***
Bertemu Nagyeom kemudian mengantar gadis kecil itu tidur sudah sangat membuat Lisa sedih. Ia merindukan Stephanie. Karena Nagyeom, Lisa merindukan kakak perempuannya. Stephanie yang sehat, Stephanie yang keras kepala, Stephanie yang selalu mendebat kata-katanya, Stephanie yang hampir tidak pernah setuju dengan keputusannya. Karena Lisa merindukan kakaknya itu, dalam perjalanan pulang dari rumah Seunghyun, Lisa menelepon Stephanie.
Dalam panggilan video itu, Lisa tidak bisa melihat Stephanie dengan jelas. Lisa hanya bisa melihat pipi kiri Stephanie dan helai panjang rambut wanita itu. Stephanie tidak bisa menyesuaikan handphonenya agar wajahnya bisa terlihat jelas oleh Lisa.
"Ini Stephanie. Ini Stephanie. Stephanie Lee sedang bicara," ucap wanita itu dengan suaranya yang terbata-bata, terdengar kebingungan dan selalu begitu.
"Lisa tahu, kau Stephanie," balas Lisa. "Kau sudah makan?" tanyanya, namun Stephanie hanya terkekeh.
"Stephanie merindukan Lisa," jawab Stephanie. "Lisa pulang. Stephanie merindukan Lisa. Lisa pulang. Aku kakaknya, Lisa adikku, Stephanie kakak dan Lisa adik. Lisa pulang," susul Stephanie, mengatakan semua kata yang muncul dalam kepalanya.
"Aku bertanya, apakah kau sudah makan?" ulang Lisa dan Stephanie kembali terkekeh. Apapun situasinya, ia selalu terkekeh. Apapun pertanyaannya, ia akan terkekeh lebih dulu sebelum menjawabnya.
"Dagingnya keras, ayah yang memakan dagingnya," jawab wanita itu, setelah beberapa detik terkekeh. "Dagingnya keras sekali," ulangnya, meyakinkan Lisa.
Lisa tersenyum, sedang Stephanie mulai mengoceh. Menceritakan hari-harinya di Michigan. Bukan cerita yang runtut, Lisa butuh waktu lama untuk memahaminya, namun gadis itu tetap tersenyum saat mendengarkannya. Setelah akhirnya Stephanie diam, saat sudah bosan dengan panggilan video itu– setelah dua puluh menit berlalu– Lisa mulai kembali bicara. "Stephanie,besok aku akan bertemu dengan Suga," ucapnya, membuat Stephanie kembali mengoceh.
"Aku benci Suga. Stephanie benci Suga. Benci Suga. Sangat benci Suga," oceh Stephanie, terus menus selama hampir satu menit.
"Stephanie!" seru Lisa, mencoba menghentikan Stephanie dan ocehannya. "Stephanie! Did you love me? Fanny? Stephanie!" tanya Lisa, mengulang beberapa kali pertanyaan yang sama.
"I love you. Stephanie sayang Lisa. Stephanie bukan Fanny! Aku Stephanie! Stephanie sayang Lisa!" balas Stephanie, juga berulang-ulang seperti sebuah kaset yang rusak.
Alih-alih merasa lebih baik, Lisa justru merasa semakin sedih setelah panggilannya ia sudahi. Kakak yang dulu selalu bisa ia andalkan, kini tidak ada lagi. Lisa telah kehilangan sosok kakak yang selalu dikaguminya, karena kebakaran yang mungkin bukan kecelakaan.
Malam berikutnya, sepulang kerja, Lisa pergi menemui Eric seperti bagaimana janji mereka. Epik High akan merekam lagu sepanjang lima menit tiga puluh enam detik. Untuk lagu itu, Epik High berkolaborasi dengan banyak penyanyi lainnya, dan Suga adalah salah satu orang yang terlibat. Meski Eric sebenarnya tidak terlibat dalam lagu tersebut, Tablo mengizinkan temannya itu untuk datang bahkan mengajak mantan kekasihnya.
"Oh? Jiyong?" ucap Lisa, sedikit terkejut karena melihat Jiyong juga ada di sana, duduk menyesap bir di atas sofa. "Kau pulang lebih awal untuk datang ke sini? Kalau tahu begitu aku harusnya menumpang tadi," ucap Lisa sembari mendudukan tubuhnya di sebelah Jiyong, berhadapan dengan Eric yang duduk di atas kursi beroda, memunggungi mereka.
Lisa datang saat Suga sedang merekam demo untuk lagu itu. Di hadapan Suga, berbataskan sebuah dinding dengan kaca, Tablo duduk di sana, memandu proses pembuatan demo lagu itu bersama seorang asisten yang tidak Lisa kenal.
"Kenapa tidak bilang kalau kau akan kesini, kalau tahu, aku akan mengajakmu sekalian tadi," balas Jiyong, sama kagetnya. Pria itu tersenyum, melihat Lisa yang duduk di belakang Eric setelah beberapa menit lalu Eric menjemput Lisa di pintu masuk. Seolah tengah bertanya– jadi kalian kembali berkencan?– Jiyong menatap Lisa dan punggung Eric bergantian.
"Apa?" tanya Lisa, tidak tahu apa yang ingin Jiyong katakan dengan tatapannya itu.
Suga dan Tablo selesai, kini giliran Eric yang memperkenalkan Lisa pada mereka. Pria itu memperkenalkan Lisa sebagai seorang temannya. Mereka berbincang, berkenalan dan sedikit berbasa-basi. Karena Lisa sudah mengenal Jiyong sebelumnya, suasana dalam studio rekaman itu terasa lebih santai di banding bayangan Lisa sebelumnya. Ia bukan hanya teman Eric, tapi juga rekan kerja Jiyong, hingga rasa canggung bisa sedikit teratasi. Lisa merasa bisa menyesuaikan dirinya dengan kelompok kecil itu.
Jiyong pergi ke toilet di tengah-tengah pembicaraan mereka. Tidak berapa lama Suga menyusulnya. Lantas mereka bertemu di toilet, karena Suga memang sengaja melakukannya– mencari kesempatan untuk bicara berdua dengan Jiyong. "Hyung, apa kau tidak mengingat seseorang saat melihat Lisa?" tanya Suga, tepat sebelum Jiyong melangkah untuk kembali ke studio rekaman tadi.
"Tidak," jawab Jiyong, jelas berbohong.
"Oh ya? Uhm... Apa itu berarti kau sudah melupakan Nana? Nana pasti sedih kalau kau melupakannya dengan sangat mudah," balas Suga. "Tapi, selain wajahnya, Lisa memang terlihat berbeda dengan Nana. Bagaimana menjelaskannya? Seperti ada aura gelap yang mengikuti Lisa, iya kan? Nana jauh lebih ceria darinya. Begitu juga menurutmu, 'kan?"
"Kau tahu 'kan kalau aku tidak menyukaimu?"
"Ya. Siapa yang tidak mengetahuinya? Kau selalu membenci idol yang berhasil debut. Apa itu karena iri? Atau-"
"Kalau mau memang tahu, minggir," usir Jiyong, sedikit mendorong Suga menjauh kemudian melangkah meninggalkan cermin besar di toilet sempit itu.
Jiyong akan masuk ke studio, tapi di lorong ia berpapasan dengan Lisa. Jiyong bertanya kemana ia akan pergi, dan Lisa menyebut toilet sebagai tempat tujuannya. "Kalau kau tidak pulang dengan Eric, beritahu aku, aku bisa memberimu tumpang untuk pulang," pesan Jiyong, sebab ia canggung kalau harus mengatakan itu di depan Eric.
Sayangnya, Lisa menolak kebaikan itu. Lisa bilang ia punya beberapa hal yang harus ia selesaikan dan ia harus pergi sekarang. Lisa mengaku kalau ia tidak punya waktu untuk menunggu Jiyong selesai dengan urusannya bersama Tablo. "Aku akan langsung pergi setelah selesai di toilet," ucap Lisa sembari menunjukan tas jinjing di tangannya.
Jiyong mengiyakannya, ia meminta Lisa berhati-hati, lantas mereka berpisah. Hal selanjutnya yang Lisa lakukan adalah menemui Suga. Keduanya berpapasan di depan toilet dan Lisa meminta Suga untuk meluangkan sedikit waktunya. Di ujung lorong, ada sebuah mesin minuman otomatis, Lisa mentraktir Suga sekaleng kopi di sana kemudian keduanya bicara di sebelah mesin minuman itu.
"Aku Lalisa Lee," ucap Lisa membuka pembicaraan mereka.
"Aku sudah dengar tadi, dari Eric hyung. Tapi, bukankah aku lebih tua darimu? Bagaimana kalau kau membiasakan diri memanggil-"
"Kakakku Stephanie Lee," potong Lisa, membuat Suga lantas membeku, menjatuhkan kaleng kopi yang belum ia buka.
Lisa menunduk, hendak mengambil kaleng yang jatuh tadi, tapi Suga sudah lebih dulu menahannya. "Apa kau baru saja menyebut Stephanie?" tanya Suga, memastikan.
Lisa menganggukan kepalanya, lantas Suga bergerak mundur, mencari pegangan. Pria itu kelihatan sedih, juga khawatir. "Kalau seseorang memberitahumu kalau Stephanie sudah meninggal, orang itu salah. Stephanie ada di Michigan sekarang, di rumah orang tua kami, dia sakit," cerita Lisa.
"Tidak. CEO agensiku bilang dia- dia bilang Fanny meninggal karena kebakaran. Stephanie sudah meninggal, sudah lama," ucap Suga namun Lisa menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Stephanie masih hidup. Tapi mungkin CEO agensimu mengatakan Stephanie sudah mati karena itu yang ia harapkan? Karena dia melahirkan anakmu."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkling Society
FanfictionUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...