***
Satu bulan bekerja di sana dan Lisa sudah bisa menyesuaikan dirinya– kecuali tentang cara bicara. Lisa masih terlalu canggung untuk berbicara dengan bahasa yang lebih sopan kepada seorang yang lebih tua darinya, atau bicara dengan santai pada seorang yang lebih muda darinya. Terlebih karena Lisa tidak tahu berapa usia rekan-rekan kerjanya di sana. Satu-satunya orang yang ia ketahui usianya adalah Choi Nagyeom, tujuh tahun– usia internasionalnya.
Choi Seunghyun sudah menikah, enam tahun lalu. Mereka mengadopsi seorang anak setelah pernikahan itu– Choi Nagyeom. Namun setelah dua tahun menikah, Seunghyun bercerai dengan istrinya. Alasannya sederhana, keduanya merasa tidak bahagia saat hidup bersama, jadi mereka memutuskan untuk berpisah meski sesekali masih bertemu, bertiga dengan Nagyeom.
Entah apa lagi yang terjadi dalam pernikahan itu, setelah bercerai, Seunghyun yang memenangkan hak asuh atas anaknya. Nagyeom, tinggal bersama Seunghyun setelah itu, ia tumbuh menjadi gadis kecil yang cantik bersama Seunghyun juga teman-teman dekatnya.
Choi Nagyeom, seseorang yang Lisa cari itu. Gadis kecil yang tujuh tahun Stephanie lahirkan. Sebelum kebakaran yang membuat hidup Stephanie hancur, wanita itu melahirkan dan mengirim anak yang dilahirkannya ke panti asuhan. Seperti sebuah karma yang langsung datang, sehari setelah Stephanie meninggalkan putrinya– yang belum ia beri nama– di panti asuhan, sebuah kebakaran terjadi di apartemennya.
Stephanie yang saat itu hampir tidak sadarkan diri karena sakit, tidak bisa menyelamatkan dirinya dari kebakaran. Wanita itu berusaha keluar, namun kepalanya terlalu nyeri untuk dibawa bergerak, sekujur tubuhnya terasa sakit hingga akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya. Untungnya seorang petugas pemadam kebakaran menemukan Stephanie dan menyelamatkannya.
Sayangnya Stephanie tidak langsung sembuh. Wanita itu koma untuk dua minggu sebelum kemudian ia membuka matanya dan kehilangan setengah kemampuan intelektualnya. Kasarnya Stephanie menjadi bodoh, sebagian sel di otaknya rusak karena kebakaran, ia yang sebelumnya pandai berhitung tidak bisa lagi menghitung perkalian. Ia yang sebelumnya sangat pandai bicara, tidak bisa lagi berkata-kata dengan lancar. Stephanie yang sepuluh tahun lalu memutuskan untuk tinggal seorang diri di Korea, setelah kebakaran itu tidak lagi bisa hidup sendiri. Jangankan tinggal sendirian, bahkan untuk membawa sepiring pasta tanpa menumpahkan setengah isinya, ia sangat kesulitan. Bahkan untuk membasuh wajahnya sampai benar-benar bersih, ia kesulitan. Stephanie, kehilangan setengah otaknya, setengah pengetahuannya, setengah hidupnya.
Kembali pada Lisa yang kini menemukan Nagyeom, kini gadis itu ragu. Dalam rencananya, sebelum ia tiba di Korea, ia akan memberitahu Choi Seunghyun mengenai Stephanie. Ia akan meminta Seunghyun untuk mengizinkan Nagyeom bertemu dengan ibu kandungnya, dengan kakek dan neneknya yang bahkan tidak tahu kalau Stephanie pernah melahirkan. Namun saat melihat Nagyeom begitu bahagia dengan ayah angkatnya, Lisa jadi ragu. Haruskah ia menghancurkan kebahagiaan anak kecil itu dengan memperlihatkan ibu kandungnya yang sakit? Seharusnya Lisa datang lebih awal. Datang sebelum Nagyeom jadi sebesar sekarang.
"Selamat pagi," sapa Lisa begitu ia tiba di kantornya dengan model pakaian yang selalu sama– blazer, dengan kaus atau kemeja, kemudian rok atau celana. Ia selalu memakai pakaian formal sebagai seragam kerjanya. Sedang karyawan lainnya selalu memakai pakaian santai untuk bekerja, meski ada sedikit pengecualian untuk Seunghyun juga Yongbae– sesekali, setiap kali mereka harus bertemu dengan orang-orang dari perusahaan lain.
"Selamat pagi," balas Daesung, yang lagi-lagi turun dari lantai tiga dengan kaus, celana olahraga, handuk dan sekeranjang sabun. Pria itu bilang dia akan mandi di sauna dekat kantor, sebelum kemudian punggungnya menghilang di tangga.
Setelah Daesung, BIBI yang menjawab sapaan Lisa dengan sebuah lambaian kecil. Gadis itu memakai sebuah kemeja dengan celana jeans yang punya beberapa sobekan di lututnya. Ada sebuah bantal leher di bahunya, dengan kacamata tidur di dahinya. "Aku akan tidur sebentar, semalam aku tidak bisa tidur lagi... Sampai jam enam pagi," lapor BIBI, tidak lagi mengejutkan Lisa.
"Hm... Selamat tidur," balas Lisa, yang selama satu bulan ini masih mempertahankan prinsipnya– datang tepat waktu, bekerja saat memang waktunya bekerja dan pulang tepat waktu. Gadis itu tidak ingin mencurahkan seluruh hidupnya, seluruh hari-harinya di tempat kerja, seperti Daesung, juga Kwon Jiyong yang pagi ini terlihat tengah terlelap di kursi pijat. Jam dan beban kerja masing-masing karyawannya, sangat berantakan di perusahaan ini.
Tidak lama setelah Lisa duduk, Yongbae dan Seunghyun tiba di kantor. Keduanya bertemu di tempat parkir, karenanya mereka berjalan bersama dan tiba bersama pagi ini. Yongbae mengenakan celana jeans-nya, juga selembar sweater hitam yang tidak begitu tebal. Sementara Seunghyun memakai setelan rapi seperti para CEO pada umumnya. Hanya Lisa yang menjawab sapaan kedua orang itu, sebab BIBI sudah terlelap dan Jiyong masih terlelap.
"Kapan terakhir kali Seungri keluar dari studio?" tanya Seunghyun, tidak peduli dengan mereka yang tidur, namun justru peduli pada seorang asisten produser yang masih sibuk mengarahkan sebuah acara hiburan di sana. Acara aneh yang punya banyak penggemarnya sendiri– acara yang melakukan percobaan-percobaan konyol dengan makanan atau alat sehari-hari. Percobaan yang hampir tidak mungkin di lakukan orang waras.
"Kalau ke kamar mandi dan pantry tidak di hitung... Tiga hari yang lalu," jawab Lisa.
"Tidak bisa kah kau menyuruhnya pulang?" tanya Seunghyun, kepada Lisa yang justru membuat si pegawai baru kebingungan. Ia bukan atasan Seungri apalagi CEO perusahaan itu, bagaimana ia bisa menyuruh Seungri pulang? Lisa merasa ia tidak punya wewenang untuk melakukan itu.
"Cita-citanya jadi produser acara ragam. Dia ada di sini untuk berlatih, aku mengizinkannya, tapi dia tidak mau mendengarkanku. Tidak ada seorang pun yang ia dengarkan di sini, tapi mungkin dia akan mendengarkanmu?" susul Seunghyun, menggambarkan dengan jelas bagaimana kacaunya tempat itu meski sebenarnya acara-acara yang Alive Studios keluarkan selalu berakhir memuaskan.
Rasanya seperti tidak ada seorang pun pebisnis di perusahaan itu. Mereka bekerja untuk menghasilkan sesuatu, tanpa menghitung tenaga sebagai salah satu modal pentingnya. Meski kerja timnya sempurna, tapi tidak ada seorang pun yang benar-benar efisien di sana. Mereka yang sebelumnya hanya bermain-main, kini jadi benar-benar kewalahan mengurus perusahaan itu.
Choi Seunghyun dulunya pelukis, seorang pelukis jenius yang tidak lagi melanjutkan sekolahnya setelah lulus sekolah menengah. Namun setelah menikah, pria itu mengalami kemerosotan. Ia tidak lagi bisa melukis, dan ia terpuruk karenanya. Hampir dua tahun pria itu tidak melalukan apapun selain hidup, hingga pada suatu hari, ia memakai semua tabungannya untuk membuat perusahaan itu.
Perusahaannya berkembang, namun Seunghyun kesulitan mempercayai orang lain selain teman-teman dekatnya, karena itu hanya ada beberapa karyawan tetap di sana, sedangkan untuk editor, ahli kamera, pencahayaan dan lain-lainnya, mereka memakai jasa paruh waktu.
Mustahil ada perusahaan yang lebih kacau dari tempat ini. Untungnya mereka punya banyak modal, sebab kalau tidak, perusahaan itu pasti bangkrut setelah satu bulan berdiri.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkling Society
FanfictionUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...