Harry menghentikan mobilnya tepat di depan area apartemen Taylor. Harry menoleh ke arah Taylor yang ternyata tengah menatapnya. Senyuman muncul di bibir Harry. "Aku akan menjemputmu besok." Ujar Harry. Taylor balas tersenyum dan menganggukkan kepala. "Kuharap, kau datang tepat waktu. Aku tak suka menunggu," ujar Taylor lembut.
Harry bergerak mendekat dan mendaratkan kecupan singkat di pipi Taylor. Membuat Taylor berhenti bernafas sesaat.
"Istirahat yang cukup. Jangan tidur terlalu malam dan semoga kau mendapat mimpi yang indah," kata Harry. Taylor mengangguk gugup. "Ya. Kau juga. Sampai bertemu besok," Taylor melambaikan tangan sebelum membuka pintu mobil Harry dan ke luar dari mobil Harry.
Taylor melambaikan tangan kembali, sampai Harry melajukan mobilnya menjauhi area apartemen Taylor. Setelah Harry pergi, Taylor masih berdiri di sana, membeku. Taylor memejamkan matanya. Tangannya secara lembut menyentuh pipi yang tadi dikecup oleh Harry. Senyuman muncul di bibir Taylor.
"Mimpiku pasti indah," Taylor terkekeh sebelum melangkahkan kaki memasuki apartemennya.
Dalam waktu kurang dari tiga puluh menit, mobil Harry sudah kembali terhenti di depan kediamannya yang megah. Harry ke luar dari mobil dan beberapa orang pelayan sudah menyambutnya. Harry mengabaikan pelayan-pelayan itu dan berjalan memasuki rumahnya begitu saja.
Sesampainya di ruang keluarga, Harry sudah menemukan Ibunya, Anne yang tengah duduk tenang, dengan majalah yang ada di tangannya. Harry berjalan mendekati Ibunya. Belum benar-benar dekat, Anne berujar, "sudah pulang, Harry?"
Harry menghentikan langkahnya sejenak sebelum berjalan kembali mendekat. Harry memeluk Ibunya singkat sambil mendaratkan kecupan di pipi Ibunya. "Baru saja pulang, Mom. Kau menghubungiku siang tadi?" tanya Harry, seraya duduk di samping Anne. Anne mengangguk dan meletakkan majalah yang tadi di bacanya di atas meja.
"Aku menghubungimu tadi siang dan kau tidak membalas apapun. Ke mana saja kau?" tanya Anne, mengangkat satu alisnya.
"Tidak ke manapun. Aku sibuk bekerja, Mom," jawab Harry santai.
"Bekerja atau bermesraan dengan Taylor?" Anne bertanya kembali dan membuat Harry memicingkan matanya. Harry baru berniat untuk buka suara saat Anne menatapnya tajam dan berkata tegas, "Harry, aku sudah tahu semuanya."
Harry menganga sejenak. "Tahu semuanya? Semuanya apa?" tanya Harry tak mengerti.
"Tentang kau dan Taylor." Anne menekankan. Harry diam sebelum menganggukkan kepalanya. "Kau mau mendengarkan penjelasanku?" tanya Harry, memohon. Anne memejamkan mata. Dia tak mau marah pada Harry dan dia tahu jelas jika Harry harus selalu mendapatkan apa yang dia inginkan.
"Jelaskan," Anne berujar pada akhirnya.
"Aku dan Taylor, baiklah. Awalnya, hubungan kami adalah bos dan asisten pribadi. Dia asisten pribadiku yang baru setelah yang sebelumnya mengundurkan diri karena tak tahan atas pekerjaan yang kuberikan padanya." Harry mengambil nafas dan meneruskan kembali.
"Aku memaksa Taylor untuk berpura-pura menjadi kekasihku, supaya kau membatalkan rencana perjodohanku dengan anak temanmu itu. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, aku jatuh cinta padanya dan sekarang, aku dan Taylor benar-benar menjadi sepasang kekasih. Bukan pura-pura lagi." Harry menjelaskan dengan penuh keseriusan.
Anne mengangguk mengerti. "Lalu, sudah berapa banyak uang yang kau ke luarkan untuk gadis itu?" tanya Anne. Harry menahan nafas. Dari mana Ibunya tahu tentang uang itu? Setahu Harry, masalah Harry yang memberikan uang kepada orangtua Taylor hanya diketahui oleh Harry, Taylor dan orangtuanya tentu saja.
"Aku...aku tak tahu. Taylor berjanji dia akan menggantinya. Dia bekerja di perusahaan dan berkata jika dia rela digaji hanya seperempat bagian sedangkan, tiga perempatnya akan dia gunakan untuk mencicil semua yang sudah kukeluarkan untuknya." Harry menjelaskan. Anne diam. Raut wajahnya kurang bersahabat.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
FanfictionMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.