Taylor,
Harry sudah melunasi semua hutangku dan kau tahu, dia memberikanku sejumlah uang untuk membangun ulang restoran kita. Dia memberi, Taylor, bukan meminjamkan. Asal kau tahu saja, yang dia beri sangat banyak dan bermanfaat untuk membangun ulang segalanya. Aku tak tahu apa yang sudah kau lakukan di sana, dengannya tapi, kau sangat berjasa bagi keluarga kita. Kau penyelamat keluarga. Kami sangat mencintaimu.
PS: Kau harus bersiap untuk mengurus restoran kita di sini, Taylor. Keluarga kita akan kembali berkumpul, sebentar lagi.Taylor memejamkan mata membaca email yang dikirimkan ayahnya itu. Sekarang, Taylor merasa sangat bersalah. Taylor memang tak pernah setuju dengan ucapan ayahnya untuk mempergunakan Harry tapi, secara tak langsung, Taylor melakukan hal itu. Taylor memperalat Harry. Taylor membuat Harry mau memberikan apapun kepadanya.
Taylor menutup laptopnya dan menatap ke arah jam yang tergantung di dinding kamarnya. Sudah pukul 7 malam dan Harry belum juga datang. Padahal, Harry berjanji akan menjemputnya pukul 7. Apa dia telat? Sangat jarang seorang Harry Styles terlambat. Ya, kecuali jika harus berangkat ke kantor, dia selalu telat. Ralat, dia tidak telat. Dia memang tak punya waktu pasti untuk datang ke kantor.
Tak lama kemudian, terdengar suara ketukan pintu. Taylor yang sudah rapih sedari tadi segera meraih tasnya dan berjalan ke luar menuju ke pintu, membukanya secara perlahan. Saat pintu terbuka, hal pertama yang dilihatnya adalah senyuman manis seorang Harry Styles. Senyuman yang sangat jarang diberikan kepada orang lain namun, Taylor sangat sering melihatnya.
"Selamat malam," sapa Harry setelah keduanya bertatapan selama beberapa detik. Taylor menarik nafas dan balas menyapa, "selamat malam."
"Siap untuk pergi?" tanya Harry, tanpa berbasa-basi, seperti biasa.
"Yeah," jawab Taylor seraya tersenyum.
Harry mengulurkan tangannya di hadapan Taylor. Awalnya, Taylor ragu-ragu namun, akhirnya Taylor meraih tangan Harry pula, membiarkan Harry menggenggam tangannya erat. Tangan Harry memancarkan kehangatan bagi Taylor.
"Kau terlambat sekitar lima belas menit, Mr. Styles." Taylor memecahkan keheningan, saat keduanya sudah sampai di dekat mobil Range Rover hitam milik Harry. Harry mengangguk. "Maaf. Aku harus ke kantor sebentar untuk menandatangani beberapa berkas sebelum pergi ke apartemenmu."
Harry membukakan pintu mobil untuk Taylor dan Taylor segera masuk ke dalam mobil. Tak lama kemudian, Harry masuk ke dalam mobil dan mulai melajukan mobil. Hening kembali menemani mereka. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai Taylor memutuskan untuk memecah keheningan.
"Jika kau sibuk, sebenarnya, kau hanya perlu mengirimkan pesan kepadaku jadi, aku bisa pergi ke rumahmu sendiri dan kau bisa langsung pulang ke rumah, tanpa menjemputku terlebih dahulu," Harry menoleh sekilas kepada Taylor sebelum menggelengkan kepala. "Siapa bilang kita akan ke rumahku?"
Taylor mengernyit. "Jadi, kita tak akan ke rumahmu?" tanya Taylor, terkejut. Harry kembali menggeleng. "Tentu saja tidak. Ibuku tengah berada di Chesire, menemui keluarga di sana."
"Kenapa kau tidak menemani Ibumu?" tanya Taylor.
"Karena dia tak mau ditemani dan aku masih punya banyak keperluan di sini." jawab Harry santai.
"Selesaikan keperluanmu dulu, kalau begitu, sebelum mengajakku pergi ke luar," Taylor berkata tegas. Harry terkekeh. "Keperluanku tak akan selesai jika aku tak mengajakmu, Taylor. Kau keperluanku yang nomor satu." Jantung Taylor berdebar mendengar ucapan Harry tersebut. Harry memang selalu sukses membuat Taylor tak tahu harus berkata apa.
Mobil Harry berhenti di sebuah restoran yang dapat dikatakan mewah. Harry ke luar dari mobil terlebih dahulu dan membukakan pintu untuk Taylor. Kemudian, Harry meraih tangan Taylor dan menggenggamnya memasuki restoran tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Control
FanfictionMungkin semua tahu. Tak ada yang dapat mengontrol seorang Harry Styles, sebelum Taylor Swift datang dan mengubah segalanya.