Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula). Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
_Q.S Ar-Rahman ayat 60-61_
🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶
**✿❀ J B R ❀✿**
Hari Minggu adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh semua orang, khususnya para siswa, buruh, dan pekerja kantoran.Bagaimana tidak? Aktivitas melelahkan mereka hanya akan berhenti di hari Minggu. Selain itu, liburan mingguan bersama keluarga juga bisa di lakukan di hari Minggu.
Seperti halnya Minggu sore ini Aulia, Yusuf, dan kedua putri mereka sedang menghabiskan Minggu mereka dengan berjalan-jalan di taman.
Lima tahun lalu, Aulia berhasil melahirkan putri kedua mereka yang bernama Alesha Humaira Zaida, yang berarti gadis cantik yang senantiasa mendapatkan perlindungan dari Allah dan keberuntungan. Selisih usia Zahra dan Humaira terpaut tiga tahun.
"Inna angdzarnakum 'adzaban qoribay-yauma yandzurul-mar-u ma qaddamat yadahu wa yaqulul kafiru ya laitani kuntu turoba, shodaqallahul 'adzim. Kak Ara, Ira berhasil hafalin semua surah yang ada di juz tiga puluh. Ira juga berhasil selesai hafalan surah An-Naba sama Umi," ucap Humaira sembari berlari mendekati Zahra yang sedang fokus menghafalkan surah Al-Baqarah.
"Ira pinter. Setelah ini, Ira hafalin surah Al-Mulk, ya. Kata Umi, siapa pun yang hafal surah Al-Mulk lalu rutin membacanya, maka Allah akan mengharamkan api neraka untuk menyentuh tubuhnya."
"Beneran, Kak? Kalau gitu, Kak Ara mau, nggak ajarin Ira surah Al-Mulk?"
"Mau, dong. Sini duduk sebelah Kakak," ucap Zahra sembari menepuk rumput hijau yang ada di sebelahnya.
"Ira ikutin Kak Ara, ya. A'udzubillahi minas-syaithonirrojim. Bismillahirrohmanir-rohim. Tabarokal-ladzi biyadihil-mulku wa huwa 'ala kulli syaiin qodir."
"Lihat anak-anakku, Lia. Semangat mereka nurun dari abinya," ucap Yusuf menatap tersenyum ke arah Zahra dan Humaira membuat Aulia memutar malas bola matanya.
"Anak-anak kita, Mas."
"Iya, sama aja. Lihat dahi, hidung, dan bibir mereka. Yakin banget kalau mereka itu anak-anakku, Lia."
"Tapi, Mas mereka anak-anakku juga!" seru Aulia tak terima.
"Kok kamu ngegas gitu? Inget, kamu bukan elpiji."
"Siapa coba yang nggak kesel?! Mereka itu, kan anak-anakku juga, aku ibunya."
"Iya, iya, jangan ngambek, dong."
Aulia diam tak lagi menyahut. Ia tak ingin perdebatan kecil seperti ini nantinya akan memicu pertengkaran di antara mereka.
Kesal? Sudah pasti. Jika Zahra dan Humaira sedang akur dan semangat, Yusuf akan membanggakan kalau mereka adalah anak-anaknya. Namun, jika mereka melakukan kesalahan atau bertengkar, maka Yusuf akan mengatakan, "lihat anak-anak kamu, kalau nggak usil ya ngambekan. Jadi inget dulu ada anak kecil perempuan yang sikapnya kayak gitu".
"Umi, Abi, Kak Ara mau es krim," ucap Humaira sambil berjalan mendekati Aulia dan Yusuf yang masih terdiam menatap mereka.
"Heh! Kok Ira bilangnya Kak Ara?! Tadi yang bilang pengen es krim, kan Ira," kilah Zahra tak terima.
"Kan tadi Kak Ara bilang gini, 'Ira, kalau pengen es krim bilang sama Umi, nanti Kak Ara minta, ya'. Kan sama aja Kak Ara mau es krim."
"Nggak gitu konsepnya, Ira."
"Jadi, siapa yang pengen es krim?" tanya Aulia membuat Humaira menunjuk Zahra.
"Kak Ara, ini uangnya."
"Kok cuma Kak Ara yang dikasih uangnya, Umi?" tanya Humaira sembari mengusap lembut sudut matanya yang mulai berair.
"Kan yang pengen es krim cuma Kak Ara."
"Ira juga pengen," ucapnya sambil sesenggukan.
"Kalau Ira pengen sesuatu, bilang Umi sama Abi, nggak boleh ngelimpahin sesuatu ke orang lain," kata Aulia sembari mengusap lembut bekas air mata yang ada di pipi Humaira dan membetulkan jilbabnya yang mulai tak beraturan.
"Jadi, Ira harus ngomong sama Umi?"
"Iya, dong."
"Umi, Ira mau beli es krim juga," ucap Humaira malu-malu sambil memilin ujung bajunya.
"Ini uangnya, sana Ira beli es krim sama Kak Ara. Kak Ara, jagain Ira, ya."
"Siap, Umi."
Zahra dan Humaira bergandengan tangan dan hendak berlari menuju ke penjual es krim yang berada di ujung taman, sebelum akhirnya suara Yusuf menghentikan pergerakan mereka.
"Zahra, Humaira," panggil Yusuf membuat kedua gadis kecil berbeda usia itu membalikkan tubuhnya.
"Iya, Abi."
"Bilang apa sama Umi?" tanya Yusuf sambil tersenyum.
"Terima kasih, Umi," ucap mereka bersamaan.
"Iya, sama-sama, Sayang."
Setelah mendengar empat kata itu, Zahra dan Humaira kembali berjalan dengan cepat menuju ke penjual es krim.
"Aku masih nggak nyangka bisa mencapai akhir sebahagaia ini, Mas," ucap Aulia sembari mengawasi anak-anak mereka dari ekor matanya.
"Allah telah berfirman dalam surah Ar-Rahman ayat enam puluh sampai enam puluh satu, 'Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula). Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?'. Kamu udah berusaha melakukan yang hal baik, maka Allah pasti akan memberikan akhir yang terbaik pula untuk kamu. Aku juga sering, kan bilang sama kamu, syukuri apa pun yang telah Allah berikan, karena kunci kesuksesan dari sebuah kehidupan adalah rasa syukur."
Aulia tersenyum. Benar apa yang Yusuf katakan. Apa pun yang terjadi dan menimpa kehidupan kita, layaknya kita harus mensyukurinya, karena sesungguhnya hidup kita milik Allah, mati kita milik Allah, dan biarkan juga Allah yang menentukan bagaimana kita kedepannya. Yang harus kita lakukan saat ini adalah ikhtiar, tawakal, dan syukur. Bentuk ikhtiar bisa kita lakukan dengan cara mengusahakan apa pun yang seharusnya diusahakan. Tawakal bisa kita terapkan dengan cara ikhlas menerima apa pun yang Allah berikan di kehidupan kita, serta syukur bisa kita amalkan dengan cara menjaga apa yang kita punya saat ini.
Aulia berjanji akan selalu menjaga dirinya dan keluarga kecilnya dari sifat dan perbuatan yang nantinya akan menjauhkannya dari Allah, Tuhan semesta alam.
.
.
.
.
.
Hai Hai.
Dita kembali dengan sejuta kerinduan.
Gimana ekstra part ini?
Suka nggak?
Jadi gini, Dita mau curhat bentar, kalau Dita bikin spin off/cerita tentang anaknya Yusuf sama Aulia, ada yang mau baca+vote+komen nggak?
Komentar di sini
Mau?
Tidak mau?
Oke jangan lupa vote dan komen.
Salam
Dita Lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Bulan Ramadan (TAMAT)
Teen Fiction🥈Juara 2 Festival Ramadan with Nezha Publisher 'Perawan Tua' adalah gelar yang disematkan oleh penduduk desa setempat untuknya. Usia dua puluh empat tahun sebenarnya masih terbilang muda untuk usia menikah. Namun, bagi penduduk desa usia matang men...