#43 : First Kiss

9K 680 55
                                    

Hal pertama yang Harry lihat saat dia membuka mata adalah wajah tertidur Taylor yang berada di pangkuannya. Taylor masih tertidur pulas. Wajahnya seperti malaikat. Terlihat sangat damai dan polos.

Harry tersenyum dan menggerakkan tangannya, menyelusuri wajah Taylor sehalus mungkin, berusaha untuk tidak membangunkan Taylor. Tapi, sayangnya, baru jari Harry melintasi pipi kanan Taylor, kelopak mata gadis itu terbuka secara perlahan, sebelum akhirnya terbuka secara sempurna.

Taylor tersenyum saat melihat Harry yang juga tersenyum kepadanya. “Selamat pagi,” sapa Taylor, seraya bangkit dari posisinya. Taylor merenggangkan otot-otot tubuhnya dan duduk di samping Harry kembali. Taylor menoleh ke arah Harry yang masih terdiam, dengan senyuman di bibirnya.

“Sepertinya kita tertidur di sini semalam. Maaf jika tidurmu kurang nyaman, di tambah lagi aku yang tertidur di pangkuanmu. Pasti sangat melelahkan saat harus terbebani kepalaku,” ujar Taylor seraya terkekeh. Harry menggeleng. “Sama sekali tidak. Ini adalah tidur ternyenyak yang pernah kudapatkan. Terima kasih, Tay.”

“Nyenyak?” Taylor bertanya tak yakin.

Harry terkekeh dan mengangguk. Lengan kekar pria itu bergerak, melingkar di pundak Taylor. Menarik gadis itu agar mendekat ke tubuhnya. Taylor dapat merasakan aroma tubuh Harry yang benar-benar memikat. Padahal, pria itu baru bangun tidur. Tapi, dia masih harum, seperti sebelumnya.

“Selamat pagi juga, Babe.” Butuh waktu beberapa detik untuk Taylor mencerna ucapan Harry tersebut.

Babe? Sejak kapan kau memanggilku ‘babe’?” tanya Taylor, tak beranjak dari pelukan hangat Harry.

“Sejak kita memutuskan untuk membuat hubungan kita nyata, bukan lagi karena kontrak dan sebagainya.” Jawab Harry dengan tegas. Taylor tersenyum dan menganggukkan kepala. Taylor kembali menyandarkan kepalanya di dada bidang Harry, merasakan detak jantung pria itu yang sangat teratur. Rasanya sangat nyaman berada di pelukan Harry.

“Pukul berapa kita akan pergi ke kantor?” Taylor bertanya, lembut. Harry tersenyum dan mempererat pelukan hangatnya. “Bisakah kita mengesampingkan dulu urusan kantor? Aku masih mau bertahan di posisi ini. Rasanya sangat nyaman,” ujar Harry, memejamkan mata dan menyandarkan dagunya di puncak kepala Taylor. Taylor terkekeh dan mulai ikut melingkarkan lengannya di pinggang Harry.

Keduanya diam dalam kenyamanan masing-masing, sebelum Taylor angkat suara. Taylor menarik diri dari Harry dan membuat Harry mengernyit menatapnya.

“Ada apa?” tanya Harry.

Taylor berpikir sejenak sebelum menghela nafas. “Boleh aku meminta sesuatu padamu?” tanya Taylor.

Harry mengangguk. “Tentu saja. Aku akan memberikan apapun yang kau pinta. Apapun itu, aku berjanji.”

Taylor tersenyum. Taylor berpikir lagi, selama beberapa detik sebelum berkata, “aku mau kau hanya memberikan seperempat dari gaji bersihku tiap bulannya.” Harry mengernyit. “Apa? Kau mau aku menggajimu seperempat dari gaji awalmu? Permintaan macam apa itu?” Tanya Harry tak mengerti.

“Harry, aku berhutang banyak padamu. Kau membantu orangtuaku membayar hutang mereka. Kau memberikan dana kepada ayahku untuk membangun kembali restoran kami. Kau juga masih memberiku gaji bulanan. Itu terlalu banyak, Harry. Aku tak mau kau memberi semua itu kepadaku.” Taylor menjelaskan secara halus.

Harry menghela nafas, tangan kekar Harry meraih tangan Taylor dan menggenggamnya lembut. “Aku akan memberikan apapun yang kau pinta. Bukankah perkataanku sebelumnya sudah sangat jelas?”

Taylor menggeleng. “Aku tak memintamu untuk memberikan uang kepada orangtuaku, untuk kehidupan mereka. Aku tak pernah meminta uangmu. Aku hanya...ingin meminjam uangmu. Aku ingin menggantinya. Makanya, kau bisa memotong gajiku untuk membayar semuanya.”

“Bagaimana jika aku tak mau memotong gajimu?” Harry mengangkat sebelah alisnya.

Taylor balas menggenggam erat tangan Harry, mencoba meyakinkan pria itu. “Harry, kumohon. Biarkan aku mengganti semuanya, dengan cara bekerja di perusahaanmu. Aku akan mencicil hutang keluargaku itu dengan gajiku tiap bulannya. Aku tak mau berhutang terlalu banyak padamu. Please, biarkan aku melakukannya.”

Iris biru cerah Taylor menatap iris hijau zamrud Harry dengan penuh harapan. Harry lemah akan hal ini. Harry lemah jika harus berhadapan langsung dengan iris biru Taylor tersebut. Itu salah satu kelemahan yang tidak seharusnya Harry tunjukkan di hadapan Taylor.

“Dengan satu syarat?” Harry mengajak Taylor berkompromi. Taylor mengangguk, penuh semangat. “Apa syaratnya?”

Harry tersenyum dan mendekatkan wajahnya ke wajah Taylor. Setelah wajah mereka berjarak sangat dekat, Harry berkata, “kau tidak boleh meninggalkanku.” Dan setelah itu, Harry mendaratkan bibirnya di atas bibir lembut Taylor. Ini moment yang sangat Harry tunggu, sejak pertama kali dia bertemu dengan Taylor.

He stole Taylor’s first kiss.

*****

“Harry!” Taylor berbisik saat dia dan Harry berjalan memasuki Styles Enterprise bersamaan. Harry menoleh ke arahnya dan bertanya, “ya?” Kemudian, Taylor memberi isyarat kepada Harry dengan cara menunjuk tangan kanannya yang digenggam erat oleh Harry, dengan tangan kirinya.

Harry terkekeh sebelum malah beralih melingkarkan lengannya di pundak Taylor, membuat Taylor semakin memerah. Pasalnya, hampir seluruh karyawan memerhatikan mereka. Bahkan, Taylor dapat melihat jelas para karyawati yang menatapnya dengan tatapan jijik.

Taylor mendorong Harry secara perlahan namun, Harry malah menahan Taylor agar tetap berada di dekatnya, sampai keduanya masuk ke dalam lift dan benar-benar tinggal mereka berdua di sana, tidak ada yang lainnya.

“Bodoh!” Taylor menonjok pelan lengan Harry, seraya menarik diri dari Harry. Harry meringis seraya memegangi lengannya yang di tonjok Taylor. “Kenapa kau menonjokku?” tanya Harry, memasang wajah kesakitan. Taylor menyatukan alis. “Kau bodoh!”

“Apa?” Harry bertanya tak mengerti, sampai akhirnya, pintu lift terbuka. Mereka sampai di lantai 13, tempat kerja keduanya.

“Tidak seharusnya kau menggenggam tanganku atau merangkulku saat kita berada di kantor! Profesional, Harry! Kau bosku dan aku asistenmu!” Taylor menjelaskan. Harry memutar bola matanya. “Hei, kau kekasihku sekarang. Memangnya salah jika aku menggenggam tanganmu atau merangkulmu?”

“Ini kantor, Harry! Di luar kantor, mungkin kita menjalin hubungan tapi, di kantor, kau dan aku tetap bos dan asistennya jadi, kita tak bisa bergenggaman tangan atau berangkulan di area kantor! Kau tahu bagaimana karyawanmu melihatku tadi? Mereka menatapku seakan-akan aku adalah jalang yang berhasil merayu seorang Harry Styles.” ujar Taylor.

“Kau bukan jalang, semua orang tahu itu.”

“Tentu saja aku bukan jalang! Hanya saja aku...” belum sempat Taylor melanjutkan ucapannya, Harry sudah mendorong tubuh gadis itu, hingga punggung Taylor menyentuh dinding di samping pintu masuk ruangan Harry. Harry menatap Taylor dalam-dalam sambil berkata, “jangan dengarkan apa kata mereka. Yang harus kau ketahui sekarang adalah: kau milikku dan aku milikmu. Kita bersama sekarang dan mereka tak bisa berkomentar apapun, okay?” Taylor menganggukkan kepala, pasrah.


No ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang