NL - 32

11.3K 1.4K 74
                                    

Kelopak mata Rara mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya matahari yang memaksa masuk ke dalam retinanya.

Tubuhnya menggeliat pelan, sekejap Ia mengucek matanya agar tidak buram, setelah dirasa cukup, Rara menoleh ke samping, menatap jam kecil berbentuk persegi dengan warna putih di atas nakas.

Ternyata sudah pagi. Rara yang kesadarannya sudah terkumpul sempurna langsung melenggang pergi menuju kamar mandi.

Entah kenapa Rara merasa sangat lelah, padahal Ia baru saja bangun tidur, dengan lunglai Rara menggosok giginya, lalu membasuh wajahnya menggunakan air dingin.

Tapi, saat Rara menatap cermin, Ia sedikit terkejut melihat penampilannya, dimana matanya terlihat sembab seperti habis menangis semalaman.

Deg. Ingatan Rara langsung melayang kepada kejadian kemarin malam, kenapa Ia bisa lupa akan kejadian semalam? pikir Rara.

"K-kak Rey," gumam Rara tercekat.

Dengan buru-buru, Rara mengelap wajahnya menggunakan handuk kecil yang khusus dipakai untuk wajah, setelah selesai, Rara langsung berjalan cepat keluar dari kamarnya.

Saat akan melewati ruang kerja Arsen, samar-samar Ia mendengar obrolan antara Arsen, Rio, Alan dan Bara, yang langsung membuat langkah kakinya terhenti.

"Pah, tapi dia cucunya pria tua bangka itu," marah Bara.

"Iya, apa Papah bakal tetap biarin Kak Rey deketin Rara?" sambung Alan.

"Kalian harus sabar, bagaimana kalau Rey te-"

"TAPI, KAKEKNYA UDAH BUNUH OPA!"

Hening. Semua anggota keluarga Addison kecuali Rara, yang berada di dalam ruangan itu terdiam, saat mendengar perkataan Bara.

Deg. Rara yang tak sengaja menguping di balik celah pintu mematung, saat mendengar teriakkan Bara yang sangat tersirat akan kemarahan.

Tanpa sadar, Rara memegang dada kirinya yang terasa berdetak dua kali lebih cepat. Pandangannya kosong ke arah depan, dengan otak yang berusaha mencerna perkataan Bara.

Kakek Kak Rey bunuh Opa?

Perkataan itu terus berputar bagai kaset rusak di kepalanya.

Perlahan kesadaran Rara kembali, saat zii kucing kesayangannya, menubruk kakinya. Kelopak mata Rara mengerjap, Ia terlihat sedikit linglung, tapi tak lama kemudian, Ia menggelengkan kepalanya, membuat kesadarannya kembali sepenuhnya.

Tak ingin anggota keluarganya menyadari keberadaannya, Rara segera menggendong zii, lalu meninggalkan area itu dengan langkah hati-hati.

Setelah sampai di kamarnya kembali, Rara segera menutup pintunya rapat, Ia berjalan pelan menuju ranjang, dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Apa benar?" lirih Rara.

Rara yang sudah duduk di sisi ranjangnya, memeluk zii erat, Ia memejamkan kedua matanya, membuat air mata yang sedari tadi menggelung di kelopak matanya menetes begitu saja ke pipi mulusnya yang sekarang sudah memerah.

Segala kemungkinan hinggap di pikiran Rara, dan banyak pertanyaan yang seakan saling bersahutan di pikirannya.

"Apa benar, Kakek Rey yang sudah membunuh Opa nya?"

"Apa selama ini Rey hanya memanfaatkannya?"

"Apa dahulu keluarganya bermusuhan dengan keluarga Rey?"

Merasa sedikit pusing, Rara segera menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan semua pertanyaan-pertanyaan di kepalanya.

"Trust me?" lirih Rara dengan raut bingung.

New LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang