NL - 34

15K 1.6K 259
                                    

"Tuan?"

Pria yang menggunakan pakaian rapi itu, lebih tepatnya sekretaris Rey, berdiri kaku di dekat sofa, wajahnya datar tak membentuk ekspresi apa pun, tapi tidak dengan keningnya yang terlihat mengeluarkan keringat dingin, bagaimana tidak, sekarang wajah bos nya itu terlihat sangat menyeramkan.

"Tu-"

"Jadwalkan penerbangan ku secepatnya!" cetus Rey tanpa menatap lawan bicaranya.

Pria yang bernama Tomi itu, tampak sedikit terkejut, karena rencana Rey tinggal di sini masih 2 hari lagi.

"Bukannya Tuan pulang, lusa?" tanya Tomi sopan.

Rey yang tengah memejamkan kedua matanya, langsung menoleh ke arah Tomi, sorot mata tajamnya, cukup menjelaskan jika Rey tidak mau dibantah.

Menyadari hal itu, sontak Tomi segera membungkukkan badannya sedikit, lalu izin undur diri dari ruangan bernuansa putih dan abu itu, Ia sudah tau betul bagaimana watak bos nya.

Setelah kepergian Tomi, Rey menyandarkan punggungnya ke kursi kerja, matanya terpejam dengan tangan yang memijit pangkal hidungnya pelan.

Rey menghela nafas berat, suara parau Rara saat menelpon tadi pagi, terus terngiang di telinganya bagaikan kaset rusak. Entah kenapa hatinya jadi gelisah.

Selama ini, Ia tidak pernah menyukai atau pun mencintai seorang perempuan segila ini, hanya Rara yang mampu membuatnya tidak fokus dalam hal apa pun.

"Sial!" maki Rey.

Tangan Rey meremas kertas yang tergeletak di atas meja kerjanya, padahal itu adalah dokumen yang lumayan penting, tapi Rey tidak peduli, perasaannya sedang tidak karuan sekarang.

Ceklek....

Pintu ruangan itu tiba-tiba terbuka tanpa diketuk, membuat Rey yang sedang dalam keadaan mood tak baik itu mendongakkan kepalanya .

Seketika, Rey mendengus kasar, melihat siapa yang baru saja masuk ke dalam ruangannya tanpa izin itu.

"Bisa kan sopan sedikit?" sinis Rey.

Bara yang baru saja masuk, langsung mengerutkan keningnya, saat mendengar suara sinis dan wajah sangar Rey.

"Untuk apa, aku sopan kepadamu?" heran Bara.

Dengan santai, Bara mendudukkan bokongnya di sofa, Ia meneliti seluruh ruangan itu dengan serius, sesekali alisnya mengerut melihat benda-benda yang menurutnya aneh, menurut Bara selera Rey itu norak.

Berbeda hal nya dengan Rey, raut wajahnya terlihat semakin kesal, jika saja Bara bukan sahabat dan kakaknya Rara, maka sudah dipastikan mereka akan menjadi musuh bebuyutan.

"Bisa kan ketuk pintu dulu, sebelum masuk? Dasar tidak sopan," sindir Rey.

Bara menghentikan kegiatannya yang sedang meneliti ruangan, Ia menoleh ke arah Rey yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh permusuhan.

"Ribet," balas Bara seadanya.

Lagi-lagi, Rey harus menekan kekesalannya terhadap Bara, apalagi saat melihat wajah Bara yang datar saat mengatakannya, tidak ingin membuat tekanan darahnya naik, Rey memilih mengabaikan keberadaan sahabat nya itu.

Hening. Mereka berdua terdiam sesaat, Rey memilih membuka dokumen pentingnya, sedangkan Bara, Ia sudah berdiri dari duduknya, berjalan ke arah rak yang menempel langsung ke dinding.

Bara menatap sebuah benda yang ukurannya lumayan kecil, bentuknya seperti Bunga mawar berwarna merah.

Sebenarnya Bara merasa heran, kenapa Rey memiliki benda itu, yang lebih sering dimiliki oleh perempuan, tapi Ia segera mengendikkan bahunya acuh, tidak seharusnya Ia tertarik dengan urusan orang lain.

New LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang