"Aduh, ini pada kehujanan," ucap seorang ibu mengunakan hijab berwarna coklat yang Siska tebak adalah ibu Kinan, dengan bahasa Indonesia namun disertai aksen Sunda yang kentara. Mereka yang berjalan semakin cepat kearah kantor karna hujan semakin deras ditambah lagi angin kencang yang agak menghawatirkan.
Siska melepas sepatu boots karet nya yang sudah basah, membalikan nya,lalu menyimpan di sudut ruangan, lalu menggantinya dengan sepatu berhak yang sejak awal ia pakai.
Baju yang ia kenakan pun sudah basah dengan air hujan.
"Teteh mau ganti baju gak teh?," Tanya ibu Kinan yang tak Siska ketahui namanya.Ia menggeleng sopan "enggak apa apa Bu,enggak terlalu basah kok"
Sedankan Pradikta yang ada di depannya sedang mengelap wajahnya dengan handuk yang di sediakan mang Asmad."Neng ,tadi hape na bunyi tapi enggak ibu angkat, coba di tanya barangkali penting," ucap ibu Kinan yang langsung dibalas Kinan anggukan lalu pamit kepada mereka semua, diikuti ibunya.
Diruangan itu tinggal tersisa Siska dan Pradikta yang masing masing terdiam, ditemani suara gemericik hujan "kedinginan gak?," Tanya Dikta memecah keheningan sambil menyugar rambutnya yang basah.
Siska menggeleng "Di mobil gue ada Jaket sih mau pake?," Tanya Pradikta menawarkan yang dibalas gelengan.
"Lo basah banget lho, gak minjem baju mang Asmad gitu?," Tanya Siska tanpa menjawab pertanyaan Pradikta dengan mata yang memperhatikan baju Pradikta yang benar benar basah.
"Eh, ke rooftop yuk," ajak Pradikta semangat.
Belum Siska menjawa Pradikta terlebih dahulu menarik tangannya. Pradikta memimpin perjalanan menuju tangga yang ada di samping kanan ruangan, tangga khusus yang menghubungkan kantor, ruang serbaguna, dan rooftop yang berada di lantai 3.
"Lo pasti bakal suka deh, sama tempatnya," ucap Pradikta menyakinkan.
Siska memutar bola matanya, sambil berjalan malas.
Mereka melewati tangga di ruang serbaguna yang hanya ada dua pintu tertutup satu buah sofa panjang dan lukisan bergambar bunga, dinding dindingnya berupa kaca yang membuat pemandangan menjadi indah.
Siska berhenti sejenak memandang ruangan itu takjub. "Lo bakal lebih kaget liat ruangan di atas," ucap Pradikta lalu menarik tangan Siska.
Siska tak mengerti apa yang sedang di bicarakan Pradikta, namun ia menurut saja saat tangannya semakin erat di tarik Pradikta menuju tangga selanjutnya. Siska kembali mengikuti Pradikta, menaiki satu per satu anak tangga dengan hati-hati.
Selesai menaiki tangga paling atas, ia terdiam sejenak. rooftop yang dimaksud Dikta ternyata bukan rooftop seperti biasanya, di sampingnya kini terdapat sebuah ruangan berbentuk setengah bola yang dindingnya di ganti dengan kaca transparan.
Dari jauh terlihat banyak tumbuhan yang tumbuh di dalamnya. Dikta menoleh ke arah siska yang sedang memandang takjub ruangan di hadapannya. "Bagus kan?," Tanya Dikta sambil tersenyum jumawa.
Siska mengangguk nangguk. Pradikta kembali menarik tangannya untuk masuk.Mereka masuk ke ruangan yang di dalamnya penuh dengan berbagai macam bunga, yang ditata dengan rapi, sehingga tak menimbulkan kesan berantakan atau ruwet. Dipaling ujung dari bangunan berbentuk setengah bola itu terdapat 2 buah cuddler chair dan sebuah meja dari kayu yang membuat kesan cozy makin terasa, belum lagi lampu lampu berwarna kuning khas yang bergelantungan di atas meja menambah kesan Aesthetic.
Siska dan Dikta duduk di cuddler chair yang saling berhadapan.Mata Siska masih menjelajah isi ruangan itu. "Ini greenhouse?," Tanya nya "Bukan greenhouse sih, ini lebih ke tempat rehat gue," ucapnya sambil terkekeh.
Mata Siska benar benar tak bisa berpaling dari keindahan air hujan yang memberikan efek yang sangat bagus pada kaca bening di hadapannya juga view pertanian bunga blok bunga matahari yang kebetulan sedang berbunga berwarna kuning cerah terlihat sangat indah dari atas sini.
"Gue ambil teh sama mie nya dulu ya kebawah," ucap Dikta lalu keluar dari bangunan itu meninggalkan ku sendirian.
Tak berapa lama ia datang dengan nampan berisi 2 mangkuk mie beserta 2 gelas teh hangat, lalu menyimpannya di meja. "Makan Sis, " ucapnya menawarkan lalu mulai memakan mienya, Siska pun melakukan hal yang sama.
"Gak semua orang, lho Sis bisa ke sini, paling cuma keluarga aja" ucap Dikta sambil kembali memasukan mie kedalam mulutnya. Siska terdiam sambil kembali mengunyah mie nya.
Masalahnya, dia bukan lah keluarga Pradikta.
••
Setelah hujan mulai mereda dan menikmati pemandangan di rooftop, bahkan baju yang tadinya sudah sangat basah kembali kering, Siska dan Dikta pamit untuk pulang. "Hati hati jalannya, ntar jatoh lagi jalannya licin lho," teriak Praikta saat Siska melompat lompat di jalan setapak menuju mobil.
Siska mengerucutkan bibirnya, lalu berjalan malas di sebelah Dikta.
"Tadi foto foto gak sama Kinan?" Tanya Dikta yang dibalas gelengan oleh siska."Kenapa?," Tanyanya lagi
"Tadi ke hipnotis banget sama bunga bunga di sini, bahkan lupa mau foto," balas Siska.
"Mau di fotoin?" ucap Dikta berenti berjalan.
"Gak usah, belum touch up, berminyak banget mukanya," ucap Siska lalu kembali berjalan tak menghiraukan Dikta.
Dikta berjalan cepat menghampiri siska.
"Sekali aja, senyum ya cantik kok," ucapnya sambil merangkul Siska dan ber Selfi ria menggunakan handphone milinya hingga mendapat beberapa foto.
Siska menghentakkan kakinya sebal,
"Maksa maksa Mulu deh, nyebelin," ucapnya lalu berjalan meninggalkan Dikta yang terkekeh sendirian sambil memperhatikan ke 5 Fotonya yang semuanya menimpakan wajah manyun Siska.••
Siska
Sudah dimana sekarang? Aku bertanya dalam hati sambil menguap pelan, lalu merentangkan otot tangan yang terasa kaku, perlahan kedua kelopak mata ku terbuka. Mataku terbelak kaget, saat melihat pardikta yang kini sedang terpejam dengan kursi yang dimiringkan ke belakang.
"Pradikta..Pradikta..," panggil ku membangunkan sang si empunya nama sambil menggoyang goyangkan bahunya pelan. Kelopak mata pradikta sedikit demi sedikit terbuka, dia menggerejap- rejapkan matanya sesaat lalu Tersenyum saat melihat ku.Ia merentangkan tangannya "sudah bangun putri tidur?," Tanya nya meledek sambil terkekeh pelan.
"Seharusnya Lo bagunin begitu sampai," ucapku sambil melirik jam tangan ku, Sudah pukul setengah tujuh malam, aku menepuk jidat pelan."Gue udah bangunin Lo putri tapi Lo nya gak bangun bangun, apalagi Lo keliatan pules banget yaudah gue sekalian tidur aja," ucapnya sambil menegakan punggung kursi. Lalu menenggak air minum yang ada di dekat nya
"Yaudah deh ayo turun!," Ucap ku sambil melepas seat belt,
"Nanti dah, temenin gue dulu, masih ngantuk nih," ucapnya dengan suara bangun tidur. Aku memukulnya pelan
"Ayo turun gak," ucapku karna kunci villa ada pada nya.Ia pun turun dengan muka bantal sambil malas malasan.
"Ambil Sendiri nih" ucapnya malas sambil melirik kantung celananya
Siska menatap Pradikta tajam, Pradikta memajukan wajahnya, "deg degan ya?" Bisiknya tepat di telinga Siska Lalu ia tertawa terbahak bahak, Tanpa dosa.

KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Not Chef
ChickLitSiska yang seumur-umur tidak memiliki kemampuan memasak memutuskan membuka kafe di Jakarta untuk menunggu sang pacar. Sayangnya, suatu insiden tak menyenangkan terjadi di hari pertama kafenya di buka, yang membuat Siska pada akhirnya menengenal Prad...