NL - 26

14.2K 1.5K 119
                                    

Hari ini, tepat pukul 2 siang, Rey sudah pulang ke rumah, karena kebetulan berkas pentingnya tertinggal di ruang kerja, karena malas kembali ke kantor, Rey memilih mengerjakan pekerjaannya di rumah saja.

Tangannya sibuk menari di atas keyboard, matanya menatap fokus ke arah layar, sesekali keningnya terlihat mengerut saat membaca berkasnya.

Ibu jari dan telunjuknya memijit pangkal hidung dengan pelan, kepalanya terasa pening, sepertinya para karyawannya ingin segera dipecat olehnya, terbukti dengan adanya beberapa kesalahan dalam berkas yang Ia baca.

Ceklek....

Pintu ruang kerja Rey tiba-tiba terbuka, nembuat Rey yang sedang fokus terkejut, kepalanya menoleh ke arah pintu, tiba-tiba senyum tipisnya terukir, niat ingin memarahi orang yang sudah membuka pintu itu tanpa mengetuknya hilang begitu saja, saat melihat siapa yang membukannya.

Rara yang baru saja memasuki ruang kerja Rey, langsung berjalan cepat menghampiri Rey, wajahnya terlihat kusut, bibirnya maju 2 centi, dengan pipi menggembung, membuat Rey gemas.

"Wow...wow..."

Rey dibuat terkejut saat tiba-tiba, Rara duduk dipangkuannya, Rara duduk menyamping, dan langsung memeluk tubuh Rey, membuat Rey otomatis melingkarkan tangannya di pinggang sang gadis.

Tangan Rey mengelus puncak kepala Rara lembut, mood-nya kembali bagus mendapati Rara yang sekarang memeluknya. Sebenarnya Ia sedikit terkejut karena tak biasanya Rara menghampirinya terlebih dahulu, karena Rara sangat pemalu.

"Ada apa sweetie?" Tanya Rey dengan nada rendah.

Samar-samar Rey mendengar isak tangis dari gadis yang sekarang ada di pelukannya, Ia juga merasa jika tubuh Rara sedikit gemetar, sontak Rey langsung memegang bahu Rara guna menegakkan tubuhnya.

"Kenapa? Bilang sama Kakak," khawatir Rey.

Rey sangat khawatir melihat wajah merah dan sembab Rara, ternyata Rara sedang menangis, Rara sesegukkan dengan air mata yang terus mengalir.

Telapak tangan Rey terulur mengusap air mata tersebut.

"Kenapa Ra? Jangan buat Kakak khawatir," cemas Rey.

Bukannya berhenti menangis, air mata Rara malah semakin deras, membuat Rey kalang-kabut, Ia sangat bingung sekarang.

"K-kalau k-kakak nanya t-terus, aku kenapa, aku j-jadi tambah pengen nangis, huaaa...." tangis Rara semakin pecah.

Entah kenapa saat Rey terus bertanya, malah membuat Rara semakin ingin menangis.

"Stt...yaudah maaf ya."

Rey merengkuh tubuh mungil Rara ke dalam dekapannya, tangannya mengusap punggung Rara teratur, 10 menit mereka diam. Merasa sang gadis sudah reda menangis, Rey memegang bahu Rara menjauhkannya sedikit agar bisa menatapnya.

Rara menatap Rey dengan mata yang masih berkaca-kaca, tapi sudah berhenti menangis, membuat Rey merasa sedikit lega. Dengan lembut Rey mengusap jejak air mata Rara yang sangat berharga.

"A-ku lagi kesel," adu Rara dengan sesegukkan.

Rey menatap Rara dengan pandangan lembut, terus mengelus pipi Rara yang memerah akibat menangis.

"Kesel kenapa? Gak ada yang sakit kan?" Kepala Rara menggeleng pelan, wajahnya cemberut membuat Rey gemas.

Rey menghembuskan nafasnya pelan, Ia kadang tak mengerti dengan gadis di depannya ini, Rara selalu berhasil memikat hatinya.

"Terus, kenapa nangis, hmm?" Tanya Rey lembut.

"Kak Alan terus ganggu aku di rumah, aku kesel. Zii juga terus digangguin Kak Alan. Tadi, pulang sekolah Kak Alan janji mau ajak aku jalan-jalan naik isabel, tapi Kak Alan bohong, terus malah gelitikkin aku sampe nagis, ak-"

New LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang