Pradikta menatap sang papa yang tengah tertidur sambil duduk di sebelah ranjang sang mama sambil menggenggam sebelah tangannya, ia tersenyum melihat kebersamaan orang tuanya, lalu melirik kearah sarinah yang juga sudah tertidur lelap di sofa.
Papanya sempat kaget melihat keadaan sang istri yang tiba Tiba drop, dan langsung di vonis kanker pankreas, setahu papanya sang istri memang sudah sering sakit perut, tapi ia mengira hanya sakit perut biasa dan Tak terlalu memperdulikan nya karna beberapa bulan terakhir ia sibuk pulang pergi ke Malang- Jakarta.
Papanya amat shock mendengar kabar ini, bahkan awalnya ia menyangka ini rangkaian dari perayaan ulang tahunnya yang akan di adakan seminggu lagi, namun Pradikta memberi tahunya bahwa ini benar benar nyata, Kendra- sang papa Tak dapat menyembunyikan kesedihanya, bahkan tadi sang papa baru berani menemui istrinya Setelah salat ashar padahal lelaki itu sudah datang sejak pukul 11 siang, menenangkan diri dulu katanya saat Pradikta bertanya mengapa papanya baru datang ke ruangan mamanya.
Papa nya itu sama dengan dirinya yang merupakan workaholics yang menghabiskan banyak waktunya untuk berkerja, tapi papa nya berbeda se workaholics apapun sang papa ia tak pernah membuatnya fatherless atau husband-less untuk sang mama, lelaki itu selalu ada di saat saat mama atau Pradikta membutuhkannya.
Dan kini, lelaki itu juga lah yang terpukul melihat sang istri berbaring dengan alat alat penunjang hidup di tubuh sang istri, sejak menemui sang mama, kendra- papanya banyak menangis, merasa gagal menjadi seorang lelaki karna bahkan ia Tak tahu istrinya menderita penyakit se bahaya ini, mungkin jika kondisi nya Tak sedang seperti ini Pradikta yakin ia akan tertawa melihat sang papa senggukan, tapi tadi kata kata sang papa membuat hatinya turut teriris karna ia pun gagal menjadi seorang anak yang membuat orang tuanya nyaman untuk terbuka padanya, ia gagal karna Tak memperhatikan mamanya dan hanya peduli pada ambisinya untuk membangun Oxy Force.
Bahkan tadi papanya langsung menemui dokter untuk meminta agar istrinya langsung di pindahkan ke singapore atau jerman, guna mendapatkan pengobatan yang lebih baik, sayangnya dokter bilang kondisi sang istri saat ini sedang ada di taraf kritis, membawanya ke jerman malah akan membuat risiko, jadi untuk pindah rumah sakit menunggu kondisi sang mama cukup baik terlebih dahulu.
Pradikta menyimpan kue pesanan sang papa diatas meja dengan perlahan berupaya Tak membuat suara sedikit pun, ia menatap wajah damai sang mama, lalu beranjak keluar.
--
Pradikta turun dari mobilnya yang sudah terpakir di depan kafe yang kini ramai dengan pengunjung, malam minggu memang menjadi malam favorite para muda mudi menghabiskan waktunya.
Pradikta melambaikan tangannya, ketika ia melihat siska sedang mengantarkan pesanan. Siska tersenyum membalas lalu menghampiri Pradikta Setelah mengantarkan pesanan costumernya, "kok gak bilang kalau mau kesini?," Tanya nya sambil memeluk nampan yang ia bawa.
Pradikta menggoyangkan ponselnya yang mati "Low bat,"
Siska mengangguk, "yaudah Ayo ke rumah aja, bangkunya udah penuh di sini, kamu mau apa?," Tanya Siska.
"Something to get rid of fatigue,"
Siska tersenyum melirik sekitar lalu memeluk Pradikta singkat, "susah banget bilang minta di peluk?," Ucap nya sambil terkekeh.
Pradikta tersenyum "You know me so well," ucapnya lalu menarik tangan Siska menuju pintu belakang kafe menuju rumahnya.
"Kamu lagi ada masalah?," Tanya Siska sambil menatap Pradikta yang tengah duduk di sebelahnya.
Pradikta Tak menjawab ia malah memeluk Siska erat, meletakan dagunya diatas kepala Siska, menghidu aroma parfume mangga yang siska gunakan.
"Mama sakit," ucap Pradikta singkat membuat Siska menoleh kearah nya.
"Sakit apa?," Tanya Siska.
Pradikta melepaskan pelukannya, ia menatap vas bunga diatas meja, "kanker pankreas stadium akhir, bahkan survival rate nya sudah rendah,"
Siska tercengang kaget, "tapi saat kita ketemu mama kamu, dia terlihat baik baik aja,"
"Aku pun mengira mama baik baik aja, sampai tadi siang mama pangsan di depan ku, dan saat dibawa ke rumah sakit, dokter bilang kondisi nya sudah menghawatirkan,"
"Mama gak pernah mengeluh sakit apapun sama aku atau papa, bahkan disaat dia tahu sudah terkena kanker mama Masih menyembunyikan nya dari kami," ucap Pradikta sendu.
Siska terdiam bingung harus merespon bagaimana, sedetik kemudian Pradikta senyum, "maaf aku malah jadi melankokis, aku gak bermaksud bikin kamu berfikir ini masalahku Sendiri " ucapnya lalu mengguk air mineral yang siska sedikan.
"Aku malah senang kalau kamu berbagi sama aku, aku gak tergangu, kamu dulu menemani ku saat aku ada di til tersendah dalam hidup ku, memberikan dukungan moril, itu sangat berarti buat ku, jadi jangan sungkan cerita kalau kamu butuh bercerita, I'm here for you " ucap siska meyakinkan.
Pradikta tersenyum, Siska memeluk Pradikta.
"Aku lelah," ucap Pradikta lalu melepas pelukan, Siska menyatukan alisnya, heran, dan melepas pelukannya.
Pradikta mengubah posisinya, dia menaikan kedua kakinya keatas sofa, meletakan kepalanya di paha Siska.
"Aku istirahat sebentar boleh?," Tanya Pradikta.
"Kalau kamu capek kamu bisa tidur di kamar ku, sofa gak nyaman" ucap siska.
"Sama kamu?," Tanya Pradikta.
"Apanya?,"
"Tidurnya,"
Siska mendengus, ia menimpuk Pradikta dengan bantal cushion.
Pradikta terkekeh, "bercanda sayang, aku cuma mau istirahat sebentar nanti jam setengah 12 bangunin aku, kalau pulang sekarang macet" ucapnya.
Siska mengangguk, ia membiarkan Pradikta memejamkan matanya, tertidur di pahanya, tangannya mengusap usap rambut Pradikta.
"Aku merasa enggak berguna, aku gagal menjadi seorang anak, aku bahkan enggak tahu mama sakit kanker," ucap pradikta mendesah
"Ini bukan salah kamu, Ta," Siska meyakinkan.
"Aku akan membenci diriku selamanya kalau seandainya tadi Hari terakhir mama, dan aku baru tahu kalau mama punya kanker, aku gak akan maafkan diriku Sendiri,"
"Jangan begitu, ini ujian untuk kamu, tinggal sekarang bagaimana caranya kamu bahagikan mama, perlakuan dia dengan baik,"
Pradikta mengangguk, "kalau pegal bilang ya, aku gak mau bikin kamu keram,"
Siska tersenyum.
Pradikta menatap siska lalu berbalik menghadap Siska memeluknya erat dan membenamkan wajahnya di perut Siska "Makasih ya, I love you,"
"I know, tidur lah aku disini," ucap siska sambil mengelus ngelus rambut Pradikta.
Siska terdiam cukup lama, Siska mengira Pradikta sudah tidur, apalagi tarikan nafasnya terdengar teratur, Pradikta memang butuh istirahat, Siska terus mengelus kepala yang ada di pangkuannya berharap mama Pradikta baik baik saja.
Semoga saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Chef
ЧиклитSiska yang seumur-umur tidak memiliki kemampuan memasak memutuskan membuka kafe di Jakarta untuk menunggu sang pacar. Sayangnya, suatu insiden tak menyenangkan terjadi di hari pertama kafenya di buka, yang membuat Siska pada akhirnya menengenal Prad...
