On Our Way to Marriage #3

215 6 0
                                    

Terdengar suara langkah seseorang di dapur.

Kirana yang sedang mengambil air putih terkesiap ketika ibunya menyalakan pintu dapur. Wanita itu berjalan melewati Kirana, mengambil gelas lain dan ikut mengambil air dari dispenser dan meminumnya.

Kirana memutuskan untuk tidak membuat percakapan dengan ibunya. Ia marah. Baik terhadap ayahnya maupun ibunya.

Ayahnya memang yang membuat masalah paling banyak, namun fakta bahwa ibunya tidak membantunya sama sekali membuat Kirana begitu jengkel.

“Belum tidur ta?”

Kirana menghentikan langkahnya. Ia mengambil napas panjang sebelum menjawab pertanyaan rerotis ibunya.

“Belum.”

“David?”

“Sudah tidur dari tadi.”

“Kapan kalian mau pulang?”

“Besok siang paling.”

Ibu Kirana sudah tidak mengeluarkan pertanyaan lagi, membuat Kirana kembali melangkah keluar dapur.

“Kirana.”

Lagi-lagi Kirana menghentikan
langkahnya.

“Hmm?” jawab Kirana malas.

“Ibu nggak pernah larang kamu buat ngelakuin pilihanmu Kriana. Ibu akan selalu dukung kamu. Maaf kalau kamu sakit hati sama kata-kata Bapak. Bapak cuma mau kamu jadi istri yang baik, yang patuh sama suami. Ibu bangga sama kamu. Selamat ya.”

Tanpa sadar mata Kirana berair. Tenggorokannya sakit. Ia pun segera menjauh meninggalkan dapur, tidak menjawab ataupun merespon pernyataan ibunya.

Ia takut, atau mungkin malu bila ibunya tahu kalau ia menangis. Saking takutnya Kirana ketahuan ibunya, ia sampai tidak sadar telah berari menuju ke kamarnya.
Napasnya sampai ngos-ngosan.

Kirana memegangi matanya yang berair. Ia benar-benar menangis karena ucapan ibunya di jam setengah dua belas malam saat mengambil air putih.

Tau gini mending nggak usah minum tadi ah elah.

Kalau diingat-ingat, Kirana memang selalu menangis tiap kali ibunya seperti tadi. Entah tadi itu apa, tapi ketika nada suara ibunya mulai merendah, Kirana selalu menangis. Karena bila ibunya sudah seperti itu, artinya apa yang ia bicarakan itu serius. Saat seperti ibunya meminta maaf kepada Kirana karena membentak terlalu keras, atau saat ibunya memberi teguran keras saat Kirana selalu malas-malasan sat disuruh jemur pakaian.

Cara bicara itu selalu membuat Kirana menangis karena merasa begitu bersalah. Sekarang, tidak seperti saat-saat biasanya dimana ia selalu berusaha menyeka air matanya, Kirana kini melepaskan semua air matanya untuk membasahi pipinya.

_____

“Kamu yakin nggak papa pulang sekarang?” tanya David sembari mengemasi pakaiannya ke tas.

Kirana menoleh. “Maksudnya?”

“Masalahmu sama orang tuamu jadinya gimana?”

“Aaahhh.. kalau masalah itu sudah beres kok.” Jawab Kirana dengan jarinya membentuk 👌.

Nggak seratus persen selesai sih, tapi overall aman lah. Sudah ngobrol sama ibuk juga kok.

“Yakin?”

“Yakin.”

“Aku nggak suka kalau kamu bertengkar sama orang tuamu Kirana. Kalau ada masalah segera diomongin ya.”

Hotel's ManagerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang