NL - 29

13K 1.5K 130
                                    

Setelah dirasa mendingan, Rara sekarang sedang duduk di meja belajarnya. Karena tidak sekolah selama beberapa hari, mengharuskan Ia belajar di rumah, karena sebentar lagi Ia akan menghadapi ujian kenaikkan kelas.

Sebenarnya, kepala Rara masih sedikit pusing, tapi tidak Ia hiraukan, karena Ia tidak ingin jika nanti nilainya merosot.

Ceklek....

Mendengar suara pintu dibuka, sontak Rara menolehkan kepalanya, senyumnya langsung terpancar indah, saat melihat sang mamah yang sedang berdiri di ambang pintu.

"Mamah kan udah bilang, jangan dulu belajar, nanti tambah pusing sayang," ucap Nadin dengan kepala menggeleng.

Kakinya melangkah mendekati meja belajar Rara, setelah sampai, tangannya langsung mengusap lembut puncak kepala putri satu-satunya itu.

"Aku udah gak pusing kok. Lagian kan sebentar lagi ujian, jadi harus belajar," bela Rara.

Nadin hanya tersenyum simpul, putrinya itu memang rajin.

"Yasudah, sekarang ke bawah ya. Rey udah nunggu dari tadi."

Seketika kening Rara mengerut, seingatnya Rey tidak memberitahunya akan datang ke rumah, karena yang Ia tau, hari ini Rey ada pekerjaan ke luar kota.

Tapi, tanpa memikirkannya lagi, Rara segera bangkit, lalu melangkahkan kakinya dengan ringan, menuju lantai bawah. Sedangkan Nadin, Ia memilih membereskan terlebih dahulu, buku milik Rara yang terlihat berserakan di atas meja belajar.

Benar saja, saat sampai di puncak tangga, mata Rara langsung disuguhkan oleh pemandangan Rey yang masih memakai pakaian kantornya, tapi yang membuat Rara heran adalah, penampilannya yang terlihat sedikit acak-acakkan.

Kemaja yang sedikit kusut, jas yang tersampir asal di sofa, rambut yang acak-acakkan, dan tak lupa sudut bibirnya yang terlihat sedikit terluka.

Melihat itu, rasa khawatir langsung menggelung di dalam hati Rara, sorot matanya sangat memperlihatkan apa yang sedang dirasakan olehnya.

Tanpa membung waktu, Rara segera berlari menuruni anak tangga dengan tergesa, membuat Rey yang melihatnya, langsung ikut berlari menuju bawah tangga.

"Jangan lari!" sentak Rey tegas.

Tanpa Rey sadari, Ia sudah membentak Rara, padahal Ia hanya khawatir jika gadisnya jatuh dari tangga.

Mendengar suara Rey yang menyeramkan, sontak Rara langsung memelankan langkah kakinya. Entah kenapa Ia merasa takut, tapi Ia langsung enyahkan saat mengingat penampilan Rey sekarang.

"Kakak kenapa?" Tanya Rara.

Rara berdiri di hadapan Rey, tepat di tangga ke tiga, membuat tingginya setara dengan Rey, dan memudahkannya untuk melihat wajah Rey yang ternyata babak belur.

"Sshh...."

Ringisan keluar dari bibir Rey, saat tanpa sengaja Rara menekan luka yang ada di sudut bibirnya. Membuat Rara langsung menarik kembali tangannya dengan terkejut.

"M-maaf," sesal Rara.

Melihat tatapan menyesal Rara, Rey segera merengkuh tubuh mungil di hadapannya itu memeluk nya dengan erat, bahkan sampai membuat Rara kesusahan bernafas.

"Kak, sesak."

"Maaf."

Rey melepas pelukannya, tapi tangannya masih bertengger di bahu Rara, dengan sorot matanya yang terlihat sendu.

"Maaf," ulang Rey.

Alis Rara tertaut. Mimik wajah yang Rey tampilkan sekarang sangat berbeda dengan yang sering Ia tampilkan.

New LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang