That Night

736 22 0
                                    

Banyak orang berlalu-lalang di depan gedung Jatim Expo, dengan senyuman lebar yang terukir di wajah mereka.

Banyak orang menggandeng tangan rekan mereka sambil bersenandung ria, masuk ke dalam gedung tersebut.

Banyak orang keluar dengan wajah cerah, sambil membawa tas belanjaan besar yang berisi beberapa buku.

Semua orang bahagia di sini.
Ya, semuanya kecuali satu orang.

Kirana masih berada di gedung Jatim Expo, dengan wajah pucat akibat panik yang menyelimuti seluruh tubuhnya.

Kirana terus berkeringat dingin, membuat bajunya juga basah. Tangannya bergemetar hebat.

Kali ini, ia mencoba mencari tahu pulsa yang ia miliki. Mungkin saja, pulsanya masih cukup untuk dibuat paketan. Dan Kirana hanya bisa menangis, ketika pulsanya tidak lebih dari 10.000

Tapi!! Walau tidak bisa dibuat paketan, ia masih bisa menelpon biasa dengan seseorang. Karena itu Kirana kini mencoba menelpon Laras dengan sisa pulsanya saat ini.

Tiittt...

Tiittt...

Tiittt...

Tiittt...

“Nomor yang anda tuju sedang tidak dapat menerima panggilan. Untuk meninggalkan pesan suara, tekan satu. Biaya Rp460 per menit. Nomor yang anda tuju sedang tidak da-”

Laras anjeeeeengggg kamu dimaanaaaaaa?!?!?!?!!!?? Laras aku sudah mau mati Larassss.. Laras.... Tolonglah Larasss.. plisss... Plisss Laras... Kamu dimanaaa??

Saat ini rasanya Kirana benar-benar ingin menangis. Di saat ia tidak tahu bisa pulang atau tidak, temannya satu ini malah tidak bisa dihubungi.

Namun Kirana tidak punya pilihan lain, karena saat ini ia tidak di Jogja. Ia tidak bisa menghubungi teman-teman lainnya.

Akhirnya ia memutuskan untuk menelpon Laras lagi sampai wanita itu menjawabnya. Ia tidak boleh menyerah!!!

_____

Kirana benar-benar frustasi. Kini pakainnya sudah benar-benar basah akibat keringat. Ia benar-benar takut setengah mati.

Kejadian seperti ini mengingatkannya pada saat ia masih sekolah dasar. Saat waktunya pulang, Kirana tidak kunjung dijemput-jemput oleh ibunya, yang membuatnya sampai menangis saat itu. Apalagi, keadaan sekolah saat itu yang sudah sangat sepi, hanya guru-guru dan murid laki-laki yang bermain bola yang tersisa di sekolah.
Kejadian itu benar-benar membuat Kirana trauma.

Dan kini, lebih dari 15 tahun setelahnya, Kirana mengalami hal yang sama. Bedanya, ia berada di luar kota yang ia benar-benar tidak tahu tentang orangnya dan tempatnya, dan yang menjemputnya pun tidak pasti.
Bisa dibilang, 3x lebih parah dari saat ia SD dulu.

Saat Kirana kehilangan harapan, saat itulah keajaiban datang ke dalam otaknya.

Ia baru sadar ia punya kontak laki-laki yang pernah menyatakan perasaan pada Kirana.

Dengan sisa pulsa yang ada, Kirana pun langsung menghubungi pak David, tidak peduli dengan rasa sungkan, malu, takut yang ada padanya untuk menghubungi laki-laki itu. Menurutnya, saat ini pak David adalah satu-satunya harapan bagi Kirana untuk pulang.

Bahkan temannya, Laras, sudah bukan pioritasnya sekarang. Jangankan pioritas, Kirana saat ini sudah membuang jauh-jauh harapannya pada temannya satu itu.

Kirana kembali melihat arlojinya, sudah jam setengah sembilan. Kirana bahkan tidak tahu sudah berapa lama ia di sini, duduk sambil berkeringat layaknya tukang setelah kerja di bawah panasnya matahari, mencoba menghubungi seseorang yang bisa membawanya pulang ke hotel.

Hotel's ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang