Taylor terbangun dari tidur lelapnya. Dia bangkit dan duduk di tepi ranjang. Taylor mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia tersenyum tipis. Taylor tengah berada di kamar tidur lamanya, yang sudah beberapa bulan tidak dia tempati. Kamar yang tak banyak berubah.
"Taylor, apa kau sudah bangun?"
Sebuah suara, disusul dengan ketukan pintu, menyadarkan Taylor dari ketidaksadarannya. Taylor bangkit berdiri dan berjalan menuju ke pintu kamarnya, untuk membuka sambil berkata, "aku sudah bangun sejak beberapa menit yang lalu, Mom."
Pintu kamar Taylor terbuka. Seorang wanita paruh baya dengan rambut blonde yang sama seperti Taylor tengah mendongak dan tersenyum kepada anak gadisnya yang sudah beberapa bulan belakangan tak dia lihat. Wanita paruh baya itu adalah Andrea Swift, Ibu dari Taylor.
"Aku membuatkanmu bacon untuk sarapan. Dad sudah berangkat ke restoran dan Austin berangkat ke kampusnya sejak pukul 7." Taylor mengernyitkan dahi mendengarkan ucapan Ibunya tersebut. "Kenapa kau tak membangunkanku, Mom? Aku belum bertemu dengan Dad dan Austin sejak aku tiba di sini semalam." Taylor mengerucutkan bibirnya.
"Kau terlihat sangat lelah, Taylor. Aku tak mungkin membangunkanmu pagi-pagi hanya untuk bertemu mereka. Tapi, tenang saja, Scott dan Austin sudah berjanji akan pulang lebih awal untuk makan malam bersama. Sudah lama kita tidak makan malam berempat, kan?" tanya Andrea dengan wajah sangat senang. Taylor tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Baiklah, Mom. Aku akan mandi sebelum sarapan. Setelah itu, aku harus menemui seseorang." Andrea mengangkat satu alisnya. "Apakah pria tampan yang kemarin duduk di sampingmu saat kalian berada di taksi? Hey, kenapa dia tidak turun dari taksi dan memperkenalkan dirinya padaku semalam?"
Taylor memutar bola matanya. "Mom, dia punya etika. Dia tidak akan bertamu di malam hari. Dia juga pasti sangat lelah dan ingin segera beristirahat di kamar hotelnya." Taylor mengernyit saat tatapan menggoda Ibunya masih tak menghilang. "Kau juga tak melihat wajahnya dengan jelas, kan, Mom? Bagaimana kau bisa menyimpulkan jika dia adalah pria tampan?"
Andrea terkekeh. "Jika dia tak tampan, kau tak akan bergegas seperti ini hanya untuk bertemu dengannya." Taylor memicingkan matanya dan menggelengkan kepala. "Aku tidak bergegas untuk bertemu dengannya, Mom! Well, aku hanya..." Andrea memotong ucapan Taylor, "...merindukannya dan tak tahan untuk bertemu dengannya? Aku mengerti, Taylor. Aku senang, akhirnya kau menemukan seseorang. Sudah sangat lama aku tak melihatmu berkencan."
"Aku tak berkencan dengannya! Dia adalah..." Lagi-lagi, Andrea memotong ucapan Taylor.
"Sudah, sudah. Tak perlu menjelaskan. Segeralah mandi lalu, sarapan. Aku tahu kau tak mau terlambat untuk bertemu dengannya." Taylor memutar bola matanya dan memutuskan untuk mengalah. Taylor selalu kalah saat berargumen bersama Ibunya.
*****
Taylor memasuki area hotel tempat Harry menginap. Semalam, Harry memberikan alamat hotelnya kepada Taylor dan berkata jika Taylor harus pergi ke hotel keesokan harinya. Taylor tak mengerti apa maksud pria itu tapi, Taylor tak berani untuk mengelak. Biar bagaimanapun juga, Harry tetap atasan Taylor.
Taylor baru hendak bertanya kepada resepsionis di hotel tersebut mengenai kamar tempat Harry menginap saat pintu lift terbuka dan pria berambut keriting itu muncul dari dalam lift. Harry mengenakan kemeja putih dan celana panjang berwarna hitam. Dia tersenyum kepada Taylor dan Taylor membeku di tempatnya. Harry sangat tampan dan Taylor baru kali ini menyadarinya.
"Selamat pagi," sapa Harry saat dia sampai di hadapan Taylor. Taylor dapat merasakan aroma tubuh Harry yang sangat maskulin. Taylor menyimpulkan jika Harry baru saja selesai mandi walaupun, rambut keritingnya tidak sepenuhnya basah.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
FanfictionMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.