"Aku tak mengerti jalan cerita film itu," Harry berkomentar, setelah film yang dia dan Taylor tonton selesai. Taylor mengernyitkan dahinya. "Tak mengerti bagaimana?" tanya Taylor heran. Harry mengedikkan bahunya. "Aku tak mengerti semua jalan ceritanya. Sudahlah. Jangan dibahas lagi."
Harry bangkit dari sofa dan melihat ke arah jam yang tergantung di dinding. Harry menoleh ke arah Taylor yang tengah mematikan laptopnya. "Kau punya waktu lima belas menit untuk makan siang dan setelah itu, kembali lagi ke sini."
Taylor membulatkan matanya. "Apa? Hanya lima belas menit? Tapi, biasanya, aku istirahat hampir satu jam penuh." Taylor menutup laptopnya.
"Lihat jam berapa sekarang." Taylor melihat ke arah jam dan mendengus kesal. Sudah pukul 12.45. Itu berarti, Taylor sudah melewatkan empat puluh lima menit waktu istirahatnya hanya untuk menonton film bersama Harry.
"Aku janji makan siang bersama Liam. Astaga, aku lupa. Kenapa kau tak mengingatkanku tadi?" Tanya Taylor.
"Kau janji makan bersama Liam?" Harry bertanya, mengangkat sebelah alisnya. Taylor menganggukkan kepala. "Dia satu-satunya temanku di kantor ini. Well, aku harus pergi. Semoga dia masih ada di kafetaria. Sampai bertemu nanti, Harry." Taylor bergegas menuju ke pintu dan berjalan ke luar dari ruangan Harry, sebelum sempat Harry berkomentar apapun.
Pintu ruangan Harry memang di atur supaya bisa terbuka dari dalam oleh siapapun, tidak dari depan oleh sembarang orang.
*****
Taylor berjalan memasuki kafetaria dan menatap sekelilingnya. Taylor tersenyum saat mendapati Liam yang tengah duduk di meja tempat dia dan Taylor biasa makan siang bersama. Tanpa basa-basi, Taylor menghampiri Liam dan menarik kursi di hadapan Liam. Membuat Liam yang awalnya tengah melamun, menoleh ke arahnya.
"Hai, Taylor." sapa Liam. Sebuah senyuman muncul di bibirnya.
"Hai, Liam. Maaf membuatmu menunggu." Ujar Taylor. Liam menganggukkan kepala. "Tak apa-apa, Taylor." Liam melipat tangan di atas meja. Matanya masih menatap ke arah Taylor sambil mulai bertanya, "apa yang akan kau pesan?"
Taylor mengernyitkan dahinya mendengar pertanyaan Liam. "Apa kau sudah makan siang?" tanya Taylor memastikan. Liam menggelengkan kepala. "Tentu saja belum. Bukankah kita berjanji untuk makan siang bersama? Aku akan makan siang jika kau juga makan siang denganku."
"Jam istirahat sebentar lagi habis, Liam. Seharusnya kau makan terlebih dahulu, tak perlu menungguku. Aku tahu, kau pasti lapar setelah bekerja." Taylor meraih daftar menu dan matanya melihat satu per satu menu yang ada di sana.
"Begitupun kau." Liam menimpali ucapan Taylor tadi. Taylor melirik sekilas ke arah Liam dari daftar menu yang ada di hadapannya. Liam tengah tersenyum kepadanya. Taylor menghela nafas. Senyuman Liam selalu terlihat tulus. Padahal, awalnya, Taylor mengira Liam akan sama saja seperti Harry tapi, fakta berkata lain. Liam dan Harry adalah dua orang yang sangat berbeda. Mereka seratus delapan puluh derajat berbeda.
Taylor meletakkan daftar menunya di atas meja. "Aku ingin memesan sushi. Apa yang akan kau pesan Liam?" tanya Taylor.
"Samakan saja." Liam menjawab dengan cepat. Taylor menganggukkan kepala dan bangkit dari kursinya, berjalan untuk memesan makanan. Liam terus memperhatikan Taylor, sampai Taylor berjalan kembali dan duduk di kursinya.
"Hei, Liam. Aku belum mengucapkan terima kasih karena kau sudah menemaniku kemarin. Maaf jika aku pergi begitu saja. Aku tahu aku tak seharusnya melakukan hal itu. Maafkan aku dan terima kasih telah meluangkan waktu untuk menemaniku." Taylor berujar panjang lebar, memecah keheningan.
Lagi-lagi, senyuman dari bibir Liam muncul. Liam menganggukkan kepala. "Aku mengerti, Taylor. Tenang saja. Aku juga harus mengucapkan terima kasih karena kau membuat hari Mingguku jauh lebih berarti." Taylor balas tersenyum. Kemudian, keduanya saling diam, dalam pikiran masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
Fiksi PenggemarMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.