***
Begitu masuk, Lisa tidak melihat apapun selain kotak surat, tangga dan beberapa pintu yang tertutup rapat. D'splay– tertulis begitu di salah satu pintunya dan Lisa terus menatapnya. Seolah tatapannya bisa merubah tulisan yang ada di sana. Di depan pintu bertuliskan D'splay itu ada pintu lain bertuliskan ROD dan lagi Lisa menatapnya sembari berkedip sesekali. Mungkin ia benar-benar berfikir kalau ia bisa menggerakkan papan nama di atas pintu-pintu itu.
"Tidak ku sangka akan seburuk ini. Aku pikir ini kantor," gumam gadis itu karena sebanyak apapun ia menatap, tempat kerjanya sekarang terlihat seperti gedung apartemen biasa. Bahkan apartemen yang akan ia tempati nanti terlihat lebih baik daripada gedung ini. Seolah acara D'splay dan ROD yang diproduseri oleh Alive Studios itu hanyalah acara-acara kecil yang bisa di buat di rumah. "DIVE Studios sepertinya masih lebih baik. Tsk... Setidaknya Eric bekerja di tempat yang lebih baik," gumam gadis yang sebelumnya bekerja untuk Marvel Studios.
Meski bukan salah satu dari banyaknya orang berpengaruh di Marvel Studios, gelarnya sebagai salah satu staff produser di Marvel Studios membuat Lisa merasa bisa bekerja dimana pun. Ia seharusnya bekerja di perusahaan yang jauh lebih baik daripada studio kecil seperti Alive Studios ini. "Sudah terlanjur, lanjutkan saja Lalisa," gumam gadis itu, ia tidak punya pilihan lain sebab seorang yang ia cari ada di perusahaan kecil itu. "Pemilik tempat ini tetap jauh lebih kaya daripadamu, Lisa... Jangan pesimis," susulnya, sembari berusaha mengangkat koper besarnya. Kini alih-alih berfikir positif, gadis itu justru mengumpat sebab ia tidak bisa membawa koper beratnya itu menaiki tangga sampai ke lantai tiga– ke dalam ruang CEO perusahaannya.
"Biar ku bantu," celetuk seorang pria, yang baru saja masuk melalui pintu utama, pintu yang Lisa lewati beberapa menit lalu.
Pria itu punya tubuh kurus, yang tidak seberapa berotot. Ia kenakan sepasang sepatu merah di bawah celana jeans selutut dan kaus hitamnya. Celana dan lengan kausnya yang pendek, membuat Lisa bisa melihat beberapa tato di tubuhnya, sebuah topi merah yang senada dengan sepatunya, juga menutupi rambutnya yang hitam pekat. Pria ini tampan, jauh lebih tampan daripada kekasih Stephanie– pikir Lisa, begitu si pria bertato tadi meraih kopernya.
"Kau produser baru yang datang dari Michigan, iya kan?" tanya pria itu seolah ia telah mengenali Lisa sebelumnya. "Nona, Lalisa Lee?" tanyanya sekali lagi, sebab Lisa mengabaikannya. Wanita itu terpesona terlalu lama. "Kenapa? Kenapa diam saja? Kau hanya bisa berbahasa Inggris? Seingatku kau menulis Korea sebagai salah satu bahasa-"
"Aku mengerti," potong Lisa. "Dan, ya, aku Lalisa Lee, dari Michigan. Tapi... Bagaimana kau tahu?" gugup Lisa, menyembunyikan perasaan itu dengan melangkah lebih dulu menaiki beberapa anak tangga di depannya. Pria bertato yang membantunya tadi ikut melangkah, membuat suasana di antara mereka jadi lebih baik sebab Lisa tidak perlu menatap mata yang membuatnya hilang akal tadi. Lisa menyukai sinar mata si pria bertato itu. Sinar mata yang terlihat begitu kuat juga lembut sekaligus.
"Kita pernah melakukan panggilan video- ah! Kurasa waktu itu aku mematikan videoku, aku Kwon Jiyong, produser utama di studio ini. Kita melakukan panggilan video untuk interviewmu beberapa hari lalu, dengan CEO Choi dan Manager Dong-"
"Kwon Jiyong?" ingat Lisa, yang kemudian mendelikan matanya, menatap curiga pada pria yang baru saja membuatnya terpesona tadi. "Ah! Orang yang mengumpat setiap dua menit? Maaf, aku tidak mengenali suaramu. Suaramu sedikit berbeda."
"Aku mengumpat serutin itu? Wah... Aku tidak menyadarinya," jawab Jiyong, yang mengatakan kalau ia flu beberapa hari lalu, karenanya suaranya terdengar berbeda. "Apa kau baru tiba? Kalau iya, seharusnya kau datang besok... Kau pasti lelah," ucap Jiyong sedang Lisa membulatkan mulutnya, sedikit terkejut sebab lantai dua gedung itu terlihat sangat berbeda dari lantai sebelumnya. Bagian tengah lantai dua adalah sebuh ruangan besar, dengan dua pintu kaca besar di sisi kanan dan kirinya.
Di tengah-tengah lantai dua itu, ada beberapa meja kerja yang tersusun rapi meski isi mejanya berantakan. Ada lima meja di sana, empat diantaranya berhadapan, sedang satu meja lainnya menyendiri di sudut ruangan. Ada dua lubang mirip pintu di sudut lainnya dan Jiyong memberitahu Lisa kalau itu adalah toilet dan pantry-nya.
"Tidak seperti perusahaanmu sebelumnya, kami masih baru merintis bisnis ini, jadi hanya lantai dua dan tiga yang sudah di renovasi. Lantai satunya baru akan di renovasi bulan depan," ucap Jiyong, menjelaskan alasan kenapa lantai satunya terlihat begitu suram. Tempat ini tidak seburuk yang Lisa pikirkan.
Kini, Jiyong meletakan koper Lisa di sebelah salah satu meja yang kosong. Meja itu lah yang akan jadi tempat kerja Lisa, sedang meja yang menyendiri tadi milik Jiyong. "Karena yang lainnya sedang sibuk, aku tidak bisa memperkenalkan kalian, tapi ini meja Dong Yongbae, manager marketing kami," ucap Lisa, memberitahu meja biru pastel yang berada di depannya. Sedang mejanya sendiri berwarna merah muda dan punya Jiyong berwarna hitam. "Di sebelahnya, itu meja Kim Hyungseo, panggilannya BIBI, dia sering kesal kalau kau memanggilnya dengan nama aslinya. Gurita di mejanya itu, itu tanda mengenai suasana hatinya. Kalau guritanya cemberut, lebih baik jangan bicara dengannya. BIBI staff marketing. Lalu di sebelahmu, ini meja Lee Seungri, dia asisten produserku, sekarang dia sedang... Uhm... Di sana," tunjuk Jiyong, ke arah sebuah pintu kaca yang memperlihatkan beberapa orang sedang merekam acara mereka. "Hari ini jadwalnya merekam podcast, dengan Kim Hanbin."
"Apa hanya itu jadwal hari ini?" tanya Lisa setelah ia menganggukan kepalanya. Apa mungkin hanya ada empat pegawai di tempat ini? Lisa termasuk dirinya? Rasanya Lisa harus sering bekerja lembur di sini.
"Satu jam lagi aku akan merekam acaraku, lalu nanti sore CEO Choi yang akan merekam miliknya."
"Acara apa? Maksudku, aku tidak pernah melihat wajah kalian saat menonton channel Alive Studios."
"Acaraku maksudnya acara yang ku produseri, bukan acara yang ada aku di dalamnya. Aku akan merekam ROD, acara musik. Lalu CEO Choi akan merekam vlog dengan Lee Suhyun, hari ini mereka akan pergi ke galeri seni. Semua jadwalnya ada di grup, aku akan memasukanmu ke grup," ucap Jiyong yang kemudian sibuk dengan handphonenya.
Jiyong mengundang Lisa ke grup perusahaan mereka dan hanya ada delapan orang di sana– jadi sembilan setelah Lisa masuk.
"Lee Hyorin, ini siapa?" tanya Lisa, setelah ia menerima dan membalas ucapan selamat datang yang di dapatnya dari anggota grup sibuk itu.
"Ah... Aku lupa memberitahumu pegawai yang tidak datang ke kantor. Lee Hyorin, dia penasehat hukum kami. Dia bekerja dari rumah karena sedang punya anak kecil. Sesekali dia datang, tapi itu tidak pasti. Lalu Kang Daesung, itu D'splay, dia merekam dan memproduseri sendiri acaranya. Kalau Jang Hyunseung, dia JS, dancer, dia juga memproduseri sendiri videonya. Kau bilang, kau suka menari, kalian pasti bisa cepat akrab," susul Jiyong bersamaan dengan suara renyah seorang pria yang memanggil Jiyong dari tangga lantai tiga.
"Hyung, kemana Seunghyun hyung?" tanya pria dengan senyum lebar itu, yang lantas bersikap canggung usai menyadari kehadiran Lisa di sana.
"Dia tidak ada di ruangannya? Dia pergi menjemput Nagyeom, mereka akan pergi menonton Doraemon dulu- ah! dan itu alasanku mengatakan semuanya tadi, aku sudah bilang kan kalau CEO Choi memintaku menggantikannya untuk menyambutmu?" jawab Jiyong, kepada Kang Daesung yang baru saja turun dari lantai tiga, kemudian menoleh pada Lisa yang sedari awal ada di sebelahnya.
Jiyong tidak mengatakan apapun tentang kepergian CEO Choi Seunghyun dan Lisa terkekeh karenanya. Gadis itu tersenyum, juga mengangguk seolah apa yang Jiyong ucapkan barusan sudah pernah terjadi. Meski kelihatannya tidak memiliki apapun, meski kelihatannya suram dan menyedihkan, Lisa masih bisa melihat sedikit kesenangan di tempat kerja barunya sekarang.
Ia tidak perlu berusaha menonjol untuk bisa dipromosikan di perusahaan baru itu. Ia tidak perlu terlihat sempurna apalagi harus menjilat seseorang untuk bisa berada di sana, ia hanya perlu bekerja lembur sesekali. Tidak buruk, masih ada harapan. Tidak buruk, masih ada sedikit cara untuk bertahan di sana. Tidak buruk, sebab di hari pertamanya bekerja, Lisa tahu kalau ia tidak salah alamat, seseorang yang ia cari ada di sana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkling Society
FanfictionUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...