#48 : Goodbye

6.4K 628 23
                                    

Pemuda berambut keriting kecokelatan itu terbangun dari tidurnya. Harry bangkit dan duduk di tepi ranjang, meraih ponsel yang ada di atas meja. Ada beberapa pesan masuk di sana dan melihat nama pengirim dari pesan-pesan tersebut, Harry segera meletakkan kembali ponselnya di atas meja.

Harry masih memikirkan kejadian kemarin yang terjadi di antara Taylor dan dirinya. Taylor mengusir Harry dari apartemennya. Taylor terlihat sangat marah dan kecewa pada Harry. Ini untuk pertama kalinya melihat Taylor seperti itu dan Harry benar-benar merasa cemas pada keadaan gadis itu.

Setelah berpikir semalaman, Harry menyadari kesalahannya. Dia mengaku, dia memang menyembunyikan banyak hal dari Taylor, termasuk soal Liam. Sepertinya, Taylor sudah tahu jika Liam tidak lagi bekerja di Styles Enterprise dan Taylor marah karena Harry tak memberitahu Taylor tentang hal ini, mengingat kedekatan Taylor dengan Liam.

Harry beranjak dari ranjangnya dan berjalan menuju ke washtafel. Harry membasahi wajahnya dengan air keran sebelum menatap pantulan dirinya di cermin. Harry tersenyum tipis, melihat dirinya yang sangat kacau. Ada kantung mata di wajahnya, di tambah lagi, kulitnya memucat. Pasti karena tak bisa tidur semalaman.

Harry kembali menuju ke kamarnya dan meraih ponsel. Dia menekan nomor Taylor dan menunggu beberapa saat namun, tak terdengar balasan dari gadis itu. Harry terus menghubungi Taylor, seraya mengambil kunci mobilnya dan berjalan ke luar dari kamar hotel tempatnya menginap selama beberapa hari belakangan.

"Taylor, angkat panggilanku," gumam Harry, benar-benar cemas.

Langkah Harry terhenti di samping mobil Range Rover hitamnya. Harry segera masuk ke dalam mobil. Harry melempar ponselnya secara asal ke dalam mobil, sebelum melajukan mobil itu dengan sangat cepat.

Tak butuh waktu lama, mobil Harry sudah berhenti tepat di tempat parkir apartemen Taylor. Harry segera ke luar dari mobil dan berjalan menuju ke apartemen Taylor, dengan tergesa-gesa. Dalam hati, Harry berharap semoga Taylor sudah memaafkannya. Harry mana bisa bertahan satu hari saja, didiamkan oleh Taylor.

Sesampainya di depan pintu apartemen Taylor, Harry segera mengetuk pintu, sambil memanggil, "Taylor, ini aku, Harry." Namun, sudah beberapa kali ketukan, tak ada balasan sama sekali. Harry semakin cemas dan mengeluarkan ponselnya. Harry mencoba menghubungi Taylor dan lagi-lagi, tak ada balasan sama sekali.

"Sial," Harry mengumpat dan memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Harry kembali mengetuk pintu Taylor sambil berkata, "Taylor, dengar, aku tahu apa salahku. Aku minta maaf. Aku akan menceritakan segalanya padamu, asalkan kau membuka pintu sialan ini. Ayolah, Tay. Aku minta maaf." Harry kembali mengetuk pintu berkali-kali tapi, tak ada balasan.

"Maaf, Sir," perhatian Harry teralihkan saat melihat seorang cleaning service tengah berdiri di belakangnya. Cleaning service pria itu tersenyum ramah kepada Harry sebelum berkata, "apartemen ini baru saja di kosongkan beberapa jam yang lalu."

Harry membulatkan matanya. "Apa? Dikosongkan?" Harry bertanya tak percaya. Cleaning service itu menganggukkan kepala. "Miss. Swift sudah pergi sejak sekitar 3 jam yang lalu, membawa beberapa koper dan tasnya. Dia bilang, dia sudah tak tinggal lagi di apartemen ini."

Harry mencelos. Apa-apaan? Taylor pergi tanpa berpamitan sama sekali padanya. Taylor pergi tanpa memberitahu Harry sama sekali. Taylor pergi tanpa mau mendengarkan penjelasan Harry.

"Apa kau tahu ke mana dia pergi?" tanya Harry setelah mencoba mengatasi perasaan bergejolak dalam dirinya.

"Miss. Swift bilang, dia akan kembali ke keluarganya." Dan setelah mendengar jawaban itu, Harry berjalan cepat meninggalkan area apartemen tersebut. Harry berjalan menuju ke mobilnya dan melajukan mobil itu menjauh.

Harry memukul stir mobilnya berkali-kali. Wajah pria itu terlihat sangat terpukul dan depresi. Harry memutuskan untuk melajukan mobilnya ke bandara. Harry sangat berharap, semoga pesawat penerbangan ke Nashville belum akan berangkat. Harry tak mau Taylor pergi. Harry tak akan pernah membiarkan Taylor pergi.

"Kau berjanji kau tidak akan meninggalkanku, Tay." Harry berujar penuh penekanan. Raut wajahnya benar-benar kacau. Dia terlihat sangat hancur, hanya karena seorang Taylor Swift.

Harry membunyikan klakson berkali-kali saat sebuah mobil truck menghalangi laju mobilnya. Truck itu berjalan normal tapi, tetap saja, Harry sangat buru-buru. Sialnya, truck itu sangat besar dan mobil Harry tak bisa menyalip ke manapun. Bandara sudah sangat dekat. Harry mulai semakin tak karuan.

Di saat bersamaan, tiba-tiba saja ponsel Harry bergetar. Harry baru mengangkat panggilan tersebut saat dia benar-benar terjebak di lampu merah. Lampu merah sialan, umpat Harry. Harry tak tahu sudah berapa kali dia mengumpat. Padahal, Harry bukan pria yang seperti itu.

Harry meraih ponselnya dan tanpa melihat nama yang tertera di sana, ternyata bukan panggilan masuk, melainkan sebuah voicemail. Harry membuka voicemail itu, tanpa sabaran namun, saat mendengar suara yang terdengar, Harry tercekat.

"Harry, ini aku Taylor. Aku hanya ingin...aku tak tahu harus berkata apa. Terima kasih sudah menolong keluargaku. Terima kasih sudah menjadi atasan yang baik untukku. Terima kasih sudah mengajariku banyak hal. Terima kasih sudah...mencintaiku dan membiarkanku mencintaimu. Aku selalu berkhayal kau dan aku bisa menuju ke hubungan yang benar-benar serius. Aku ingin membangun keluarga kecil bersamamu. Tapi, semakin aku berkhayal, semakin aku tahu kenyataannya. Kenyataan bahwa kau dan aku sangat berbeda. Dunia kita benar-benar berbeda."

Harry dapat mendengar suara Taylor yang tengah mengambil nafas. Taylor pasti nyaris menangis saat membuat voicemail ini.

"Kau terlalu sempurna untukku dan aku tak pantas untukmu. Kuharap, kau menemukan gadis lain yang jauh lebih baik daripadaku. Sekali lagi, terima kasih atas segalanya. Aku pergi dan aku harap, kau bisa menerima keputusanku. Selamat tinggal. Aku..aku mencintaimu."

Voicemail itu berakhir dan Harry menatap ke jalan dengan tatapan kosong. Klakson mobil di belakang Harry mulai menyadarkan Harry dan membuat Harry kembali melajukan mobilnya. Kali ini, Harry tidak melajukan mobilnya ke bandara. Dia tahu, dia sudah sangat terlambat. Taylor pasti sudah pergi. Benar-benar pergi.

*****

Anne terkejut saat mendengar bunyi cukup keras akibat pintu yang terbuka. Anne berjalan menuju ke pintu rumahnya dan mendapati Harry yang berdiri di sana, menundukkan kepala. Wajahnya terlihat benar-benar memilukan. Wajahnya memerah.

"Harry, apa yang terjadi?" tanya Anne, berjalan mendekati Harry. Harry mengangkat wajahnya dan tersenyum sinis, membuat Anne menghentikan langkahnya. Dia berdiri tak jauh dari Harry.

"Puas? Keinginanmu tercapai," Harry berujar sarkastik.

"Keinginan apa? Apa maksudmu?" tanya Anne, tak mengerti.

Harry tertawa sinis sebelum menatap Anne tajam. "Kau tahu? Taylor meninggalkanku. Dia kembali ke keluarganya dan mengakhiri semuanya. Dia meninggalkanku, dia meninggalkanku." Harry menggeleng-gelengkan kepala, seperti orang depresi. Anne membulatkan matanya. Dia belum pernah melihat Harry sehancur ini. Saat ayahnya meninggal, Harry tidak sedepresi ini.

"Harry,"

Anne berjalan mendekat dan hendak menyentuh pundak Harry namun, Harry segera mengelak. Harry berjalan melewati Anne, memasuki rumah mewahnya begitu saja. Anne menatap punggung Harry yang menjauh.

Sungguh, Anne tak pernah melihat Harry sehancur ini.

No ControlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang