NL - 24

13.6K 1.4K 40
                                    

"Beneran Kakak bebasin tuh curut?"

Dari semalam Rio banyak pikiran, bukan stres karena pekerjaan atau masalah kampus, tapi stres memikirkan langkah yang Rey buat untuk penyelesaian masalah Aldo.

Rio menatap Rey dan Bara penuh selidik, yang hanya dibalas tatapan santai keduanya, membuat Rio sedikit kesal.

"Emm." Rio mengusap-ngusap dagunya menggunakan ibu jari dan telunjuknya, tampak berpikir keras.

"Tapi, kak Rey sama Kak Bara bukan tipe-tipe orang baik deh, bisa lolosin tuh curut gitu aja," celetuk Rio.

Rey dan Bara yang sedang meminum kopi menatap Rio datar. Apalagi saat melihat Rio yang terlihat seperti berpikir keras.

"Lama-lama, kamu kayak Alan," ucap Bara.

Bara menatap malas adik keduanya, yang lama-kelamaan malah semakin menyamai tingkah adik ketiganya yang absurd dan kadang-kadang aneh.

Merasa tak terima disamakan dengan Alan, Rio melotot menatap Bara, tapi itu tak lama, karena Bara membalasnya dengan tatapan dingin.

"Tenang aja, aku sudah merencanakan liburan yang spesial untuknya," sahut Rey.

Rey tersenyum miring, Ia sedang membayangkan hukuman apa yang pantas Aldo dapatkan, akibat menyentuh dan membuat gadisnya menangis dan kembali trauma.

Mendadak, Rio jadi merinding, di sisi kanan ada Bara dan di sisi kiri ada Rey, yang sama-sama menguarkan aura hitam.

"Jadi Kakak tetep mau hukum dia?" Tanya Rio hati-hati.

Tangan Rey meraih cangkir berwarna putih berbahan keramik mahal yang berisi kopi dari atas meja, menyeruput kopi itu dengan nikmat. Lalu menatap Rio dengan senyum tipisnya.

"Tentu saja. Tak ada kata ampun, bila berurusan denganku," kekeh Rey.

Entah kenapa Rio malah bergidik mendengar kekehan Rey, yang sangat tersirat sesuatu.

"Bukannya Kakak udah janji ya sama Rara buat gak sakitin dia?" Heran Rio.

Rey tertawa ringan, tangannya meletakkan cangkir berisi kopi itu kembali ke atas meja, ditemani Bara yang sudah mematikan Ipad miliknya.

"Memang. Tapi aku hanya janji agar tak menyakiti fisiknya, bukan berarti aku tak bisa menyakiti mentalnya, kan?" Balas Rey santai.

Kepala Rio mengangguk-ngangguk mengerti. Benar juga apa yang dikatakan oleh Rey. Sekarang Rio semakin mengerti, bahwa semua orang yang berani mengusik Rey akan segera menemui takdir mengerikan.

"Sudahlah, aku mau kembali ke kantorku. Dan masalah bocah ingusan itu, aku serahkan padamu," ucap Bara tiba-tiba.

Setelah kurang lebih 45 menit berada di kantor Rey, lebih tepatnya di ruangan Rey, Bara memutuskan kembali ke kantornya, karena Ia masih banyak pekerjaan.

Bara bangkit, tangannya menggenggam Ipad miliknya. Sedikit membenarkan jasnya agar terlihat rapi dan berwibawa.

"Kenapa, kau bosan?" Tanya Rey acuh.

Kepala Bara menoleh, menatap Rey malas, yang dibalas tatapan sama malasnya oleh Rey.

"Ya, kau sangat membosankan," ketus Bara.

Menyadari akan ada perdebatan yang melibatkan mental, Rio segera berdiri, lalu menghampiri kakaknya yang sudah di ambang pintu.

"Kak Rey, kita pamit dulu," pamit Rio.

Rey hanya berdehem. Tanpa membuang waktu lagi, Rio segera mendorong Bara agar keluar dari ruangan Rey. Ia tak ingin kedua pria dewasa itu berdebat seperti anak kecil.

New LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang