#32 : Scoot's Plan

11.7K 706 20
                                    

Taylor tak tahu sejak kapan dia mulai luluh pada Harry. Yang jelas, sekarang dia sudah yakin seratus persen, dia memang sudah luluh pada Harry. Taylor memang menyukai Harry sejak pertama dia melihat Harry tapi, terkadang, sikapnya yang kurang manusiawi membuat Taylor kesal pada Harry. Tapi, sekarang, entah kenapa, Taylor mulai terbiasa dengan sikap Harry. Bahkan, Taylor merasa, Harry secara perlahan berubah.

Taylor menatap ke luar jendela kamarnya. Kemarin malam, harusnya Taylor bersenang-senang di pesta pertunangan James namun, James menghancurkan segalanya dengan pengakuan bodoh. Tapi, Taylor cukup bersyukur. Karena James, Taylor bisa menghabiskan waktu bersama Harry walaupun, hanya duduk di kafe dan berbincang tentang masa lalu. Sederhana tapi, berkesan untuk Taylor.

Taylor senang mendengar Harry bercerita kepadanya. Tentang masa lalunya. Saat Harry bercerita tentang masa lalunya, pastinya, Harry sudah sangat mempercayai Taylor. Harry tak akan bercerita tentang masa lalunya kepada orang yang tidak dia percaya.

“Taylor?”

Taylor tersentak dari posisi awalnya dan segera bangkit berdiri. Taylor berjalan menuju ke pintu kamar dan membuka pintu kamar secara perlahan. Taylor mengernyit saat mendapati ayahnyalah yang berada di balik pintu walaupun, suaranya sudah sangat kentara.

“Dad?”

“Boleh aku masuk? Ada beberapa hal yang harus kubicarakan denganmu,” ujar Scott kepada putrinya. Raut wajahnya sangat serius.

Taylor menganggukkan kepala dan membuka pintu kamarnya lebih lebar, membiarkan ayahnya masuk ke dalam kamarnya. Scott berjalan masuk dan duduk di tepi ranjang Taylor. Scott menggerakkan tangannya, menepuk sisi tepi ranjang kosong di sampingnya, mengisyaratkan agar Taylor duduk di sana. Taylor menurut.

“Apa Harry sudah menceritakan semuanya kepadamu?” tanya Scott.

“Menceritakan apa?”  tanya Taylor tak mengerti.

Scott tersenyum tipis. “Jika keadaan restoran tidak berada dalam kondisi yang cukup baik, jika saja dia tidak memberi bantuan dana yang cukup besar pada restoran.” Taylor mengangguk lemah. Dia tahu itu, sejak lama. Justru karena alasan itulah dia bisa sedekat ini dengan Harry.

“Sepertinya, Harry menyukaimu, Taylor.” Scott menambahkan. Taylor diam. Dia juga tahu hal itu. Harry sudah mengatakannya, beberapa kali walaupun, Taylor tak tahu apakah itu benar atau tidak. Bisa saja Harry hanya bercanda. Tapi, bukankah Harry bukan tipikal pria yang senang bercanda? Harry tak pernah main-main dengan kata-katanya. Dia orang yang berpegang teguh pada kata-katanya sendiri.

“Taylor, apa kau menyayangi keluargamu?” Scott bertanya kepada Taylor dan membuat Taylor menatapnya bingung. Bagaimana mungkin ayahnya bertanya seperti itu? Sudah tentu jawabannya iya. Siapa yang tidak menyayangi keluarganya sendiri?

“Dad, pertanyaan macam apa itu?”

Scott mengangguk pelan sebelum berkata, “kalau kau menyayangi keluargamu, dekati dia. Buat dia melakukan apapun untukmu.”

“A-apa?” Taylor bertanya tak percaya atas perintah ayahnya.

“Restoran keluarga kita bisa lebih maju atas bantuannya, Taylor. Bahkan, kita bisa mengembangkan bisnis yang lain atas bantuannya.”

*****

“Taylor?”

Taylor tersadar dari lamunannya tersebut. Taylor menoleh dan mendapati Harry yang tengah menatapnya dengan raut cemas. Harry mengerutkan dahinya. “Apa kau baik-baik saja? Kau diam saja sedari tadi. Ini jelas bukan kau.” Taylor terkekeh mendengar ucapan Harry tersebut. “Jika ini bukan aku, kau pikir siapa?” Taylor balas bertanya. Harry tersenyum.

No ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang