Empat Enam : jemputan mantan

1.5K 206 28
                                        

"Kamu pernah bilang kalau first love sulit untuk di lupakan, apakah Itu berlaku bagi dia? How's your heart now?," Tanya Siska menyelidik, ia begitu menanti jawaban Pradikta.

Pradikta menggeleng, "aku bukan lelaki yang memandang cinta sebagai mainan, ketika sudah berkomitmen dengan seseorang, yang lain harus dilupakan," jelasnya, membuat Siska mengalihkan padangan dan berdeham, bukan Itu jawaban yang ia butuhkan.

Pradikta mengambil remot Tv yang Masih di genggam Siska, menekan tombol off, lalu meraih pundak Siska agar berhadapan dengan nya.

"Ada yang ganggu fikiran kamu?," Tanya Pradikta cemas.

Siska menggeleng, "cuma gangguan kecil, bukan masalah penting," jawabnya lalu tersenyum.

Dahi Pradikta berkerut, "masalah apa? bisa aku bantu?," Tanya nya peduli.

Siska menggeleng lalu melirik jam dinding. "Makan sekarang aja gimana?," Tanya Siska mengalihkan pembicaraan.

Pradikta melirik jendela, hujan Masih cukup deras di luar Sana, "pesan aja gimana? Hujan nya deras banget," Tanya Pradikta.

Siska terdiam sejenak lalu mengangguk, "oke pesan aja, kamu yang pesan ya," ucap siska dibalas anggukan Pradikta.

"Sop iga gimana?," Tanya Pradikta sambil menekan nekan layar ponselnya.

"Boleh, sekalian buat meta sama ryan juga ya, aku ambil uang dulu di atas," Siska bangkit dari duduknya namun lengan ya di tahan Pradikta "Lho ngapain, udah pakai uang aku aja, kayak sama orang lain aja,"

Siska menghela nafas, "yaudah Deh, aku keatas sebentar ya," Siska bangkit dari duduknya lalu buru buru menaiki anak tangga satu persatu menuju kamarnya, dengan kepala yang penuh dengan pertanyaan.

Siska duduk di pinggiran ranjang, mengambil yang hanyalah alasan, kepalanya penuh dengan asumsi yang tidak tidak sejak tadi, sambil menghembuskan nafas, berusaha menghilangkan Rasa sesak yang sejak tadi terasa di rongga dadanya, belum lagi kepalanya yang berdenyut nyeri sejak tadi.

Jawaban Pradikta membuat nya semakin sesak, jawaban Pradikta bukan jawaban yang ia harapkan ia merasa jawaban Pradikta terkesan ambigu, entah perasaan nya saja yang sedang sensitif tapi saat Pradikta menjelaskan tentang chef ayu ada binar dimatanya yang Tak di tak dapat di tutupi, binar antusias, dan kerinduan yang dengan jelas dapat Siska rasakan dari pandangan Pradikta tadi.

Seandainya, seandainya tadi Pradikta menjawab perasaannya untuk chef Ayu telah tiada, maka semua Akan Siska anggap selesai. Tapi karna jawaban Pradikta tadi Masih membuatnya penasaran, ia terpaksa harus mengeluarkan pertanyaan yang sejak tadi ada di benaknya, walau ia tahu kemungkinan terburuk pertanyaan Itu dapat membuat semua berakhir malam ini juga.

"Sop nya udah agak dingin, mungkin karna hujan dan jarak restoranya jauh, aku angetin dulu aja gimana?," Tanya Siska sambil menatap sop nya yang sudah Tak lagi hangat.

"Gapapa?,", Tanya Pradikta ragu.

Siska terkekeh, "ya gak apa apa, ngangetin sop bukan hal yang susah, aku angetin sebentar ya kamu tunggu di sini," ucapnya lalu bangkit membawa sop nya menuju dapur, dengan Pradikta yang membuntutinya.

"Ngapain ke sini?, Udah tunggu aja di Sana sambil nonton tv," ucap siska melihat Pradikta bersandar pada kulkas sambil mengamatinya.

Pradikta hanya tersenyum, lelaki Itu Tak bicara apa apa, hanya menatap siska lekat lekat, Siska yang ditatap seperti Itu menjadi sedikit kikuk, membuatnya berdeham untuk menghilangkan Rasa canggung yang ia rasakan.

I'm Not ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang