Perkataan William kemarin berhasil membuat Irina susah tidur di malam hari. Semuanya berputar di dalam kepalanya seperti angin puting beliung yang memusingkan. Kenapa ia harus terjebak dalam pernikahan Maxime dan Carla? Jika memang benar keduanya tidak saling mencintai dan memiliki kekasih, kenapa tidak bercerai saja?
Irina berguling kesana kemari. Harusnya ia kemarin tidak berjumpa dengan William karena omong kosong sepupunya itu benar-benar membuat perasaan Irina semakin tidak karuan.
Ia tidak tau kapan tertidur setelah bergulat dengan banyak pikiran semalaman sampai ia terbangun oleh suara berisik di sekitar. Saat ia membuka mata, Maxime baru saja keluar dari kamar mandi dengan handuk putih melingkar di pinggangnya. Tubuh atletisnya sedikit basah oleh air yang tersisa sedangkan rambutnya jatuh ke dahi beberapa helai. Wangi sabun maskulin menyeruak masuk ke dalam indera penciuman Irina.
"Good morning." Sapa Maxime sambil berjalan ke kasur lalu mencium bibir Irina dalam-dalam.
Karena nyawa Irina belum terkumpul, ia hanya terdiam menerima perlakuan itu. Kedua bola mata mereka kini saling memandangi satu sama lain.
"Semalam aku bertemu dengan William." Kata Irina pelan."Apa benar kau dan paman Aaric yang membantunya lima tahun yang lalu?"
Maxime hanya tersenyum tipis."Apa dia bilang begitu?"
Irina mengangguk."Apa Grandpa tau?"
"He knew."
"Dan dia tidak marah? Bukankah Grandpa yang sangat bersemangat menghapus nama William dari keluarga?"
"Grandpa tidak sejahat itu, sayang." Maxime berjalan ke arah lemari untuk berpakaian.
Jantung Irina rasanya mau copot saat handuk pria itu lepas dari tubuhnya hingga kini ia telanjang bulat. Harusnya Irina memalingkan wajah, tapi ia malah menikmati pemandangan panas itu.
"Kondisi William sangat mengenaskan setelah kejadian itu. Aku dan ayahku hanya tidak tega. Bagaimanapun dia tetaplah keluarga."
"Bisakah kau jangan seenaknya telanjang begitu di depanku?" Cicit Irina.
"Kenapa, sayang? Bukankah kau menikmatinya?"
Apakah kelihatan sekali bahwa Irina sedang menikmatinya? Mengerjapkan mata, Irina pun berdeham halus. Dari sudut mata ia dapat melihat Maxime kini sudah selesai memakai celana panjangnya walau ia lagi-lagi memilih untuk bertelanjang dada dan kini duduk di tepi ranjang.
"Dia punya istri yang sedang hamil waktu itu. Warisannya di tarik semua hingga tidak memiliki apapun. Hidup Will terpuruk satu tahun, paling parah saat Alesha meninggal."
Irina menatap bola mata Maxime yang sedang menghidupkan rokoknya sensual.
"Itu salahnya sendiri karena menyakiti istri pertamanya."
"Salahnya mereka berdua terlalu gegabah mengambil keputusan untuk menikah." Koreksi Maxime.
"Sama sepertimu?"
"Hm."
"Apa kau menyesal sudah menikah?"
"Pernikahanku hanya pernikahan bisnis, sayang. Tidak ada yang perlu disesali." Ujar Maxime dengan nada tanpa bebannya yang sangat khas."Dalam beberapa kasus bahkan kebanyakan kasus, mereka bisa saling mencintai satu sama lain tanpa perlu bercerai. Tapi dalam kasusku dan William, kami memilih untuk bercerai."
Entah kenapa perasaan Irina mendadak terasa lebih tidak enak dari sebelumnya."Apa kau tidak mau mencoba untuk mencintai Carla?" Suaranya terdengar pelan.
"Aku hanya menginginkanmu seorang."
Entah kenapa Irina merasa takut bahwa perkataan Maxime hanya omong kosong belaka."Apa kau tidak takut berakhir seperti William?"
![](https://img.wattpad.com/cover/258394069-288-k611585.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FORBIDDEN DESIRE
Storie d'amoreThe Patlers #3 ( Maxime & Irina ) Maxime F. Patlers adalah keturunan laki-laki satu-satunya di keluarga Patlers sehingga hal tersebut menjadikannya sebagai pewaris tunggal Patlers Group, sebuah perusahaan tambang minyak terbesar di Amerika Serikat d...