di dalam rumah seluas ini. Apalagi mereka sepertinya tidak punya pelayan wanita. Irina heran kenapa pamannya tidak pernah mau menikah lagi. Padahal dulunya ia mantan penjahat kelamin.

Tidak banyak cerita yang Irina tau selain Aaric trauma menjalin hubungan setelah ditinggal pergi oleh ibunya Maxime.

Tanpa sadar Irina pun kini sampai di sebuah meja, sebuah foto berbingkai kayu yang cukup besar menarik perhatiannya. Itu adalah foto saat pamannya Alaric menikah. Irina masih bayi di foto itu dan Maxime masih berusia sembilan tahun. Dengan ekspresi yang irit senyum, bocah itu tampak sangat tampan. Dia memang sudah tampan dari kecil ternyata. Irina tersenyum pelan melihat keceriaan setiap orang yang ada di dalam foto tersebut. Keluarga besarnya berkumpul lengkap dan semuanya tersenyum lebar tanpa beban.

FORBIDDEN DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang