***
Jennie sendirian saat Lisa datang dengan pesanannya. Gadis itu langsung duduk di atas karpet yang baru saja Jennie pasang begitu datang. "Aku baru saja mengganti karpetku, bagaimana menurutmu? Cantik kan?" tanya Jennie, menyembunyikan sesak dalam dadanya dengan sebuah sapaan ramah.
"Kenapa dengan karpet lamanya?" tanya Lisa, menunjuk segulung karpet di depan meja TV. Jennie bilang kalau karpet itu kotor, jadi ia membuka sebuah karpet baru dan Lisa mempercayainya. Setelah itu mereka makan dan Lisa menceritakan semua yang ia lalui malam ini. Lisa memberitahu Jennie pertemuannya dengan Suga, kata-kata Suga sampai perasaannya saat bicara dengan Suga tadi. "Rasanya aneh, karena dia sangat tenang. Dia bilang, dia akan mencari Nagyeom. Tapi aku tidak bisa membaca tujuannya. Ia terlalu tenang untuk ukuran seroang ayah yang tahu kalau anaknya mungkin masih hidup. Ia sama sekali tidak khawatir. Stephanie mungkin saja melahirkan anakku, berarti ada kemungkinan anakku masih hidup, dimana anakku? Aku harus menemukannya. Apa dia baik-baik saja? Apa dia sehat? Apa dia sakit? Apa yang ia alami selama ini? Kenapa aku baru tahu? Dia terlihat tidak merasakan semua itu. Bahkan aku yang hanya bibinya, merasakan semua itu."
"Tidak semua orang bisa jadi ayah. Tidak semua orang peduli pada anaknya, mungkin dia belum merasa begitu karena belum bertemu dengan Nagyeom," jawab Jennie, menanggapi alasan yang membuat Lisa merasa sangat sesak malam ini. Jadi ini alasan Lisa pergi menemuinya, bukan menemui Jiyong– pikir Jennie.
"Tapi aku tidak bilang padanya soal Nagyeom. Maksudku, aku menyuruhnya mencari Nagyeom-"
Jennie menyela Lisa. "Kenapa?" tanyanya, terdengar sedikit kesal. "Dia ayahnya. Kenapa kau tidak memberitahunya tentang Nagyeom?"
"Aku rasa CEO Choi lebih cocok menjadi ayah Nagyeom dibanding Suga. Aku rasa Nagyeom akan hidup lebih baik dengan CEO Choi dibanding dengan Suga. Aku tidak bisa memberitahunya."
"Siapa memberimu hak untuk memutuskan itu?" ketus Jennie, terdengar jadi semakin kesal. "Seunghyun oppa bahkan bukan ayah kandung Nagyeom! Suga ayahnya! Kau saja tidak ingin merawat keponakanmu sendiri! Kenapa kau yang memutuskan siapa yang harus merawat Nagyeom?!" marah Jennie, membuat Lisa tidak lagi bisa menelan makanannya. Gadis itu berlari ke kamar mandi, mengeluarkan semua yang sudah ia makan sebelumnya. Perasaannya yang terluka seolah tengah menolak semua hal yang Lisa paksa masuk ke tubuhnya.
Keesokan harinya, di kantor, Jiyong menatap semua orang dengan rasa penasarannya. Jennie yang datang untuk merekam acaranya, kelihatan kacau. Lisa yang datang dengan Jennie, dengan pakaian Jennie– gaun abu-abu selutut dan blazernya kemarin– juga terlihat berantakan. Seunghyun pun sama, wajah pria itu kelihatan kacau seolah ia sudah terjaga selama berhari-hari.
"Apa hari ini semua orang berakting jadi zombie?" canda Jiyong, yang secara kebetulan berada di lantai dua dengan orang-orang tadi.
Jiyong bertemu dengan Seunghyun di tempat parkir, jadi mereka berjalan bersama. Di lantai dua, Lisa dan Jennie sudah lebih dulu ada di sana, bersiap-siap untuk merekam tutorial make up dari Jennie. BIBI membantu Lisa menata meja rias di salah satu studio kosong, di atas sebuah meja kosong. Sedang Yongbae tengah sibuk dengan berkas-berkas di laptopnya dan Seungri belum datang.
"Aku ke ruang-"
"Bisakah kau menunggu sebentar, CEO Choi? Ada yang ingin aku bicarakan," potong Lisa, yang dengan terburu-buru mencari beberapa berkas di mejanya.
Hari ini Lisa tidak berada dalam kondisi yang prima seperti biasanya. Jennie pun sama, wanita itu duduk di kursi, melihat-lihat peralatan make up yang BIBI siapkan dengan ekspresi lesu. Karena terburu-buru, Lisa menyenggol gelas keramik di mejanya, membuat gelas itu jatuh dan pecah di lantai. Semua orang menoleh, menatap Lisa yang hanya diam melihat gelas tadi jatuh.
"Kau baik-baik saja?" tanya Jiyong, meraih berkas di tangan Lisa, juga menarik gadis itu menjauh dari pecahan gelas di depan sepatunya.
"Kita dapat masalah!" seru Seungri, tiba-tiba saja berlari menaiki tangga meski hari ini ia seharusnya cuti dan tinggal di rumah. "Lihat berita!" susulnya, menyalakan televisi di dinding kantor kemudian mencari saluran berita di sana. Berita pagi ini– "Suga BTS ketahuan berkencan dengan seorang wanita, orang-orang sedang mencari siapa wanita itu dan tebak siapa wanita itu!" susulnya, dengan tangan yang menunjuk foto Lisa di layar TV. Wajah Lisa memang tidak terlihat, tapi dari belakang, dari bentuk rambut, bentuk tubuh sampai gaya pakaiannya, Seungri bisa mengenali orang itu.
Berita itu sudah ramai dibicarakan sejak semalam dan pagi tadi, tepat pukul enam, agensi Suga sudah mengeluarkan pernyataan mereka– agensi tidak bisa mengkonfirmasi apapun sebab itu adalah masalah pribadi artis mereka. Agensi Suga sudah lepas tangan.
"Sebentar lagi orang-orang akan menemukan Lisa," gumam Yongbae, menanggapi.
"Kau berkencan dengan Suga?" tanya Jennie, melangkah keluar dari studio, yang sedari awal pintunya terbuka. Ia meninggalkan BIBI juga mejanya, sengaja untuk menghampiri Lisa. "Jadi itu yang terjadi semalam?" susulnya, menerima semua yang ia lihat diberita begitu saja, tanpa mencernanya lebih dulu. Jennie terlalu kacau untuk bisa menilai kebenaran sebuah berita, hingga akhirnya ia percaya begitu saja.
"Tidak!" seru Lisa. "Aku hanya menemuinya karena Step- tidak... Aku tidak berkencan dengan Suga. Aku hanya menemuinya karena ada masalah pribadi yang perlu kami bicarakan, dan bukan berkencan, hanya itu," tegas Lisa, meski suaranya tetap terdengar bergetar.
Jennie masih menimbang-nimbang, tanpa tahu apa yang sebenarnya perlu ia curigai. Sementara Seunghyun dan yang lainnya justru menatap kepergian Jiyong. Pria itu terlihat marah. Wajahnya yang biasanya tenang, pagi ini mengeras juga merah padam. Apa dia cemburu?– pikir Jennie, juga Lisa setelah melihat punggung Jiyong meninggalkan lantai dua.
"Sesuatu yang seperti ini pernah terjadi sebelumnya," gumam Seunghyun, sementara Seungri berlari kecil mengejar Jiyong. "Jiyong, kekasihnya dan Suga pernah ada di posisi seperti ini sebelumnya, tahun lalu," susul Seunghyun, yang kemudian menyuruh Lisa untuk membersihkan pecahan gelasnya. Seunghyun melangkah meninggalkan lantai dua menuju ruang kerjanya. Ia bilang, ia akan memikirkan solusi untuk resiko terburuknya. Ia juga bilang agar Lisa tidak perlu khawatir, sebab reporter mungkin tidak akan menemukannya.
Seperginya Seunghyun, Lisa membersihkan lantai dari gelasnya yang pecah. Jennie yang sebelumnya berdiri, kini melangkah mengambil tempat sampah, membantu Lisa membersihkan kekacauan kecil itu. "Maaf, aku sedang kurang fokus," gumam Jennie, membicarakan sikapnya beberapa menit lalu. "Aku terlalu terkejut sampai lupa kalau kita sudah membicarakan ini semalam," susulnya dan Lisa mengiyakannya.
"Bagaimana kalau orang-orang tahu tentang Stephanie?" tanya Lisa, terlihat khawatir.
"Tidak, orang-orang tidak akan bersikap sejauh itu. Bahkan aku lupa kalau Nana pernah digosipkan berkencan dengan Suga. Kurasa itu alasannya meninggalkan pekerjaan ini?" gumam Jennie, melirik meja kerja Lisa yang sebelumnya milik Nana.
"Mungkin," balas Lisa, meski sebelumnya Jiyong bilang kalau Nana diberhentikan karena gangguan perilakunya.
Selesai dengan pecahan gelasnya, Lisa masih berusaha menyelesaikan pekerjaannya. Ia mulai merekam Jennie dengan semua ocehannya. Lisa tidak bisa mengatakan hasilnya sempurna, tapi apa yang telah mereka rekam selama tiga jam rasanya cukup untuk diberi apresiasi. Dua wanita itu terus berusaha terlihat profesional, meski sesekali mereka kehilangan fokus kemudian berdebat untuk sesuatu yang sebenarnya sepele. Lisa dan Jennie jadi sangat sensitif hari ini, bahkan mereka marah hanya karena suara derak pintu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkling Society
FanfictionUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...