Hari ini adalah hari Minggu. Akhirnya, Taylor mendapat jatah libur pula dari Harry. Taylor bangun pagi-pagi sekali untuk membersihkan apartemennya. Dia sengaja membersihkan apartemennya pagi hari, supaya nanti siangnya, dia dapat bersenang-senang dengan Liam.
Selama berada di London, Taylor hanya mampu berteman baik dengan Liam. Taylor tak tahu kenapa tapi, kebanyakan masyarakat London terlihat tak bersahabat dengannya. Terutama para karyawati di Styles Enterprise. Awalnya, mereka bersikap ramah pada Taylor tapi, beberapa hari belakangan, semenjak mereka tahu Taylor bertahan di kantor itu, mereka bersikap menyebalkan.
Taylor selesai membersihkan apartemennya. Tepat saat itu pula, sebuah ketukan terdengar. Taylor mengangkat sebelah alisnya dengan bingung sebelum memutuskan untuk mencari sumber suara ketukan itu. Nyatanya, pintu apartemennyalah yang terketuk. Taylor membuka pintu itu perlahan dan terkejut saat melihat Liam berada di balik pintu.
"Selamat pagi." Sapa Liam, menunjukkan gigi-gigi putih bersihnya. Taylor menganga, terkejut. "Li-Liam? Apa yang kau lakukan di sini?"
Liam mengangkat sebelah alisnya. "Bukankah aku sudah berjanji untuk menemanimu berkeliling kota London hari ini?" Taylor menganggukkan kepala. "Kukira, kau datang siang nanti. Seharusnya kau menghubungiku terlebih dahulu jadi, saat kau datang, aku sudah siap untuk berangkat. Aku bahkan belum mandi."
Liam terkekeh. "Tak apa. Kau masih terlihat cantik tanpa perlu harus mandi." Taylor ikut terkekeh.
"Ah, ya. Silahkan masuk, Liam. Aku baru saja membersihkan apartemenku jadi, tenang aja." Taylor membukakan pintu apartemennnya lebih lebar, membiarkan Liam masuk ke dalam apartemennya.
Liam adalah orang lain pertama yang masuk ke dalam apartemen Taylor.
*****
"Selamat pagi, Mr. Styles."
Beberapa karyawan menyapa Harry, saat dia melangkah memasuki Styles Enterprise. Harry menghentikan langkahnya tepat di dekat meja resepsionis. Membuat resepsionis itu mengernyit saat harus berhadapan dengan mata hijau dingin Harry.
"Sela-," resepsionis itu baru saja hendak melanjutkan sapaannya namun, Harry sudah menginterupsinya dengan tajam. "Apa Taylor sudah datang?" tanya Harry.
Resepsionis itu menundukkan kepala dan menggelengkan kepalanya. "Taylor tak datang hari ini, Sir. Bukankah hari ini hari Minggu? Itu berarti, hari ini adalah hari liburnya. Dia tak datang ke kantor." Resepsionis itu berujar terbata-bata.
Harry memejamkan mata dan mengangguk sebelum melangkah menuju ke lift dan menekan tombol angka 13. Tak lama kemudian, pintu lift terbuka. Beberapa karyawan yang menaiki lift tersebut ke luar sambil menundukkan kepala. Kemudian, barulah Harry menaiki lift tersebut dan menekan tombol angka 13 yang ada di dalam lift.
Pintu lift tertutup dan lift mulai bergerak. Harry baru ingat jika hari ini adalah hari Minggu. Di perjanjian yang dibuatnya dengan Taylor, Taylor memang mendapat jatah libur di hari Minggu. Harry menghela nafas dan memejamkan mata. Entah kenapa, rasanya dia merasa kehilangan sesuatu hari ini.
Saat baru mencapai lantai 9, tiba-tiba saja lift yang Harry naiki seorang diri sedikit berguncang sebelum mati total. Cahaya dalam lift lenyap, meninggalkan Harry dan hanya kegelapan di dalamnya. Harry mulai memucat. Tubuhnya bergetar dan keringat dingin mengalir dari pori-pori tubuhnya.
Harry benci suasana seperti ini. Dia benci berada di dalam kegelapan, ruangan sempit, dan tak mempunyai udara segar, secara bersamaan. Harry meraba-raba sekitarnya, mencari tombol yang darurat yang berada di dalam lift tersebut. Harry menekan tiap tombol yang dia temukan sambil mengumpat kesal.
Harry memutuskan untuk menunggu bantuan datang. Lima menit kemudian, bantuan tak kunjung datang. Harry mulai kehabisan udara. Harry menarik nafas, menghelanya perlahan dan meraih ponsel yang berada di kantung celananya.
Harry menyalakan ponselnya dan mencari nomor bodyguardnya. Harry menghubungi bodyguard itu tapi tak ada respon sama sekali. Harry mengumpat, sekali lagi. Sinyal di dalam lift benar-benar buruk. Pantas saja tak ada respon apapun.
Harry menekan layar ponselnya. Mencoba menuliskan pesan yang berbunyi : Tolong. Setelah itu, Harry mengirimkan pesan itu ke nomor asal yang ada di kontaknya. Lutut Harry mulai melemas. Harry menyandarkan punggungnya pada dinding lift dan terduduk secara perlahan di lantai lift. Harry menatap sekelilingnya sekali lagi.
Yang dapat dia temukan hanya kegelapan.
*****
Liam dan Taylor tengah menjilati es krim masing-masing. Liam mengajak Taylor ke sebuah taman yang berada di pusat kota London. Taman itu cukup ramai dan Taylor menyukai suasana taman itu.
"Taylor."
Liam memanggil Taylor yang tengah asyik menjilati es krimnya. Taylor menoleh dan Liam terkekeh melihat sekitar bibir Taylor yang penuh es krim. Liam merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah sapu tangan. Tanpa meminta persetujuan Taylor, Liam mengelap sekitar bibit Taylor dengan sapu tangannya. Setelah itu, Liam tersenyum.
"Nah, begini lebih baik. Kau makan es krim seperti anak kecil saja."
Taylor tertawa. "Maaf, maaf. Terakhir kali aku makan es krim, sepertinya sudah lama sekali." Liam mengangguk, mengerti. "Kalau begitu, kau tak keberatan, kan, jika aku mengajakmu makan es krim lagi nanti?" tanya Liam. Taylor mengangguk antusias.
"Tentu saja aku tak akan menolak!"
Keduanya saling tertawa, duduk berdua di salah satu kursi taman di bawah sebuah pohon rindang. Tawa keduanya terhenti saat mendengar sebuah getaran. Getaran ponsel Taylor.
Tanpa basa-basi, Taylor merogoh saku celananya, mengeluarkan ponsel. Taylor membuka kunci ponselnya tersebut sebelum membulatkan mata, melihat pesan yang baru saja masuk. Liam menatap Taylor penasaran. Wajah Taylor juga tampak bingung.
"Siapa, Taylor? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Liam, cemas. Taylor menganggukkan kepala. "Harry. Harry mengirimiku pesan. Di hari Minggu."
Liam mengernyitkan dahi dan menghela nafas. "Kupikir ada sesuatu yang terjadi. Well, abaikan saja dia. Dia punya banyak anak buah yang dapat membantunya jika dia memang membutuhkan bantuanmu." Taylor menghela nafas. "Aku juga berpikiran demikian."
Taylor memejamkan mata, berpikir tentang apa maksud pesan Harry. Pesannya hanya berisikan satu kata yaitu: Tolong. Taylor tak mengerti kenapa Harry mengiriminya pesan tersebut. Apa dia membutuhkan bantuan Taylor? Tapi, bukankah sesuai perjanjian, hari ini adalah hari libur Taylor dan Taylor tak akan pergi bekerja?
Taylor bingung saat ini. Salah satu sisi dari dirinya mengatakan untuk mengabaikan pesan Harry dan menikmati jalan-jalan dengan Liam. Di sisi lainnya mengatakan jika Taylor harus mencari Harry untuk sekedar memastikan jika dia baik-baik saja dan tak ada yang perlu dicemaskan.
Lagipula, sepertinya ini penting. Harry sangat jarang menghubungi Taylor. Sekalinya dia menghubungi Taylor, pasti ada hubungannya dengan sebuah pekerjaan penting. Mungkin, saat ini, Harry benar-benar membutuhkan bantuan Taylor untuk pekerjaan penting tersebut.
Akhirnya, Taylor membuat keputusan. Taylor bangkit berdiri dan Liam menatapnya bingung. Sebelum sempat Liam bertanya, Taylor sudah berkata, "Liam, maaf tapi, sepertinya Harry membutuhkanku. Aku akan menghubungimu nanti. Semoga harimu menyenangkan." Taylor berbalik dan berlari menjauh, tanpa menunggu reaksi yang ke luar dari mulut Liam.
Liam hanya duduk, memperhatikan punggung Taylor yang semakin menjauh. Liam memejamkan mata, berusaha memahami.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
FanfictionMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.