D4TE

271 9 0
                                    

David dapat melihat sebuah kesedihan di mata Kirana ketika saat wanita itu menceritakan tentang mantannya.

“Maaf bu Kirana, saya nggak bermaksud..”

“Nggak pak David! Malah justru yang harusnya minta maaf. Padahal saya sudah punya pak David, tapi saya masih mbahas-mbahas mantan saya.” Jawab Kirana sambil menunjukkan wajah baik-baiknya.

Lagi-lagi, bahkan tidak ada orangnya, tidak ada nama yang disebutkan, namun hati Kirana masih saja terasa sangat sakit ketika membahas masa lalunya.

Tangan Kirana mulai bergemetar. Kirana tidak menyukainya. Ia mengepalkan kedua tangannya, berusaha mengontrol perasaannya.

Kepalannya benar-benar kuat dan malah membuat tangannya terlihat bergemetar. Namun seketika ia merasakan ada sebuah tangan yang memegang kedua tangannya, dan melepaskan kepalannya.

Tangan itu meraih kedua tangan Kirana dan menggenggam erat tangannya dengan tangan-tangan besar itu. Lalu Kirana melihat ke arah laki-laki di depannya.

Laki-laki itu tersenyum lebar ke arah Kirana. Dan matanya, seperti sedang melihat sesuatu yang begitu indah, terlalu indah untuk diucapkan dengan kata-kata. Namun kau tahu, bahwa ia benar-benar menyukai seseorang di depannya.

“Bu Kirana jangan murung gitu dong. Saya nggak sedih kalau bu Kirana cerita soal mantan bu Kirana, saya sedih kalau lihat bu Kirana sedih kayak gini.”

Mata Kirana mulai berkaca-kaca. Bukan karena laki-laki di masa lalunya, melainkan karena laki-laki di depannya.

Entah sudah berapa lama ia berpura-pura baik-baik saja di luar, tanpa benar-benar menceritakan semuanya pada semua orang.

Dan laki-laki di depannya ini, bahkan tanpa ia benar-benar menceritakan semuanya, laki-laki itu memberikan sesuatu yang selama ini ia harapkan dari orang lain, rasa nyaman.

“Maaf, pak David.” Ucap Kirana seraya air matanya yang turun dan membasahi pipinya.

David kini melepaskan genggaman tangannya dengan Kirana dan memajukan badannya untuk bisa membasuh air mata di pipi kekasihnya.

“Kenapa minta maaf? Bu Kirana nggak salah apa-apa kok.”

Air mata Kirana tidak kunjung berhenti. Jangankan berhenti, air mata itu malah makin deras. Dengan cepat Kirana langsung mengambil tisu dan membasuh air mata itu dengan tisu.

“Ah saya cengeng banget ya pak David?! Masa sudah ketahuan nangis dua kali di depannya pak David!!” ucap Kirana kesal dengan suaranya yang sesenggukan.

David tertawa kecil. “Bu Kirana nangis berkali-kali juga nggak apa-apa kok.”

“Nggak ah, nanti orang-orang ngira kita berantem lagi.”

“Tapi bu Kirana cantik kalau lagi nangis.”

“Cantik darimana coba?! Orang nangisnya kayak babi gini dibilang cantik.”

David tertawa lepas saat Kirana menamai dirinya sendiri babi, membuat suasana di antara mereka dapat kembali ke sedia kala.

Suasana yang ceria dan segar kembali menghampiri mereka berdua.

Setelah menunggu beberapa menit, akhirnya makanan mereka datang. Tanpa pikir panjang mereka berdua langsung melahap apa yang ada di depannya.

“Bu Kirana ada yang kurang nggak? Mau saya ambilin sesuatu?” tanya David tiba-tiba.

Kirana terkekeh. “Kayak yang dulu itu ya? Waktu kita makan di restoran juga di Jogja itu.”

“Iya, waktu saya nembak bu Kirana yang pertama kali.”

Hotel's ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang