Taylor dapat mendengar dengan jelas ketukan di pintu apartemennya, tepat pukul tujuh malam. Taylor menepuk sekilas bagian depan gaun malam berwarna hitam miliknya dan memperhatikan penampilannya di cermin. Taylor menarik nafas dan menghelanya perlahan. Dia tak terlihat buruk, kan? Mengingat penampilan perdananya saat bertemu dengan Anne Styles beberapa hari lalu, karena bantuan salon kecantikan.
Taylor mengenakan gaun malam berwarna hitam. Dia memoles sedikit make up di wajahnya. Taylor juga menguncir rambutnya, seperti biasa agar terlihat lebih rapih. Tak lupa, Taylor mengenakan high heels yang sangat jarang dia kenakan. Taylor lebih suka mengenakan keds daripada high heels. Tapi, orang yang akan dia temui saat ini adalah Anne Styles, Ibu dari pacar pura-puranya. Dia harus terlihat tidak memalukan.
Taylor berjalan menuju ke pintu dan baru membukanya secara perlahan saat Harry malah mendorong pintu dan masuk ke dalam begitu saja. Harry menutup pintu sebelum akhirnya, menatap ke arah Taylor. Harry menganga melihat penampilan Taylor. Terlihat sangat cantik dan berbeda. Taylor mengernyit.
"Apa kau akan terus menerus menatapku seperti itu?" tanya Taylor, memasang wajah malas-malasan. Harry tersadar dari lamunannya sesaat akan Taylor. Harry menarik nafas. "Aku akan mengganti perjanjian kita dengan perjanjian yang baru." Harry berkata, matanya masih terpukau akan kecantikan Taylor.
"Kenapa?" tanya Taylor, melipat tangan di depan dada.
"Karena aku mengatakan demikian. Perjanjian di ubah. Kau tak perlu lagi berakting sebagai pacarku. Kau harus menikah denganku. Benar-benar menikah." Taylor menganga mendengarkan ucapan Harry tersebut. Taylor menggelengkan kepala. "Tidak, tidak. Terima kasih. Aku tak mau menikah denganmu!"
"Kau siap melihat orangtuamu berada di jalanan karena didepak oleh orang-orang yang memberikan hutang kepada mereka?" tanya Harry. Taylor diam. Harry berjalan mendekatinya. Taylor berjalan mundur hingga punggung gadis itu menyentuh dinding di belakangnya. Harry menyeringai sebelum mengunci pergerakan Taylor.
"Taylor, bukankah aku sudah mengatakan padamu berkali-kali? Aku yang akan mengontrol segalanya. Sekarang, aku ingin kau bersedia untuk menikah denganku. Kau harus menjadi istriku." Taylor menggelengkan kepala. "Kau tidak bisa menikah dengan orang yang tidak mencintaimu dan tidak kau cintai!"
Harry tersenyum. "Apa kau lupa jika aku pernah berkata padamu jika aku akan belajar mencintaimu? Kau juga harus melakukan hal yang sama, Taylor." Harry berujar sarkastik. Taylor menggelengkan kepalanya. "Aku tidak mau. Aku akan membatalkan perjanjian itu!" Harry memutar bola matanya dan kembali menyeringai.
"Kalau begitu, aku memberimu waktu hingga besok untuk mengembalikan uang yang sudah kukirimkan ke ayahmu untuk membayar hutangnya dua hari lalu. Jumlahnya 150.000 pounds. Aku minta, sebelum jam masuk kantor, uang itu sudah berada di mejaku." Ancaman Harry terdengar jauh lebih tajam. Taylor memicingkan matanya. "Ka-kau sudah mengirimkan uang ke ayahku?"
Harry menganggukkan kepala. "Baru seperempatnya. Masih beberapa ratus ribu pounds yang orangtuamu butuhkan untuk melunasi hutang-hutang mereka." Harry menjelaskan. Taylor memejamkan mata. Membayangkan bagaimana orangtuanya bisa mengumpulkan uang sebegitu banyak untuk melunasi semua hutang mereka? Kenapa orangtuanya harus merahasiakan semua ini dari Taylor?
Taylor membuka matanya. Iris hijau Harry terlihat sangat indah dari dekat dan Taylor baru menyadari hal itu
"Perjanjian di buat. Tapi, boleh aku meminta sesuatu?" tanya Taylor ragu-ragu. Harry tersenyum tipis. "Aku akan menuruti semua permintaanmu." Taylor menganggukkan kepala. "Jika kita menikah nanti, aku tak mau satu kamar denganmu. Seperti yang sudah kukatakan jauh-jauh hari sebelum ini, aku tak akan mencintaimu."
*****
"Taylor!"
Anne terlihat sangat senang saat Taylor dan Harry sampai di kediaman Styles. Anne berhambur memeluk Taylor dan Harry mulai berjalan menuju ke meja makan, mengabaikan pertemuan dua wanita itu.
Taylor tersenyum. Anne sangat baik padanya. Taylor tidak mungkin bersikap buruk pada Anne. Anne layak diperlakukan dengan baik oleh Taylor.
"Apa kabar, Mrs-maksudku, Mom? Sudah lebih dari seminggu aku tak melihatmu," Taylor berujar ramah. Anne merangkulnya menuju ke meja makan sambil menjawab, "masih di sini. Melakukan hal-hal membosankan."
Mata Taylor menangkap kehadiran orang lain di meja makan. Itu adalah Zayn. Zayn memperhatikan Taylor dan sebuah senyuman muncul di wajah Dewa Yunani-nya. Taylor menarik kursi di samping Harry dan Zayn mengedipkan satu matanya kepada Taylor. Harry melihat itu semua dan Harry memutar bola matanya.
"Zayn, ini Taylor dan Taylor, itu Zayn." Harry memperkenalkan Zayn dan Taylor dengan malas-malasan. Zayn tersenyum lebar kepada Taylor sambil bertanya, "senang bertemu denganmu, Taylor. Kau sangat cantik. Apa kau mantan model?" Taylor terkekeh dan menggelengkan kepala. "Tidak. Aku tak pernah dan tak berminat sedikitpun menjadi model."
"Kau sempurna. Sebuah kehormatan bisa melihat dan bicara denganmu," Taylor kembali terkekeh mendengar ucapan Zayn yang terlalu berlebihan. Harry menghela nafas. "Berhenti menggoda Taylor, Zayn. Jadilah anak baik. Kita berada di ruang makan saat ini." Harry berujar sinis. Zayn tak menghiraukannya. Zayn malah bertopang dagu sambil terus memperhatikan Taylor. Taylor yang mulanya biasa saja, mulai merasa risih.
Mereka pun makan malam bersama.
*****
Taylor memasang wajah serius saat mendengarkan cerita Anne tentang keluarganya. Taylor menaruh simpati akan cerita Anne. Mereka berdua masih duduk di ruang makan saat Zayn dan Harry memutuskan untuk mengobrol di tepi kolam renang.
"...semenjak itulah, Harry menjadi seorang pekerja keras. Dia ingin membuktikan jika bukan pria yang hanya dapat menerima tanpa mampu mengubah. Harry pria yang keras kepala. Saat dia menginginkan sesuatu, dia harus mendapatkan sesuatu itu. Apapun caranya." Anne tersenyum dan Taylor berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepala untuk setuju.
"Apa Harry pernah membawa gadisnya, sebelum aku, ke rumah ini?" Taylor bertanya ragu-ragu. Anne tersenyum tipis dan menggelengkan kepala. Dia menyandarkan tangannya di atas kepala Taylor, mengelus lembut rambut blonde gadis itu.
"Kau yang pertama, Taylor. Sebelumnya, Harry tak pernah memperkenalkan gadis manapun pada satupun anggota keluarganya. Harry sangat tertutup soal hubungan percintaannya." Anne menjawab santai. Taylor kembali mengangguk. Setidaknya, mendengar cerita dari Anne, Taylor mulai lebih mengerti kehidupan seperti apa yang Harry jalani.
*****
"Man, she's beautiful!"
Harry memutar bola matanya mendengar komentar Zayn tentang Taylor. Tanpa Zayn mengatakan hal itu, Harry juga sudah tahu sendiri jika Taylor memang cantik. Harry tidak buta. Matanya masih dapat melihat dengan jelas. Siapa pria bodoh yang mengatakan jika dia tidak cantik?
"Jika kau tidak mau dengannya, biarkan aku yang menggantikan posisimu. Aku bersedia. Sangat bersedia." Zayn kembali berujar dan Harry menatapnya sinis. "Kuharap kau masih ingat jika kau punya gadis di luar sana." Zayn terkekeh dan menatap ke arah bintang-bintang di langit. Dia dan Harry duduk di kursi kayu yang berada di tepi kolam renang besar milik keluarga Styles.
"Aku hanya bercanda, Styles. Aku sadar aku sudah punya Bella. Aku cukup bersyukur akan kehadiran dia dalam hidupku." Zayn tersenyum lebar, menunjukkan gigi-gigi putih bersihnya. Harry tersenyum miring. "Aku bingung, bagaimana bisa kau mendapatkan Bella. Maksudku, dia terlalu baik untuk pria bajingan sepertimu."
Zayn terkekeh mendengar ucapan Harry. "Kau tahu, Harry? Tuhan menciptakan segala sesuatu secara adil dan seimbang. Kau tahu sendiri jika Bella gadis baik-baik dan aku adalah pria yang bajingan. Aku dan Bella seimbang, kan?" Zayn mengangkat sebelah alisnya, senyum bangga menghiasi bibirnya.
Harry diam dalam pikirannya. Zayn benar. Zayn dan Bella memang sangat berbeda. Makanya mereka bersama. Karena Tuhan membuat mereka untuk saling melengkapi satu sama lain. Mereka dapat menyeimbangkan satu sama lain.
Hei, bukankah Harry dan Taylor juga dua orang yang sangat berbeda?
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
FanfictionMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.