***
Setelah Eric menjemputnya di bandara bulan lalu, ini adalah kali pertama Lisa menghubungi Eric lagi. "Aku ingin bertemu dengan Suga, bisakah kau memberiku nomor teleponnya? Nomor teleponnya yang lama sudah tidak bisa lagi dihubungi," ucap Lisa begitu Eric menjawab panggilannya di pukul enam pagi.
Lisa tengah berpakaian saat ia menelepon Eric. Dengan panggilan yang sengaja dipakaikan pengeras suara, gadis itu berkeliling kamarnya, memakai celana pendek berwarna abu-abunya di depan cermin kemudian memandangi tubuhnya yang belum berpakaian lengkap.
"Aku tidak punya nomor teleponnya," jawab Eric, masih terdengar parau, masih mengantuk.
"Kalau begitu carikan nomor teleponnya," jawab Lisa, yang kini memasukan kepalanya pada lubang leher kaus hitamnya. Ia juga memasukan tangannya, kemudian menyelesaikan berpakaiannya dengan sebuah blazer abu-abu kesukaannya. "Bagaimana pun caranya, aku butuh nomor telepon Suga," ucap Lisa karena yang ia dengar hanya suara dengkuran lemah, Eric belum benar-benar bangun. "Eric! Aku butuh nomor telepon Suga! Bagaimana aku bisa mendapatkannya?!" teriak Lisa, kepada handphonenya yang tergeletak di atas ranjang.
"Ya? Apa katamu?" tanya Eric, sedikit terkejut karena ia sempat terlelap beberapa detik lalu.
Kesal, membuat Lisa akhirnya berlutut di sebelah ranjangnya. Gadis itu berlutut sembari menatap handphonenya, dengan kedua tangan yang justru bertumpu pada tepian ranjang, bukan meraih handphonenya. "Bagaimana caranya aku bisa dapat nomor telepon Suga?" tanya Lisa, tanpa menyentuh handphonenya, seolah handphone itu adalah Eric yang tidak bisa sembarangan ia sentuh.
"Pergi ke agensinya? Siapa tahu kalian akan bertemu di sana?" saran Eric, tidak benar-benar serius karena otaknya masih membeku pagi ini. Ia belum ada di posisi bisa berfikir.
"Aku tidak suka mengandalkan ketidak pastian..." gumam Lisa, namun pada akhirnya ia tetep mengikuti saran kantuk Eric.
Pada akhirnya, di jam makan siang, Lisa tetap pergi ke gedung agensi BTS. Ia tetap mengandalkan ketidak pastian yang di bencinya, memakan sepotong roti isi sembari menunggu Suga yang mungkin aja akan keluar atau masuk ke gedung agensi itu. Di saat menunggu, Lisa mendapatkan sebuah panggilan di handphonenya. Panggilan itu dari Seunghyun, yang ingin menanyakan dimana Lisa saat itu. Seunghyun ingin meminta bantuan Lisa, karenanya pria itu menelepon.
"Bisakah sore ini kau menyusun profil perusahaan?" tanya Seunghyun setelah Lisa memberitahunya kalau ia bisa bicara sekarang, Lisa sedang tidak sibuk. "Aku ingin memperbaharui profil perusahaan dan menemui seorang investor. Bisakah kau membantuku?"
"Tentu," jawab Lisa. "Tapi aku tidak bisa melakukannya sendirian. Aku tidak tahu profil perusahaan kecuali yang ada di website."
"Aku akan membantumu, bagaimana kalau malam ini kau datang ke rumahku? Aku tidak bisa meninggalkan Nagyeom sendirian di rumah karena ibuku sedang sakit," tawar Seunghyun dan Lisa menyanggupinya. "Baiklah, kalau begitu aku akan mengirim alamat rumahku," putus Seunghyun, mengakhiri panggilan itu.
Lisa kembali menunggu setelah panggilan tadi berakhir. Handphone Lisa benar-benar aktif siang ini. Begitu panggilan Seunghyun berakhir, kini giliran Eric yang meneleponnya. Lisa menjawab panggilan itu di dering pertama, membuat Eric sedikit terkejut karena kecepatan itu.
"Kebetulan saja aku baru selesai menelepon, ada apa?" jawab Lisa, menyanggah ledekan Eric kalau Lisa sedang menunggu teleponnya.
"Kau tidak ada di agensinya Suga kan hari ini?"
"Untuk apa aku ada di sana? Aku tidak seputus asa itu hanya untuk menemuinya. Dia bahkan bukan presiden," balas Lisa, dengan kaki yang sengaja menendang-nendang tanah di bawah kakinya. Ujung sepatu hak tingginya, jadi berdebu karena kebiasaan itu. Jennie pasti mengomel kalau melihat ujung sepatu Lisa sekarang. "Tapi... Kurasa aku benar-benar putus asa, aku ada di depan agensinya sekarang," susul Lisa, membuat Eric terbahak-bahak karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sparkling Society
FanfictionUang bukan segalanya, uang tidak bisa membeli kebahagiaan, begitu kata sebagian orang naif yang kutemui. Entah apa alasan mereka mengatakannya, tapi untukku, meski bukan segalanya, uang bisa membeli kebahagiaan. Kalau uang yang kau miliki sekarang...