Harry bangun pagi-pagi sekali dan cukup terkejut saat menyadari jika dia tertidur di ranjang Taylor, dengan Taylor yang tertidur pulas di pelukannya. Harry menatap wajah tertidur Taylor yang terlihat sangat polos dan tenang. Sebuah senyuman muncul di bibir Harry.
Harry menggerakkan tangannya, mengelus lembut pipi Taylor hingga Taylor terbangun dari tidurnya. Taylor menggeliat lembut sebelum diam dan beralih menatap Harry. Keduanya saling tatap dalam kediaman sebelum akhirnya, Taylor menarik diri dari Harry dan membulatkan matanya.
"Apa yang kau lakukan di kamarku?!" Taylor bertanya histeris, seraya menarik selimut untuk menutupi tubuh yang sebenarnya masih berpakaian lengkap. Harry memutar bola matanya dan beranjak dari ranjang Taylor. Harry berjalan menuju ke jendela dan membuka jendela itu secara perlahan, mengizinkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar Taylor.
"Seharusnya kau berterima kasih padaku. Kau tertidur saat aku memelukmu, mencoba menenangkanmu. Aku tak tega membangunkanmu makanya, aku memutuskan untuk bermalam di sini." Harry menjelaskan, dengan tatapan yang tertuju pada luar jendela kamar Taylor. Taylor menggigit bibir bawahnya. "Ka-kau tidak melakukan sesuatu padaku, kan?" Taylor bertanya ragu-ragu.
Harry memejamkan mata, benar-benar menahan tawa. Astaga, bagaimana bisa Taylor berpikiran seperti itu? Bukankah dia masih jelas melihat jika dirinya dan juga Harry masih berpakaian lengkap saat bangun tidur tadi?
"Aku tak berminat denganmu, Blondie. Tubuhmu tak berbentuk sama sekali. Seperti lidi." Harry berkata datar, setelah berhasil mengendalikan tawanya yang akan pecah. Taylor mengerucutkan bibirnya. "Tubuhku tidak rata seperti lidi!" Taylor membela diri. Harry akhirnya menoleh ke arah gadis itu dengan alis yang terangkat ke atas.
Seringaian muncul di bibir Harry. "Buktikan padaku, jika tubuhmu tidak rata seperti lidi." Harry menantang, melipat tangan di depan dada. Pipi Taylor memerah dan gadis itu menundukkan kepala. Harry lagi-lagi harus mengontrol diri supaya tidak tertawa. Taylor benar-benar gadis yang menggemaskan dan terlalu polos.
"Bersihkan tubuhmu, Taylor. Aku menunggumu di mobil. Kita harus pergi ke kantor." Perintah Harry sebelum berjalan ke luar dari kamar Taylor, meninggalkan Taylor yang wajahnya masih memerah.
*****
Sepanjang perjalanan menuju ke Styles Enterprise, Taylor dan Harry hanya diam dengan pikiran masing-masing. Taylor sibuk menatap ke luar kaca mobil sementara Harry fokus menyetir. Suasana di dalam mobil sangatlah sepi dan tenang.
Akhirnya, mobil Harry berhenti tepat di halaman parkir Styles Enterprise. Harry dan Taylor ke luar dari mobil tanpa berkata apapun. Harry berjalan di depan sementara Taylor mengekori dari belakang. Beberapa karyawan menunduk dan menyapa saat Harry memasuki gedung Styles Enterprise. Harry mengabaikan sapaan itu sedangkan, Taylor sebaliknya. Taylor balas menyapa dengan nada sangat ceria.
Setelah menaiki lift, Harry dan Taylor sampai di lantai 13, ruang kerja Harry. Baru ke luar dari lift, mereka berdua sudah berpapasan dengan Liam yang sepertinya hendak menggunakan lift.
Liam tersenyum lebar kepada Taylor dan memberikan senyuman tipis kepada Harry. "Selamat pagi, Harry. Selamat pagi, Taylor." sapa Liam. Harry melirik Liam sekilas sebelum melangkah melewati Liam begitu saja, menuju ke kantornya, sementara Taylor masih diam di hadapan Liam sambil membalas, "selamat pagi, Liam."
"Ada banyak yang ingin kubicarakan denganmu tapi, sepertinya, aku akan membicarakannya nanti, saat makan siang. Sampai bertemu makan siang nanti, Taylor." Liam mengedipkan satu matanya kepada Taylor sebelum masuk ke dalam lift. Taylor terkekeh dan berjalan menuju ke ruangan Harry.
Taylor baru hendak meletakkan tangannya pada knop pintu ruangan Harry saat pintu ruangan tersebut terbuka secara otomatis. Taylor mengeryit dan segera masuk ke dalam. Harry terlihat tengah duduk di kursinya. Pintu pun tertutup secara otomatis lagi.
"Wow." Taylor berdecak kagum sebelum berjalan mendekati Harry.
"Apa yang harus kukerjakan hari ini?" Tanya Taylor tanpa basa-basi, nadanya terdengar sangat ceria. Harry mengalihkan perhatiannya ke Taylor. Harry melipat tangan di atas meja. "Apa yang mau kau kerjakan?" tanya Harry yang membuat Taylor mengernyitkan dahi.
"Kau atasan di sini. Aku melakukan apapun, sesuai intruksimu." Taylor melipat tangan di depan dada, memicingkan matanya. Harry memijat dahinya dan terlihat tengah berpikir. "Aku tak tahu apa yang harus kuintruksikan padamu." ujar Harry. Taylor memutar bola matanya. "Ayolah! Berikan aku pekerjaan! Aku bisa melakukan apapun. Aku tak mau diam saja di sini!"
Harry kembali berpikir. "Sejujurnya, aku sangat lelah karena berkeliling di festival kemarin jadi, aku juga tak tahu apa yang harus kukerjakan. Beberapa laporan baru akan diberikan padaku besok. Jadi, bisa dikatakan, hari ini, aku tak mempunyai pekerjaan apapun, begitupun kau."
"Kalau tahu begini, lebih baik aku tetap berada di apartemen daripada harus berada di sini tapi, tak melakukan apapun." Taylor mengerucutkan bibirnya.
"Kau tak akan mendapat bayaran dengan hanya diam di dalam apartemenmu. Tapi, jika kau diam di sini, kau akan tetap mendapat bayaran." Taylor menganggukkan kepala mendengarkan ucapan Harry tersebut. Taylor berjalan menuju ke sofa tempatnya biasa bekerja sebelum akhirnya, mengeluarkan laptop dari tas yang dia bawa.
Taylor menyalakan laptopnya dan mencari folder yang berisikan film-film terbaru yang dia download beberapa hari lalu. Taylor meletakkan laptop tersebut di atas meja sebelum duduk tenang di sofa, dengan tatapan serius ke arah layar laptop, menonton film berjudul The Fault Is In Our Stars.
Harry memperhatikan Taylor dengan alis yang saling bertautan. "Apa yang kau lakukan?" tanya Harry penasaran, tanpa beranjak dari tempatnya.
"Menonton film." Taylor menjawab tenang, matanya masih menatap fokus layar laptopnya.
"Film apa?" tanya Harry lagi.
"The Fault Is In Our Stars." Jawab Taylor.
"Apakah aku sudah memberimu izin untuk menonton film itu?" Harry bertanya seraya bangkit berdiri dan menghampiri Taylor.
"Aku tak pernah meminta izin padamu, Harry dan sepertinya, aku tak butuh izin darimu, mengingat tak ada hal yang dapat kulakukan saat ini dan kau juga tak tahu apa yang harus kau perintahkan kepadaku, kan?" Taylor menjawab tanpa rasa takut sedikitpun. Taylor tahu Harry sudah berdiri di sampingnya dan Taylor tak peduli. Yang jelas, dia ingin mendapatkan pekerjaan saat ini. Jika Harry tak kunjung memberinya pekerjaan, jangan salahkah Taylor jika inilah pekerjaan yang Taylor lakukan. Menonton film.
Tanpa di duga-duga, Harry malah ikut duduk di samping Taylor, matanya juga tertuju pada layar laptop Taylor. Taylor menoleh sekilas ke arah Harry yang terlihat sangat fokus menatap ke layar laptop Taylor.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Taylor.
"Menonton film juga. Mengingat aku juga tak punya pekerjaan yang harus kukerjakan hari ini." Harry menjawab dan Taylor membulatkan matanya sebelum tersenyum lebar. "Aku pikir, kau tak akan mau menonton film drama romantis seperti ini." Taylor melipat tangan di depan dada. Harry mengedikkan bahu dan mulai menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Matanya masih terfokus pada layar laptop.
"Bisakah kau menaikkan volume suara laptopmu? Aku tak dapat mendengar apa yang mereka katakan." perintah Harry. Taylor terkekeh dan menurut. Taylor menaikkan volume suara laptopnya.
Taylor melirik sekilas ke arah Harry. Taylor tak percaya jika Harry punya minat pula untuk menonton film dramatis seperti ini, bersamanya. Melupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
FanfictionMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.