37

487 99 0
                                    

***

Pukul tiga, Lisa selesai di operasi. Lukanya masih terasa sakit, namun gadis itu bisa membuka matanya dan bicara saat Eric datang. Eric tidak perlu mengusir Jiyong, pria itu sudah pergi dengan sendirinya karena Lisa yang memintanya. Lisa meminta Jiyong pergi, sebab keberadaan Jiyong di sana membuatnya semakin sakit. Dalam novel romantis dimana dua belahan jiwa di pertemukan, karakter Jiyong tentu akan dibuat diam-diam menunggu di lorong, tapi romansa itu tidak terjadi pada cerita Lisa. Jiyong benar-benar pergi, kembali bekerja di kantor kemudian menghabiskan malamnya di rumah, untuk berfikir darimana sebenarnya kekacauan ini bermulai.

"Rasanya sakit?" tanya Eric, mengambil duduk di sofa, sebelah kiri ranjang, memunggungi jendela yang tirainya tetap terbuka sejak sore.

"Tidak," geleng Lisa. "Tentu saja tidak sakit karena aku diberi anti nyeri," susulnya, tetap berbaring, menatap langit-langit kamar rawatnya. "Aku tidak percaya Nana benar-benar menulis ceritanya. Bukankah Suga jadi terlihat sangat buruk? Aku membaca komentar-komentarnya, mereka menyebut Suga berengsek. Kasihan Nana, tulisannya benar-benar menyedihkan. Dia sangat berbakat. Ia menulis, kalau ia berkencan dengan Suga tapi dicampakkan karena Suga lebih memilih karirnya, karena agensi melarangnya, karena ia takut kehilangan fansnya kalau berkencan. Tapi beberapa hari kemudian, dia menyukai wanita lain dan mengejar wanita itu, mereka bahkan pergi ke hotel bersama, jadi apa sebenarnya alasan Suga mencampakkanku? Aku tahu apa alasan sebenarnya dia mencampakkanmu, Nana, alasannya, karena dia berengsek. Tidak ada alasan lainnya, hanya itu."

"Aku tidak tahu apa ini keputusan yang benar."

"Tentu saja tidak," ucap Lisa, sedikit menggerakkan kepalanya untuk menatap Eric yang ada di sebelahnya. "Ini salah. Aku salah. Aku membohongi orang-orang, aku menipu banyak orang, aku bahkan memanfaatkan luka orang lain. Tapi dengan tidak tahu malu, aku mengatakan kalau aku melakukan ini karena tidak punya pilihan lain. Bersyukurlah, aku bukan kekasihmu lagi, kau pasti akan luar biasa malu kalau mengencani gadis sepertiku. Gegabah, tidak masuk akal dan konyol," tuturnya, membuat Eric justru bersyukur.

"Syukurlah kalau kau menyadarinya, kalau saat ini kau benar-benar tidak tahu malu," tenang Eric. "Jangan merasa kalau aku sangat jahat dan tidak memahamimu. Playing victim, kau akan sangat mengerikan kalau bersikap begitu sekarang. Awalnya memang korban, tapi sekarang kau sama buruknya dengan mereka, jangan tersinggung," susul Eric, yang kemudian meminta Lisa untuk segera menyelesaikan rencana konyolnya ini.

"Kata-katamu lebih menyakitkan dari Jiyong," nilai Lisa. "Tapi hatiku lebih sakit saat Jiyong yang bicara," gumamnya, yang kemudian berusaha untuk duduk.

Selanjutnya, Lisa menanyakan sisa uangnya yang ia titipkan pada Eric. Lantas Eric bertanya, siapa lagi yang ingin Lisa suap. Tidak ada lagi orang yang ingin ia suap, namun Lisa ingin memberikan sedikit hadiah pada Nana, karena ia merasa bersalah telah memancing Nana untuk menulis kisahnya dan dihina beberapa oknum yang masih menyukai Suga.

Di luar kendali Lisa, setelah Nana terpancing untuk menceritakan kisahnya, beberapa wanita lainnya mengakui hal yang sama. Beberapa wanita memakai momen ini untuk membalas Suga yang telah mempermainkan mereka. Seperti sebuah pematik panas yang dilempar ke genangan bensin, Lisa menyulut jejak bahan bakar yang Suga tinggalkan. Api dari bahan bakar itu, harusnya sudah membakar Suga sekarang.

Suga terisolasi sekarang, Lisa hanya menyalakan apinya tapi bensin yang tercecer dalam hidup Suga ikut tersulut dan membakar pria itu, membuat Suga terjebak di sudut, tidak bisa pergi kemanapun. Ruang geraknya habis, ia terisolasi, tidak bisa melarikan diri kecuali ia sudi dituding berengsek oleh orang-orang yang dulu memujanya. Bisikan-bisikan menghina, mencibir, tulisan-tulisan kasar, mengatai, menyiksa telinga Suga, hidup Suga, melenyapkan rasa percaya diri, rasa hebat yang dulu ia banggakan. Kebanggaan yang awalnya ia agung-agungkan, kini membuatnya terasingkan.

"Kau senang? Apa semua uang yang kau habiskan untuk masalah ini membuatmu senang?" tanya Eric, mengeluarkan kertas yang ia simpan di dalam dompetnya. "Jujur saja, aku senang menerima wine Iron Man darimu. Aku masih menyimpan botolnya, karena itu dari Iron Man, tapi bolehkah aku mengembalikan surat ini? Surat yang kau tulis dan taruh di kotak wine-nya, sudah membuatku sampai ke sini dan merasa sangat bersalah. Aku ingin menyingkirkannya."

"Apa dengan menyingkirkannya, rasa bersalahmu akan berkurang? Kau hanya membantuku menyembunyikan rahasia ini, kenapa merasa sangat bersalah begini? Seolah-olah kau yang merancang segalanya," ucap Lisa, mengambil kembali surat yang pernah ia berikan pada Eric. Saat itu, Lisa tidak bisa menceritakannya secara langsung, sebab semua masalah Stephanie juga keinginannya, membuatnya merasa sangat hina. "Semuanya salahku, kau tidak bersalah."

"Tapi kalau kau mati, atau jadi cacat, aku yang harus merasa berasalah karena diam saja, bukannya menghentikanmu. Bagaimana aku bisa bertemu dengan orangtuamu kalau semua itu sampai terjadi? Kau benar-benar jahat karena tidak memikirkannya, posisiku," keluh Eric dan Lisa harus meminta maaf karenanya, lagi ia harus mengakui kesalahannya.

Lisa terjaga bersama Eric. Tidak ada lagi banyak pembicaraan, keduanya hanya melamun bersama, di tempat yang sama. Lisa menatap kosong pada langit-langit kamar rawatnya, sementara Eric sibuk menghitung garis di lantai rumah sakit itu. Keduanya melamun, sampai Lisa kemudian bergumam. "Sepertinya aku dan Jiyong harus putus," gumam Lisa pada akhirnya.

"Kenapa?"

"Memutuskan untuk putus biasanya mudah, untukku. Tapi kali ini tidak begitu, aku justru khawatir sebab dia tidak melakukan kesalahan apapun. Bagaimana kalau aku menyesal setelah putus darinya? Kami belum lama saling mengenal, seharusnya aku tidak berkencan dengannya secepat ini. Aku khawatir kalau sekarang dia sedang menyesali keputusannya telah mengencaniku. Karena dia seorang pemikir, aku yakin dia sedang memikirkan semua yang terjadi lalu mengetahui segalanya. Hanya butuh beberapa hari sampai bom meledak. Ah! Sebenarnya aku senang sekarang, tapi sikap Jiyong membuatku sedih diwaktu yang sama!"

"Beritahu dia segalanya sebelum bom meledak."

"Bagaimana bisa? Aku belum lama mengenalnya, bagaimana bisa aku mempercayainya untuk menyimpan rahasia besar ini?"

"Kalau kau tidak mempercayainya kenapa kau berkencan dengannya?"

"Saat mengencani seseorang, kau tidak ingin menunjukkan sisi burukmu pada orang itu, kau tidak tahu? Padahal kau juga melakukannya."

"Apa menurutmu kau kelihatan baik sekarang?" balas Eric, disusul omelan Lisa yang menyuruhnya pergi. Lisa mengusir Eric, membuat dirinya ditinggal sendirian di dalam kamar rawatnya.

Hari sudah hampir pagi saat Eric pergi. Namun beberapa menit setelahnya, pintu kembali terbuka dan seorang pria yang Lisa kenal berdiri di sana. Seorang polisi yang pernah menangani kasus kebakaran di apartemen Stephanie. Untuk beberapa menit, mereka bertatapan, namun kemudian polisi itu mendekat sembari mengeluarkan borgolnya.

"Penipuan, pemalsuan dokumen, pencemaran nama baik, kejahatan apa lagi yang kau lakukan, nona Lee?" tanyanya, sembari berjalan menghampiri Lisa di ranjangnya.

***

Sparkling SocietyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang