eighteen

2.1K 267 3
                                    

Selesai keduannya makan, ia dan pradikta berbagi tugas, Siska mencuci piring sedangkan Pradikta merapihkan meja makan dan dapur. Lalu mereka duduk di depan teras rumah memperhatikan anak anak pulang mengaji yang berjalan di jalanan becek depan rumah keluarga Pradikta.

"Ini yang gue suka di tempat ini, menyatu dengan Alam, dekat dengan Tuhan," ucap Pradikta yang tengah duduk di sebelahku sambil menyeruput kopi nya pelan.

"Kadang kesederhanaan itu yang bikin kita dekat dengan Tuhan karna kita merasa bukan apa apa, kalau udah kaya, rasanya kita sudah luar biasa, dan terkadang lupa sama tuhan," balas Siska masih menatap anak anak yang silih berganti berjalan melewati jalanan becek di depan villa pradikta.

Dikta terkekeh pelan.

"Akhir-akhir ini gue sering merhatiin Lo agak murung dari sebelumnya kenapa?," Tanya pradikta tiba tiba.
Siska menarik nafas panjang
"Mirkirin hidup sendiri kok miris banget ya" jawab Siska lalu terkekeh.

Pradikta terdiam "lelaki yang waktu itu nikah pacaran berapa lama sama lo?," Tanya nya

Siska terlihat berfikir "five to six year kayaknya,"

"First love?," Tanya pradikta

"Klise gak sih?," Siska terkekeh

"Pantes First love, pasti susah lupa, karna sejahat apapun orang yang kita cintai, perpisahan itu selalu menyedihkan apalagi first love, ada sensasi yang beda ," ucap pradikta sambil menatap langit malam.

"Wah Lo pernah di saktin juga ya sama first love Lo?," Tanya Siska sambil tertawa.

Pradikta tak menjawab.

"Tapi Lo orang yang kuat banget lho berani datang ke nikahan mantan," ucap pradikta mengingat ngingat momen beberapa waktu lalu.

"Enggak kuat sebenarnya, tapi ada yang maksa gue untuk sok kuat," Siska mendengus sambil melirik kearah Pradikta, yang di balas senyuman oleh lelaki itu.

"Tapi Lo termasuk orang yang kuat soalnya lo cuma nangis gak berbuat hal ekstrem,"

Siska terdiam "honestly gue pengen melakukan hal ekstrem saat itu tapi bingung mau ngapain," jawab Siska

"Lo gak sampai ngegembel di rumah dia kan nungguin dia keluar? Atau spam email? Wa? DM? Atau bahkan nge hack handphone nya? ," Tanya pradikta 

Siska menggeleng "sebenernya it's okay untuk sedih, untuk Lo nangis nangis atau melakukan hal memalukan saat patah hati, sakit banget soalnya tapi kalau sampai ganggu privasi ngeri sih," jawab Siska
Pradikta terdiam, namun berikutnya ia tertawa "iya sih gue setuju  seharusnya itu enggak di lakukan tapi ya namanya patah hati, kita bisa melakukan hal yang gila banget ,"

Siska mengangguk nganggukan kepalanya. "Masa falling in love dan patah hati adalah masa manusia enggak punya logika," ucapnya sambil terkekeh.

"Exactly," Pradikta menjentikan jari nya.

"Susah sih lupain orang yang kita sayang, tapi bagi gue its okay jadi gila pas patah hati, itu berat banget kalau cuma di pendam dalam hati." balas Siska dengan pandangan lurus ke depan.

Pradikta mengangguk, mereka berdua terdiam Abhi lebih dulu memencet klakson yang membuat Siska langsung berlari membukakan pagar.
Abhi turun dari mobil bersama beberapa teman lelakinya.

"Eh ada siska,", Tanya Abhi ketika turun dari mobilnya

Siska mengangguk "hallo mas, gimana tadi macet di jalan?," Tanya Siska sambil tersenyum

"Lumayan lah, Tapi enggak terlalu macet, mungkin karna hujan", ucap nya sambil tersenyum manis, tiga orang lelaki pun turun dari mobil Abhi dan menghampiri Siska.

"Sis, kenalin temen gue, ini Haikal, Deva , yang ini Galin," tunjuknnya ke satu satu temannya.

Satu persatu mengulurkan tanganya. Yang langsung siska sambut  sambut.

Tak lama Pradikta menghampiri kami semua, ternyata ketiga teman Abhi ini juga adalah teman satu kampus Pradikta saat S2 di UK.
"Ayo masuk, anggep aja rumah sendiri," ucap pradikta memerintahkan teman temannya masuk. Mereka ber-6 mengobrol -ngobrol ngalor ngidul, mulai dari pembahasan kantor, ngomongin partai politik, bahas tentang elektronik, rekomendasi tempat tempat coszy buat kongkow, dan berbagai hal lain nya yang membuat mereka lupa waktu dan mengobrol hingga larut malam.

Tiba tiba tangan Siska ditarik kearah kamar nya, "udah malem mending lo tidur ya, gabaik begadang," ucap Dikta lalu mengusap pelan kepala Siska sebelum berbalik.

"Tunggu," panggil Siska membuat Dikta menoleh lagi "Makasih jaketnya," ucap Siska dengan nada rendah sambil menyodorkan jaket milik Dikta yang di pinjamkan kepadanya.

Dikta tersenyum lalu mengambil jaketnya. "good night," ucapnya membentuk Surai tipis di wajah siska.

••

Dengan wajah yang sudah segar, Pagi ini Pradikta sudah duduk manis di ruang tamu di temani, secangkir olong tea kesukaannya dan roti bakar Strawberry buatan Siska yang masih hangat.

"Ngerjain gue aja lo," ucap Siska bersungut-sungut.

"Lah, lah kok nyalahin gue ya salahin mbok Nah dong," balas Dikta sambil menyesap tehnya pelan.

"Salah Lo pokoknya, katanya mau jalan, ya cari makan diluar aja," balas Siska tak mau kalah.

Setelah semalam mengobrol sampai jam setengah dua dini hari, mereka semua harus di ganggu lagi oleh gedoran pintu dari Mbok Nah dipagi buta, yang memberi kabar izin tak bisa masak untuk sarapan karna ada pernikahan keponakannya di daerah Antapani, Bandung.

Ditambah di rumah itu hanya ada beras, membuat Siska memilih makan di luar, namun karna paksaan Dikta, sejak subuh tadi mereka pergi membelah hawa dingin  ke salah satu toserba yang cukup jauh dari villa miliknya, untuk membeli roti tawar dan strawberry jam menggunakan motor bebek peninggalan kakek Dikta yang membuat Siska berkali kali harus mengusap ngusap tangannya untuk menghalau rasa dingin, sedangkan Abhi dan teman teman nya sudah pulang sejak dini hari ketika beres mengobrol karna Galin- salah satu temannya ikut penerbangan pagi ke Inggris untuk melanjutkan pendidikan S3 nya di NTU.

"Pagi ini gue mau liat kebun bunga dulu, mau ikut gak?," Tanya Dikta sambil mengigit roti bakar nya.

Siska menggeleng "Males ah," jawab Siska sambil mengoles ngoles mentega di atas roti.

Dikta mengambil handphone dari saku celananya, mengutak-atik lalu menunjukan sebuah foto perkebunan bunga yang sangat asri, bagus dan Instagramable. Mata Siska membesar, pemandangan yang indah sayang kalau ia lewatkan.

"Ikut deh, ngapain juga gue disini sendirian, sepi banget lagi ," balas Siska merevisi jawabanya sambil membolak balik rotinya di atas teflon.

Dikta terkekeh, dasar cewek

Villa keluarga Dikta ini memang jauh dari keramaian bahkan terkesan sangat sepi, tak ada satupun rumah yang ada di dekat villa milik keluarga Dikta ini, namun karna halaman yang bersih membuat rumah ini tak terkesan angker.

Sedangkan perkampungan berada 4 KM dari villa milik Dikta, tak ada angkot yang lewat, kendaraan pun hanya kadang kadang saja jalanan karna jalan di depan villa keluarga Dikta bukanlah jalan masuk utama desa, kadang jalan ini hanya akan ramai ketika anak anak desa pulang mengaji di desa sebelah setiap malam Jumat, mereka biasanya melewati jalan ini karna sepi tidak ada kendaraan jadi lebih aman terlebih biasanya banyak anak kecil dan karna terkadang jika melewati jalan ini mereka bisa ikut mobil bak terbuka milik pedang yang akan mengambil sayuran di desa-desa terdekat untuk dijual ke pasar, sisanya paling hanya orang orang tertentu yang punya urusan untuk lewat di daerah ini.

"Yaudah bentar lagi kita berangkat," ucap Dikta setelah menghabiskan 3 potong roti bakar Strawberry miliknya.

Siska langsung cepat cepat menghabiskan roti milinya lalu merapihkan meja makan dan mencuci alat alat makan bekas pakai mereka.

I'm Not ChefTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang