Jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita melalui dukungan dan pertolongan-Nya.
_Q.S At-Taubah ayat 40_
🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶
**✿❀ J B R ❀✿**
Setitik air hujan turun membasahi bumi. Angin berembus cukup kencang membuat gerimis yang harusnya turun vertikal, menjadi miring tujuh puluh lima derajat.
Aulia tak melepaskan sedikit pun pandangannya dari jendela kaca taksi yang ditumpanginya. Air mata yang ada di pipinya pun telah hilang karena mengering.
Tak ada lagi senyuman, tak ada lagi tawa, maupun air mata. Yang ada hanya tatapan kosong dan hampa.
"Maaf, Mbak. Bukan maksud saya mau mencampuri urusan Mbak. Apa mbak sedang ada masalah?" tanya sopir taksi yang sedari tadi diam mengamati Aulia dari spion.
"Iya, Pak," jawab Aulia sambil tersenyum tipis.
"Semua yang hidup, pasti akan merasakan yang namanya masalah. Semua masalah itu, tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Allah menguji kesabaran dan ketakwaan hamba-Nya melalui ujian yang diberikan-Nya. Allah juga tidak akan menguji hamba-Nya di luar batas kemampuan hamba-Nya."
Aulia tersenyum. Matanya juga menatap sopir tua yang bisa dikatakan seumuran dengan ayahnya, jika ayahnya masih hidup.
"Iya, Bapak benar. Saya telah salah menaruh kebahagiaan saya pada orang lain. Sesakit-sakitnya mencintai, adalah berharap kepada manusia," ucap Aulia parau. Air mata mulai nenggenang lagi di pelupuk matanya.
"Al-Qur'an menjelaskan dalam Surah At-Taubah ayat empat puluh, 'jangan bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita melalui dukungan dan pertolongan-Nya'."
**✿❀ J B R ❀✿**
Yusuf berjalan keluar dari ruangannya. Pikirannya kacau saat ini. Tadi, klien-nya meminta project-nya dipercepat, belum lagi masalah pesantren dan Aulia yang salah paham padanya. Prioritas Yusuf saat ini, adalah Aulia. Ia akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
Yusuf merogoh saku celananya. Dahinya mengernyit saat tak menemukan benda yang dicarinya.
"HP aku ke mana?"
Seketika, bayangan ia menaruh ponsel di atas nakas terlintas di kepalanya.
Yusuf menghela napasnya, lalu berjalan untuk pulang ke rumahnya. Perutnya lapar memberontak ingin diberi makan yang dimasak oleh istrinya. Lama ia tak memakan masakan Aulia yang lezat. Perasaan bersalah muncul bersamaan dengan seorang resepsionis wanita yang memanggil namanya.
"Ya, ada apa?" tanya Yusuf mendekati resepsionis itu.
"Ini ada titipan HP dari Bu Aulia," jawab wanita itu menyerahkan ponsel titipan itu kepada pemiliknya.
"Siapa yang anter ke sini?"
"Bu Aulia sendiri, Pak."
"Kenapa dia nggak masuk ke ruangan saya?"
"Tadi udah masuk, Pak. Tapi pas keluar langsung nitip HP ini ke saya. Saya lihat, Bu Aulia juga habis menangis."
"Menangis?"
Yusuf diam selama beberapa menit. Otaknya berproses memikirkan kemungkinan yang terjadi dengan Aulia. Tubuhnya menegang saat teringat ia memeluk Aisyah tadi.
"Kapan dia pergi dari kantor ini?"
"Kira-kira, lima belas menit yang lalu, Pak."
Yusuf memijat pangkal hidungnya. Ia yakin, Aulia pergi karena melihat adegan tadi. Setelah mengucapkan terima kasih, Yusuf pulang ke rumahnya.
Lima belas menit berbaur dengan kendaraan-kendaraan yang lain di jalan raya, Yusuf telah sampai di rumahnya. Ia mengucapkan salam, tetapi hanya ada pembantunya yang sedang menyapu halaman.
"Aulia mana, Bi?" tanya Yusuf karena tak kunjung menemukan istrinya setelah ia mendatangi ruang demi ruangan yang ada di rumah.
"Loh, tadi Bu Aulia minta izin mau nganter HP ke Pak Yusuf."
"Apa belum pulang?"
"Belum, Pak."
Yusuf bingung sekarang. Ke mana Aulia pergi?! Ke mana juga ia harus mencari?! Kakinya melangkah lebar menuju rumah ibunya yang ada di samping rumahnya.
"Assalamu'alaikum, Umi."
"Wa'alaikumsalam. Kenapa, Nak?"
"Aulia di sini nggak, Mi?"
"Enggak, tuh. Dari kemarin dia belum ke sini. Biasanya tiap hari ke sini bantuin Umi masak. Emang ada apa?"
"Tadi, Aulia nganterin HP ke kantor Yusuf. Dia liat Yusuf pelukan sama Aisyah," jelas Yusuf membuat Asma mengembuskan berat napasnya.
"Ini salah kamu, Nak."
"Maaf, Umi."
"Ya udah. Semuanya juga udah terjadi. Coba kamu cari dia di rumahnya yang lama. Siapa tau, dia ada di sana. Jangan lupa ajak Aisyah."
"Iya, Umi. Yusuf pamit, assalamu'alaikum."
Yusuf mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Tak membutuhkan waktu sampai dua puluh menit, ia telah sampai di desa.
Yusuf melangkahkan kakinya menuju ke rumah lama Aulia yang telah menjadi panti asuhan. Namun, tak ia jumpai istrinya di sana. Beberapa kali ia mengunjungi rumah teman-teman Aulia, tetapi tak ada satu pun yang mengetahui keberadaannya.
Yusuf benar-benar frustasi sekarang. Beberapa kali laki-laki itu menjambak rambutnya sendiri.
"Mas, ibunya Mbak Aulia udah meninggal, kan? Apa mungkin Mbak Aulia di makamnya?"
Yusuf memandang lekat Aisyah. Ya, wanita itu benar. Kemungkinan besar, Aulia ada di sana.
Yusuf dan Aisyah menuju ke tempat peristirahatan terakhir Khadijah. Jaraknya tak terlalu jauh sehingga tak membutuhkan waktu lama untuk sampai di sana.
"Aulia," panggil Yusuf membuat Aulia menoleh. Wanita itu sedang menangis sambil mengusap lembut batu nisan ibunya.
"Mau apa Mas ke sini? Biarkan Lia pergi jauh dari Mas Yusuf. Silakan Mas Yusuf bahagia dengan perempuan lain," lirih Aulia menatap sendu Aisyah yang menggandeng lembut tangan Yusuf.
"Lia, dia adik perempuan ku."
.
.
.
.
.
Gimana part ini? Dapet gak feelnya?
Jangan lupa vote.
Salam
Dita Lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Bulan Ramadan (TAMAT)
Teen Fiction🥈Juara 2 Festival Ramadan with Nezha Publisher 'Perawan Tua' adalah gelar yang disematkan oleh penduduk desa setempat untuknya. Usia dua puluh empat tahun sebenarnya masih terbilang muda untuk usia menikah. Namun, bagi penduduk desa usia matang men...