15

573 130 4
                                    

***

Pukul tujuh setelah mengantar Nagyeom ke sekolah, Seunghyun pergi ke sebuah gedung apartemen yang tidak asing baginya. Sembari membawa seporsi bubur dari restoran langganannya, pria itu melangkah keluar dari mobilnya, menaiki lift kemudian berakhir di depan salah satu pintu apartemennya. Awalnya, Seunghyun ragu untuk menekan bel pintunya. Haruskah ia menemui Jennie sekarang? Haruskah ia pergi saja? Seunghyun yang ragu akhirnya memilih untuk berbalik, untuk pergi meninggalkan bubur yang ia bawa di pintu tanpa menemui pemilik rumahnya lebih dulu.

"Apa itu?" tanya Jennie, yang entah sejak kapan berdiri di belakang Seunghyun.

Seunghyun terlalu bimbang, ia terlalu ragu hingga tidak mendengar pintu lift yang terbuka dan Jennie yang keluar dari sana. Jennie baru saja kembali dari lari pagi ketika ia melihat Seunghyun. Pria yang ditanyai berencana menjawab, tapi dering handphone Jennie justru lebih dulu mengambil kesempatan itu– telepon yang benar-benar tepat, Jennie mensyukurinya.

"Halo, Tom?" ucap Jennie begitu menjawab panggilannya. Ia berjalan mendekati pintu, mengambil bubur yang Seunghyun letakan di sana kemudian melangkah masuk ke dalam apartemennya. "Masuklah," pesannya pada Seunghyun sembari menendang pengganjal pintu di bagian bawah pintunya, agar pintu itu tidak segera tertutup lalu terkunci.

"Aku tidak bisa menghubungi Lisa-"

"Maaf, semalam aku tidur lebih awal. Jam berapa di sana? Aku baru saja selesai lari pagi," potong Jennie, mengabaikan apa yang sebenarnya tengah Tom katakan.

"Apa?" heran Tom.

"Aku juga ingin bertemu denganmu, kapan kau senggang?" balas Jennie, sekedar ingin menunjukan pada Seunghyun kalau ia punya seorang yang bisa ditemuinya– tentu saja pria lain selain Seunghyun. "Akhir pekan ini? Aku bisa meminta Lisa merubah jadwal rekamanku, aku bisa ke sana akhir pekan ini," susul Jennie, meski Tom sama sekali tidak mengatakan apapun.

Seunghyun tengah berdiri di ruang tengah Jennie, ia menonton Jennie yang masih menelepon sampai akhirnya panggilan itu berakhir. "Kau harus terus begini?" tanya Seunghyun, setelah Jennie meletakan handphonenya kemudian meraih sarapan yang Seunghyun bawakan.

"Begini? Apa yang sudah aku lakukan?" balas Jennie. "Oppa hanya membeli satu bubur," gumam wanita itu seolah tahu kalau Seunghyun hanya ingin ia sarapan, seolah Seunghyun tidak menginginkan hal lain selain kesehatan Jennie. "Kalau oppa tidak ingin sarapan, pergilah, untuk apa masih di sini? Untuk memastikan aku tetap makan? Apa sulitnya memakan ini?" gerutu Jennie, mulai menyendok bubur yang Seunghyun bawakan.

"Apa yang kau inginkan?" tanya Seunghyun, terdengar angkuh, terdengar sangat kasar meski ia tidak berencana begitu. "Menikah? Ayo menikah. Apa sulitnya menikah? Aku sudah pernah melakukannya, aku bisa melakukannya sekali lagi," susul pria itu, tetap tidak nyaman untuk didengar.

Jennie dan Seunghyun mengawali pagi mereka dengan keributan tanpa akhir. Sementara Jiyong dan Lisa justru mengawali pagi mereka dengan kekehan riang. Mereka belum pulang, sepanjang malam sampai pukul tujuh pagi keduanya asyik mengobrol di depan minimarket. Makin lama obrolan mereka jadi semakin panjang, semakin menarik, semakin menyenangkan.

Sepertinya Jiyong lupa rasanya mengantuk, dan Lisa pun sama. Di pukul tujuh, mereka melangkah meninggalkan minimarket itu, berjalan ke sebuah food truck yang menjual toast. Jiyong memesan toast dengan telur dan daging, sementara Lisa memilih buah dan krim untuk isi toastnya. Di food truck itu mereka juga bisa mendapatkan kopi, Jiyong memesan kopi panas sementara Lisa ingin sesuatu yang dingin meski sudah semalaman ia menenggak bir dan minuman dingin lainnya.

"Kalau Nana datang dan menganggumu, hubungi aku," ucap Jiyong, setelah mereka selesai sarapan kemudian hendak berpisah di depan gedung apartemen Lisa. Saat itu Lisa hanya perlu masuk dan naik lift, sementara Jiyong masih harus berjalan ke gedung sebelah hanya berjarak beberapa meter dari sana. "Dia punya riwayat mengganggu orang lain. Jangan menganggapnya remeh. Tanganmu bisa patah sama seperti milikku," pesan Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Tapi sekarang dia ada di rumah sakit kan?"

"Seharusnya begitu. Aku tidak tahu dia akan melarikan diri atau tidak. Hanya berjaga-jaga, dengan resiko terburuknya," jawab Jiyong. "Pokoknya, apapun yang dia katakan, jangan langsung mempercayainya. Ingat bagaimana perasaanku setelah tiga tahun penuh dibohongi tentang keluarganya."

Lisa terkekeh, sekali lagi ia menganggukan kepalanya, mengiyakan perintah itu. Gadis itu ingin melanjutkan obrolan mereka tapi alarm di handphonenya sudah berbunyi. Ia harus segera bersiap-siap untuk pergi bekerja. Meski nanti, di kantor, Lisa yakin ia akan sangat mengantuk.

Malam harinya, Lisa mendapatkan sebuah telepon. Telepon itu berasal dari Eric, dan Eric memberitahu Lisa mengenai Suga. "Suga mengirim pesan ke akun Instagramku, katanya, dia ingin menemuimu akhir pekan ini. Sabtu malam, kau senggang?" tanya Eric, si pengirim pesan sebab Lisa mengunci semua akun pribadinya.

"Kurasa aku senggang, kecuali ada sesuatu yang mendesak. Berikan saja nomor teleponku padanya, agar dia bisa langsung menghubungiku, tidak perlu merepotkanmu," jawab Lisa, dalam perjalanannya pulang.

"Aku bahkan tidak punya nomor teleponnya. Baiklah, akan kuberikan kartu namamu padanya-"

"Kau masih punya kartu namaku?"

"Punya, fotonya."

"Untuk apa?"

"Untuk ku kirimkan pada orang-orang kalau mereka butuh produser kejam."

"Wah... Mulia sekali niatmu. Tapi, dimana kau biasanya pijat? Aku rasa aku butuh beberapa pijatan sekarang. Aku punya teman baru, sepertinya insomnia, aku jadi kurang tidur dan pegal-pegal," tanya Lisa, yang langsung menghentikan langkahnya, juga suaranya begitu seseorang menepuk bahunya.

"Kau menjelek-jelekkanku pada orang lain? Wah... Jadi seperti ini dirimu yang sebenarnya?" tegur Jiyong, yang beberapa menit lalu melihat Lisa berjalan di trotoar kemudian mengikutinya.

"Aku memanggil seseorang ke rumah," jawab Eric, tanpa mendengar suara Jiyong yang kini berjalan di sebelah Lisa, berjalan bersama menuju gedung apartemen yang tidak begitu jauh dari kantor mereka.

"Pelacur?" tanya Lisa, disusul sumpah serapah dari Eric yang merasa baru saja diejek. "Astaga! Umpatanmu jadi semakin panjang setiap harinya! Siapa yang datang ke rumahmu? Kalau dia perempuan, aku mau kontaknya. Tapi kalau dia laki-laki, lebih baik aku mencari kekasih saja, aku bisa minta pijat gratis darinya," balas Lisa, membuat Jiyong terkekeh sementara Eric berdecak, mengatai omong kosong yang Lisa ucapkan tadi.

Panggilan berakhir, dengan Eric yang tidak mengirim kontak siapapun. Pria itu hanya memberitahu Lisa nama sebuah salon dan spa yang bisa memijat Lisa. Eric bilang di sana nyaman, dan pastinya bersih. Lisa bisa ke sana kalau sudah tidak tahan dengan kelelahannya.

Sementara itu, Jiyong yang berjalan di sebelah Lisa kini memberitahu Lisa kalau ia butuh bantuan Lisa. "Aku sengaja meninggalkan mobilku di kantor dan berjalan-"

"Harusnya kau membawa mobilmu dan memberiku tumpangan sampai ke rumah," potong Lisa, mengulas sebuah senyum tipis di wajah Jiyong.

"Kalau begitu, kau mau berjalan kembali ke kantor dan kita bisa mengambil mobilku?"

"Tidak. Berjalan saja sendiri," tolak Lisa. "Apa yang bisa ku bantu? Tapi, kalau itu sulit, aku menolaknya."

"Tuliskan naskah untuk podcastku minggu depan," pinta Jiyong, sementara Lisa masih punya tanggung jawab untuk menentukan tema di dua acaranya yang lain– untuk video Jennie, juga Rose dan Jisoo. "Aku punya empat acara yang harus ku produseri... Lima termasuk podcastku sendiri. Tapi, akhir-akhir ini aku tidak punya ide untuk acaraku sendiri," tutur Jiyong. "Atau, bagaimana kalau kau mengambil alih salah satu acaraku?"

"Bukankah kita butuh lebih banyak karyawan di kantor? Beban kerja dan karyawannya tidak sebanding... Bagaimana kalau mereka yang sebelumnya pekerja lepas dikontrak untuk jadi karyawan tetap?"

"Rekruitmen karyawan bukan kuasaku... Katakan itu pada CEO."

"Kau pikir aku belum mengatakannya? Aku bahkan sudah mengasihani Yongbae dan BIBI yang harus lembur setiap malam. Seungri juga, walaupun sebenarnya dia yang tidak mau pulang. Apa Seungri tidak punya kekasih?"

"Kenapa? Kau ingin berkencan dengannya dan minta dipijat gratis? Aku bisa melakukannya."

"Melakukan apa? Jadi kekasihku atau memijatku?"

***

Sparkling SocietyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang