Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula.
_Q.S An-Nur ayat 26_
🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶
**✿❀ J B R ❀✿**
Keadaan butik cukup ramai saat ini. Banyak orang yang berlalu lalang di sana. Sebagian orang ada yang membeli baju, tetapi tak sedikit pula yang hanya sekedar melihat-lihat.
Aulia dan Aida saat ini berada di dalam ruang pemilik butik, untuk memilih baju pengantin yang akan ia gunakan. Pemilik butik itu adalah sahabat dari ibunya. Khadijah bilang, ia telah memesan beberapa gaun pernikahan untuknya.
Aulia menghela napasnya berat. Matanya tak lelah memandang pintu masuk ruangan, berharap calon suaminya datang menampakkan diri.
"Kamu liatin apa, sih, Dek?" tanya Aida sesekali melirik ke arah pintu juga.
"Nungguin calon suami Lia, Kak."
"Ngapain ditungguin? Dia nggak akan dateng," jawab Aida membuat atensi Aulia teralih dari pintu ke wajah sang kakak.
"Kenapa?"
"Dia pakai apa pun pakaian yang kamu pilih nanti," jawab Aida sambil tersenyum.
Aulia mengatupkan rapat bibirnya. Saat ini, keyakinannya untuk menikah terombang-ambing. Pikirannya ber-spekulasi tentang calon suaminya saat ini. Bagaimana laki-laki itu akan serius menjalani rumah tangga bersama Aulia jika fitting baju pengantin saja tak mau datang? Dapatkah calon suaminya nanti bisa menjadi imam yang baik jika mereka telah membina bahtera rumah tangga?
Aulia memilin jari-jarinya. Bagaimana ini? Pernikahannya tinggal empat hari lagi, sedangkan keyakinan Aulia mulai goyah.
"Kamu kenapa gelisah gitu, Dek?" tanya Aida saat melihat tingkah laku Aulia yang gelisah.
"Nggak papa, Kak."
"Kenapa?" tanya Aida lembut sambil menggenggam tangan Aulia erat, membuat sang empu mengembuskan berat napasnya.
"Lia takut calon suami Lia nanti nggak bisa menjadi pemimpin dalam rumah tangga. Ini aja buat fitting baju pengantin dia nggak dateng, nggak bertanggung jawab, apalagi mimpin rumah tangga," ucap Lia mengeluarkan segala unek-uneknya.
Aida tersenyum saat melihat kekhawatiran Aulia. Hal itu juga pernah ia rasakan saat dulu ia akan menikah. Semua wanita pasti juga akan merasakan hal yang sama ketika hendak menikah, entah itu karena takut jika suaminya tak bisa memimpin rumah tangga, ataupun takut jika tak bisa menjadi istri yang baik, seperti kekhawatirannya dulu.
"Lia, Allah telah berfirman dalam Qur'an Surah An-Nur ayat dua puluh enam, 'wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula'," ucap Aida sambil tersenyum.
Ya, benar. Selama ini, ia telah menjalankan segala hal yang Allah perintahkan, dan menjauhi segala hal yang telah Allah larang. Hatinya kembali yakin untuk melaksanakan pernikahannya empat hari lagi. Ia berharap, Allah benar-benar memberinya jodoh yang terbaik untuknya.
Aulia bangkit dari duduknya karena perias telah datang untuk meriasnya. Tak membutuhkan waktu hingga dua puluh menit, Aulia telah siap dengan riasan dan bajunya.
Aulia memakai gaun panjang berwarna mocca, dengan banyak mutiara-mutiara kecil dan hiasan-hiasan bunga berwarna senada yang ditempelkan di seluruh permukaan gaun. Tak lupa, jilbab dan hiasan kepala sederhana yang memiliki warna mocca menambah kesan elegan dan mewah untuk penampilan Aulia.
Dari bagian bahu kanan melewati punggung sampai bahu kiri, ditambahkan hiasan kain chiffon yang menjuntai ke bawah. Kain chiffon itu juga digunakan sebagai penambah aksesoris jilbab.
Waktu untuk melakukan foto prewedding dan pemilihan baju pengantin menghabiskan waktu selama satu jam lamanya. Aida dan Aulia memutuskan untuk pulang karena waktu hampir memasuki tengah hari.
"Kak, kok baju yang tadi ditawarkan itu ukurannya pas semua buat Lia, apa Umi emang pesenin khusus ukuran Lia?" tanya Aulia setelah mereka berada di dalam taksi.
"Bagus-bagus, ya? Kamu suka nggak?" tanya Aida tanpa menjawab pertanyaan Aulia.
"Bagus, Lia suka," jawab Lia sambil tersenyum.
"Itu bukan Umi yang pesenin," ucap Aida sambil menggenggam erat tangan kanan Aulia.
"Bukan Umi? Terus siapa?"
"Calon suami kamu."
Aulia mengatupkan rapat bibirnya. Calon suami? Kalau seandainya calon suaminya yang memilihkan gaun, kenapa tidak bersama-sama Aulia saja? Segitu misteri kah calon suaminya itu?
Meskipun demikian, Aulia tetap bersyukur, karena sang calon suami bisa mengerti detail tentang ukuran baju, warna kesukaannya, bahkan ukuran sepatu yang akan digunakan oleh Aulia nanti saat pernikahan. Aulia jadi penasaran, siapa calon suaminya ini?
.
.
.
.
.
Hai gaes🖐gimana part ini?
Penasaran sama calon suami Aulia nggak? Aku juga penasaran. Ikutin terus ceritanya.
Jangan lupa vote dan komen.
Bonus salah satu gaya foto prewedding yang Aulia pilih, sama baju yang dikenakan. Maapin mukanya aku blurkan, soalnya aku gak pakek cast.
.
Salam
Dita Lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Bulan Ramadan (TAMAT)
Teen Fiction🥈Juara 2 Festival Ramadan with Nezha Publisher 'Perawan Tua' adalah gelar yang disematkan oleh penduduk desa setempat untuknya. Usia dua puluh empat tahun sebenarnya masih terbilang muda untuk usia menikah. Namun, bagi penduduk desa usia matang men...