Empat Tiga : sweater hitam.

1.5K 185 10
                                        

"Maaf pak jika kelakuan Saya membuat bapak tidak nyaman Saya Hanya melaksanakan amanah Pak Irawan," ucap Adel sambil menunduk, dengan suara serak menahan tangis rok di atas lutut dan blazer ketatnya sudah berubah menjadi celana panjang dan blouse berwarna putih.

Saat pulang setelah bertemu dengan Om Hendra Pradikta tanpa banyak bicara lagi menyerahkan beberapa lembar uang kepada Adel, untuk membeli pakaian dan menyuruhnya mengganti pakaian yang ketat itu.

"Iya silahkan duduk dulu," peritah Pradikta tenang.

Adel menatap Pradikta takut takut, ia beringsut duduk di hadapan Pradikta Masih dengan wajah terterkuk.

"Kamu gak salah, angkat kepala kamu,"

Adel mengangkat kepalanya takut-takut. Ia belum tahu sikap Pradikta seperti apa, apakah tipe boss arogan, santai, atau seperti apa, mengingat kesalahan nya juga Adel jadi malu Sendiri berlaku demikian.

Pradikta menghela nafas,"Saya ingatkan sama kamu, jangan berlaku seperti tadi lagi, kamu punya hak untuk menolak hal hal yang di suruh bos kamu jika itu lewat batas, apalagi membuat kamu tidak nyaman, Saya tahu kamu tidak nyaman dengan pakaian tadi," jelas Pradikta.

"Maaf Pak," beo Adel.

"Saya enggak bermaksud menghakimi, atau melarang perempuan menggunakan rok mini atau sejenisnya itu kebebasan kalian. Saya enggak terganggu seandainya kamu pakai pakaian terbuka sekalipun, karna Saya sadar kontrol diri Saya ada pada Saya sendiri, dan Saya harap prinsip itu ada di staff Pria yang lain, hanya saja ini kantor, kita punya tata cara berpakaian." jelas Pradikta tanpa nada menghakimi

"Dan Kamu punya hak atas diri kamu sendiri, kamu berhak menolak perintah yang tidak logis seperti tadi, kamu disini bukan budak, ingat itu kamu faham?," Tanya Pradikta.

"Faham Pak, terimakasih nasehat nya Pak," Adel menunduk.

"Apalagi manager marketing itu, dia sudah Saya tegur tadi, tatapan dan perlakuannya sudah menjurus pada pelecehan" sambung Pradikta geram.

Adel terlihat terkejut, Pak Tomi- manager marketing itu memang beberapa kali menggoda nya, Tak jarang cat calling, mengutarakan rayuan rayuan kepada karyawati,  pura pura Tak sengaja memegang bagian tubuh karyawati, atau desas desus pelecehan Quid pro quo, tapi Tak ada yang menindaknya.

"Bapak tegur beliau?," Tanya Adel.

Pradikta mengangguk, "ya harus Saya tegur lah, tidak seharusnya dia bersikap demikian, itu bisa membuat lingkungan kantor jadi toxic, Saya sudah ngomong dengan kepala HRD, kalau dia Masih seperti itu Saya gak ragu akan memberhentikan dia," jelas Pradikta.

Adel terkejut, ia takjub dengan pemikiran Pradikta, sedikit lelaki yang memiliki pemikiran seperti ini.

"Iya Pak, banyak karyawati yang cerita sama Saya mengenai Pak Tomi, terimakasih telah membantu karyawati di sini Pak,"

Pradikta tersenyum, lalu mengangguk, "tapi, kalau tadi seandainya fikiran Saya kotor, kamu gimana?"

Adel menenggak, "Pak Irawan pilih Saya karna Saya dulu atlet taekwondo Pak, beliau juga berpesan, Saya bebas pukulin bapak kalau bapak macam macam sama Saya," jawab Adel.

Pradikta tertawa, " beruntung Saya gak macem macem in kamu, ingat pesan Saya ya, bilang sama karyawati yang lain kalau ada apa apa, kalian jangan ragu untuk mengadukan itu," ucap Pradikta lagi.

Adel mengangguk, ia memutuskan untuk keluar dari ruangan Pradikta.

"Tunggu, kamu ga ada kerjaan kan?," Tanya Pradikta.

Adel menggeleng. Pradikta mengeluarkan beberapa lembar uang dari saku nya, "Saya minta tolong ya, tolong belikan americano, sekalian Tanya anak anak Divisi It sama social mau apa, kamu juga pesan aja," ucap Pradikta.

I'm Not ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang