***
"Kalian berkencan? Kenapa kau ada di sini?" tanya Seunghyun, di pukul sepuluh malam, saat ia menjemput Nagyeom di rumah Lisa. Meski Seunghyun sedang dipinjam Jennie, pria itu tetap tidak bisa membiarkan anaknya tidur dan bermalam di rumah orang lain.
"Aku? Aku hanya menemani Nagyeom," ucap Jiyong, ia merasa sedikit canggung untuk menjawab pertanyaan itu dengan sebuah anggukan. "Lisa tidak punya lisensi untuk mengemudi. Dia butuh supir meski kau memberikan mobilmu padanya, hyung," susul Jiyong, mengembalikan kunci mobilnya pada Seunghyun.
Nagyeom sudah tidur, Lisa juga sama. Wanita itu kelelahan karena bermain dengan Nagyeom, dan tidur bersama Nagyeom di kamarnya. Sedang Jiyong tengah mendengarkan musik di ruang tengah saat Seunghyun datang barusan. Tanpa membangunkan Nagyeom juga bibinya, Seunghyun menggendong Nagyeom untuk pulang. Pria itu juga bertanya, apa Jiyong akan tetap di sana sampai Lisa bangun atau pulang bersamanya.
"Antar aku ke kantor, mobilku masih di kantor karena aku harus membawa mobilmu tadi," jawab Jiyong yang kini mengambil kunci mobilnya. Jiyong mengikuti Seunghyun, berjalan di belakang pria itu menuju pintu keluar.
"Kau tidak membawa barang-barangmu? Kau tidak akan kembali ke sini setelah kuantar ke kantor kan?" tanya Seunghyun, terlihat curiga.
"Ah? Aku lupa," canggung Jiyong, yang kini meraih handphonenya di atas nakas– yang sebelumnya tengah di isi dayanya– juga jaketnya di sofa.
Setelah banyak kecurigaan, juga rasa canggung, Jiyong akhirnya duduk di kursi penumpang bagian depan, sedang Nagyeom ada di kursinya, di belakang dan Seunghyun mengemudi. Di dalam perjalanan itu, Jiyong ingin bertanya pada Seunghyun, begitupun sebaliknya. Namun rasa canggung, membuat keduanya tidak bisa berkata-kata.
"Uhm... Hyung," ucap Jiyong kemudian. "Bagaimana kau bisa mengenal Jennie? Maksudku, sebelum Jennie bekerja di perusahaan."
"Aku sudah mengenalnya sejak dia jadi adikmu," jawab Seunghyun membuat Jiyong menggelengkan kepalanya. Saat itu Seunghyun hanya mengetahui Jennie, mereka hanya bertegur sapa selama beberapa menit kemudian berpisah karena Jennie kembali ke New York. "Kami beberapa kali bertemu-"
"Kau lebih sering bertemu dengannya, dibanding aku bertemu dengannya, iya kan?" potong Jiyong dan Seunghyun menganggukan kepalanya. "Aku sudah dengar soal Nagyeom meminjamkanmu pada Jennie. Apa ada sesuatu yang perlu aku ketahui? Aku bukan orang yang akan menganggu urusan pribadinya hanya karena dia adik tiriku, tapi kau sahabatku, jadi aku boleh tahu, bukan begitu?"
"Kami tidak boleh berkencan, iya kan? Karena statusku, itu yang ingin kau katakan, iya kan? Aku mengerti, aku juga sedang berusaha menyelesaikannya, beri aku sedikit waktu," jawab Seunghyun, menebak apa yang sebenarnya ingin Jiyong ucapkan. Pria itu terlalu berbelit-belit untuk menyampaikan pesannya– nilai Seunghyun.
"Bukan," geleng Jiyong. "Bukan itu. Apa salahnya berkencan dengan duda beranak satu? Tapi, apa Jennie tahu tentang Nagyeom?" tanya Jiyong dan Seunghyun menganggukan kepalanya. "Kalau begitu, semisal Jennie bisa menerima kenyataan itu, apa kau bisa mempertimbangkannya?" tanya Jiyong sekali lagi, dan kini Seunghyun menggelengkan kepalanya.
"Berkencan, menikah, menjalin hubungan, bukan hanya tentang aku dan dirinya. Di posisiku sekarang, berkencan hampir sama seriusnya dengan menikah. Aku tidak bisa berkencan begitu saja, sepertimu, seperti mereka yang tidak punya anak. Saat aku berkencan, aku harus melibatkan Nagyeom. Hubungan kami juga bisa menganggu orangtuanya, menganggumu, orangtuaku, keluarga kalian, keluargaku. Bukan hanya dua orang, tapi dua keluarga. Jalannya tidak akan mudah," jawab Seunghyun, yang menghentikan mobilnya tepat di depan mobil Jiyong, di tempat parkir.
"Karena jalannya sulit, kau tidak mau mencobanya?" tanya Jiyong dan Seunghyun menghela nafasnya. "Aku tidak tahu kalau kau sepayah ini, hyung... Ekspetasiku terlalu tinggi," susul Jiyong yang lantas meninggalkan mobil itu tanpa mengatakan apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkling Society
FanficUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...