Chapter 14 : She feels the death

120K 10.4K 2.1K
                                    

Tok tok tok.

Irina tidak peduli. Pria itu bisa masuk sesuka hati, untuk apa repot-repot mengetuk pintu?

Tok tok tok.

"Aku membawakan makan siang." Itu bukan suara Maxime, tapi Dominic.

Irina masih tidak punya minat merespon siapapun saat ini. Makan siang? Dia tidak butuh itu. Sarapan yang tadi saja masih tidak tersentuh seujung kuku pun.

"Jika ingin menunjukkan pemberontakan, itu sia-sia saja karena dia tidak ada disini. Jadi keluar dan makanlah." Dominic berkata datar."Menangis juga butuh tenaga."

Beraninya dia berkata seperti itu? Seolah dia memberi Irina makan agar dapat terus menangis?

"Aku letakkan di depan pintu."

Terdengar suara nampan menyentuh lantai. Dada Irina kembali sesak. Ia benar-benar seperti hewan peliharaan yang berada di dalam kandang. Memeluk lutut lebih erat, Irina kembali memejamkan matanya. Sulit memang menyingkirkan kesedihan. Ingin sekali ia hilang ingatan dan melupakan segalanya lalu hidup normal lagi.

"Dia akan marah besar jika kau masih tidak makan juga." Suara Dominic kembali.

Irina memeluk lututnya semakin kuat.

"Lebih baik untukmu jika kau menuruti saja perintahnya. Lagipula dia tidak menyuruhmu makan racun."

Irina turun dari tempat tidur dengan lemas lalu membuka pintu kamarnya."Tidak bisakah kau diam saja?"

Dominic dapat melihat mata Irina menatapnya seolah memancarkan api yang dapat membakar siapa saja. Wanita itu terlihat lemas namun kuat di waktu yang sama. Dominic kini tau alasan Maxime sangat terobsesi pada Irina.

"Makanlah—"

"Kubilang diam." Potong Irina."Diamlah seperti yang kau lakukan saat aku bicara padamu. Begitu lebih baik untuk sekarang."

Dominic kembali berdeham halus, ia tak tau harus melakukan apa pada wanita yang mengamuk. Jadi ia pun memilih untuk berjalan menjauhi kamar Irina lalu duduk di sofa untuk memainkan game nya.

Irina menghela napas putus asa. Bagaimana pun ia harus makan. Tapi mulutnya terasa sangat pahit untuk menelan apapun bahkan air putih. Menyiksa diri memang tindakan bodoh. Kau seharusnya menyayangi dirimu sendiri bukan malah mementingkan ego untuk tidak menyentuh makanan. Mungkin Dominic benar, bahwa Irina menolak makanan untuk menunjukkan pembangkangannya pada Maxime. Ia tak akan menipu dirinya bahwa sungguh, ia sangat amat kelaparan saat ini.

"Makan saja, jangan hanya dilihat." Dominic berkata seolah dia punya mata lain di belakang kepalanya.

Cih! Bedebah sialan.

"Apa kau tau apa yang sudah dia lakukan padaku?"

"Tentu."

"Dan kau diam saja?"

"Memang aku harus bagaimana?"

"Dia memperkosaku."

Dominic tetap pada posisi tenang. Entahlah dia pun tak tau harus melakukan apa. Bukan ranahnya untuk ikut campur terlalu jauh dalam kehidupan Maxime.

"Tidak bisakah kau menolongku?"

"Yang bisa menolongmu hanya dirimu sendiri."

FORBIDDEN DESIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang