Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
_Q.S Al-Hujurat ayat 10_
🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶
**✿❀ J B R ❀✿**
Senja melukis langit dengan sinar jingganya di ufuk barat. Burung-burung beterbangan kembali ke sarangnya setelah penat mencari pangan. Suara jangkrik mendominasi suasana sore itu, membuat insan-insan yang sedang berpuasa tak sabar menunggu waktu berbuka tiba.
Aulia berjalan dengan menggandeng Faisal di tangan kanannya dan Nafika di tangan kirinya. Sedari tadi, Faisal dan Nafika masih saling melemparkan tatapan sengit satu sama lain karena kejadian tadi di masjid, di mana pertanyaan Nafika didahului oleh Faisal.
Aulia berhenti berjalan membuat Faisal dan Nafika menatap heran ke arah Aulia.
"Khaul, kenapa berhenti jalan?" tanya Faisal diangguki oleh Nafika.
"Karena Khaul nggak mau ada yang musuh-musuhan di sini," jawab Aulia menatap Nafika dan Faisal bergantian.
"Tapi, kan yang mulai duluan Nafika, Khaul."
"Enak aja! Isal yang mulai dulu! Siapa suruh ngerebut pertanyaan punya Nafika?!"
"Kan Isal nggak tau kalau Nafika mau tanya itu."
Nafika melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya masih menatap tajam Faisal yang menatapnya tersenyum.
"Allah SWT., berfirman dalam Qur'an Surah Al-Hujurat ayat sepuluh, 'orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat'. Dalam hadis juga disebutkan, 'orang mukmin itu akrab dan bersatu. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersatu dan tidak akrab', Hadis Riwayat Ahmad, Ath-Thabarani dan Al Hakim. Masih mau musuhan?"
Nafika dan Faisal menggelengkan kepalanya. Tanpa Aulia duga, Nafika memeluk erat tubuh mungil Faisal dan meminta maaf.
Ya Allah, kenapa ada adegan gini di depan Lia? Jangan bilang mereka udah suka dari kecil, batin Aulia.
"Kita pulang, yuk!"
Nafika melerai pelukannya dengan Faisal dan beralih menggandeng tangan kiri Faisal. Mereka berdua berjalan meninggalkan Aulia yang menatap nanar ke arah mereka.
"Kok Lia ditinggalin," lirihnya sambil berjalan menyusul Nafika dan Faisal.
Sekitar dua ratus meter berjalan, Aulia berpapasan dengan rombongan wanita paruh baya yang baru saja kembali dari warung.
"Assalamu'alaikum," ucap Aulia ramah dan tersenyum ke arah mereka.
"Eh, Aulia. Wa'alaikumsalam," jawab mereka tak kalah ramah.
"Baru dari warung, Bu?"
"Iya. Selamat, ya, Aulia. Denger-denger, sebentar lagi mau nikah, ya?" tanya seorang wanita yang Aulia ketahui pernah menggunjingnya saat ia kembali dari masjid sore itu.
"Nikah?" tanya Aulia yang diangguki oleh mereka.
"Pokoknya selamat, ya. Saya doakan pernikahannya lancar."
"Ah, i—iya, Bu. Terima kasih," ucap Aulia ramah walaupun pikirannya masih shock.
Apa tadi bilang? Menikah? Aulia jadi tertawa renyah. Begitukah cara ibu-ibu itu menyindirnya sebagai perawan tua yang belum memiliki jodoh? Aulia tak habis pikir, ternyata masih ada juga orang yang seperti itu. Memangnya siapa yang akan menikah?!
Tanpa sadar, ujung mata Aulia mengeluarkan kristal bening yang bernama air mata. Karena tak ingin Nafika dan Faisal menyadarinya, ia menyeka air mata itu.
"Kak Aul, kata Ibu, sebentar lagi Kak Aul mau nikah. Nikah sama siapa, Kak?" tanya Nafika membuat langkah Aulia terhenti.
Drama apa lagi ini, Ya Allah, batin Aulia menatap Nafika.
Aulia meneruskan kembali langkahnya yang sempat terhenti. Ia menganggap hal itu hanya sebuah kesalahpahaman, jadi ia tak akan terlalu memikirkannya.
"Iya, kata Umi, sebentar lagi Khaul mau nikah."
Kali ini, langkah Aulia benar-benar terhenti. Ia menatap tak percaya ke arah Faisal.
"Kapan Umi bilang gitu?" tanya Aulia berjongkok menyamakan tinggi tubuhnya dengan Faisal.
"Sebelum Isal sama Umi berangkat ke sini," jawab Faisal.
Aulia berdiri lalu berjalan tak lupa menggandeng tangan Nafika dan Faisal. Dirinya harus bertanya kepada ibunya, memastikan rumor yang beredar itu salah. Memangnya kapan ia menerima pinangan seorang lelaki?
Untuk meluruskan masalah tersebut, Aulia akan meminta bantuan ibunya. Aulia juga tak habis pikir dengan Aida. Biasannya, kakaknya itu selalu menyaring informasi jika ingin disampaikan oleh orang lain, apalagi informasi itu untuk anaknya.
Tak butuh waktu lama, Aulia telah sampai di rumahnya. Dahinya mengernyit heran saat banyak sanak kerabatnya yang berada di luar kota berkunjung ke rumahnya.
"Eh, calon mempelai wanitanya udah dateng," ucap Fatimah, istri dari adik Khadijah yang sedang membawa tepung terigu di kedua tangannya.
"Khoolah kapan datang?" tanya Lia mencuim punggung tangan bibinya, diikuti oleh Faisal.
"Khoolah baru aja sampai. Selamat, ya, Aulia atas pernikahannya," ucap Fatimah membuat Aulia tersenyum tipis dan mengangguk. Aulia pamit kepada bibinya untuk menemui ibunya.
Aulia berjalan menuju ke kamarnya sesekali tersenyum ketika saudaranya yang datang dari jauh menyapanya.
"Umi," panggil Aulia saat melihat ibunya duduk di atas ranjang kamarnya.
"Iya, ada apa, Nak?"
"Kok banyak yang bilang Lia mau nikah?" tanya Aulia setelah mencium punggung tangan ibunya dan duduk di ranjang.
"Siapkan diri kamu, lima hari lagi ijab qabul akan dilafalkan oleh imammu," ucap Khadijah lembut membuat Aulia membelalakkan matanya tak percaya.
"APA?!"
.
.
.
.
.
Nungguin nggak? Enggak juga gapapa😄.
Jangan lupaVote ya.
Kira-kira, siapa, ya calon suaminya Lia?
Salam
Dita Lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Bulan Ramadan (TAMAT)
Teen Fiction🥈Juara 2 Festival Ramadan with Nezha Publisher 'Perawan Tua' adalah gelar yang disematkan oleh penduduk desa setempat untuknya. Usia dua puluh empat tahun sebenarnya masih terbilang muda untuk usia menikah. Namun, bagi penduduk desa usia matang men...