❃ Bab 21 ❃

17.8K 2.1K 37
                                    

Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan.

_Q.S Yunus ayat 56_

🄷🄰🄿🄿🅈

🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶

**✿❀ J B R ❀✿**

"Mas, sebenernya ada apa, sih?" tanya Aulia menghentikan langkah Yusuf. Laki-laki itu membalikkan badannya dan menatap penuh ke arah Aulia.

"Lia, maafin aku nggak bilang dari awal. Tapi...," ucap Yusuf menggantungkan kalimatnya.

"Tapi kenapa, Mas?"

"Umi Dijah sakit, Lia."

Tubuh Aulia mematung seketika. Darahnya seakan berhenti mengalir karena jantungnya serasa tak berfungsi dengan normal.

Air mata menggenang indah di pelupuk matanya. Dengan cepat, Aulia menyeka air matanya sebelum jatuh sembari berlari masuk ke dalam rumah.

"Umi," panggil Aulia dengan suara bergetar saat memasuki kamar Khadijah.

Di dalam kamar, sudah ada Aida dan Faisal yang tengah menangis, mertua Aida yang berdiri menatap sendu ke arah Khadijah, dan Musa yang sedang menenangkan Aida.

Aulia memeluk erat tubuh Sang Ibu yang kurus. Matanya memperhatikan wajah Khadijah yang pucat pasi dengan lingkaran hitam tipis di sekitar matanya.

"Lia udah dateng?"

"Umi, kenapa bisa gini?" tanya Aulia memegang kedua tangan ibunya.

"Umi kepleset di kamar mandi, Dek."

Khadijah tersenyum menatap kedua putrinya. Tangan keriputnya terulur mengusap lembut kepala Aida dan Aulia.

"Jangan nangis. Ingat kata Abi? Putri-putri Abi dan Umi nggak boleh cengeng," ucap Khadijah menyeka air mata di pipi kedua anaknya.

"Umi cepet sembuh, ya. Lia janji bakal rawat Umi sampai Umi sembuh."

"Tugas Umi sebagai seorang ibu telah usai, Nak. Umi telah melaksanakan pesan Abi untuk menjaga kalian sampai tanggung jawab Abi pindah ke suami-suami kalian."

"Umi nggak boleh gitu. Apa Umi nggak mau liat cucu kedua Umi lahir?" tanya Aida mengarahkan tangan Sang Ibu ke perut besarnya, membuat Khadijah tersenyum.

"Yusuf, Musa," panggil Khadijah tak menjawab pertanyaan Aida.

Yusuf dan Musa mendekat ke arah Khadijah. Mereka duduk di sebelah istri mereka masing-masing.

"Kenapa, Umi?" tanya Yusuf menggenggam erat tangan ibu mertuanya.

"Umi serahkan tanggung jawab kedua putri Umi kepada kalian.  Tolong, jaga mereka, sayangi mereka dengan penuh kasih sayang. Bila mereka salah, jangan pernah ceraikan mereka."

"Iya, Umi. Kita janji."

"Umi nggak boleh ngomong gitu," ucap Aulia mengusap kasar air matanya.

"Lia, Ida, kalian harus jadi istri yang baik buat suami kalian. Jangan pernah sekali pun durhaka kepada mereka. Ingat, surga kalian sekarang ada di telapak kaki mereka. Kalian paham?"

Aulia dan Aida mengangguk. Isakan demi isakan berhasil lolos dari bibir mereka. Sakit rasanya mendengar seseorang yang disayangi memberikan nasehat di saat sedang sakit.

"Faisal, Jiddah titip Umi sama Khaul, ya. Isal harus jadi anak yang baik. Jangan pernah tinggalkan salat dan nurut apa pun nasehat Abi sama Umi."

"Iya, Jiddah," jawab Faisal dengan mata berbinar karena air mata.

Bagi Faisal, amanat seperti itu adalah sebuah tanggung jawab yang besar. Ia berjanji akan sekuat tenaga melaksanakan amanat yang neneknya berikan.

"Lia, kamu udah ketemu sama jodohmu, kan?" tanya Khadijah membuat Aulia mengangguk.

"Sekarang, giliran Umi yang ketemu sama jodoh Umi. Umi kangen banget sama Abi," lirih Khadijah sambil tersenyum. Aulia menggelengkan kuat kepalanya.

"Umi nggak boleh ketemu Abi sekarang. Umi harus sembuh, ya. Apa Umi nggak mau liat anak Kak Aida lahir?" tanya Aulia menggenggam erat tangan Khadijah.Tiba-tiba, napas Khadijah terengah-engah, membuat semua orang yang ada di sana panik.

"Umi, kenapa?"

"La ilaha illallah, muhammadur-rosulullah."

Khadijah mengembuskan napas terakhirnya. Matanya terpejam meninggalkan seulas senyum tipis di bibir. Bersamaan dengan itu, suara takbir hari raya berkumandang indah. Aulia dan Aida menangis histeris memeluk tubuh Sang Ibu yang telah terbujur kaku tak bernyawa.

Yusuf mendekat ke arah Aulia dan menenangkan Sang Istri dengan kata-kata yang menenangkan. Aulia melepaskan pelukannya dari jasad seseorang yang telah berjasa mengandung, melahirkan, serta merawatnya dan beralih memeluk dada bidang suaminya.

"Umi, Mas. Umi ...."

"Iya. Umi udah tenang, kamu jangan nangis, ya. 'Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan hanya kepada-Nya lah kamu akan dikembalikan'. Umi telah dipanggil oleh Allah. Ini sudah jalan takdir dari-Nya. Kamu nggak bisa menentang kehendak-Nya."

Akhir bulan Ramadan, menjadi akhir juga kebersamaan Aulia dengan ibundanya. Ramadan yang akan datang tentunya akan berbeda dengan Ramadan tahun ini.

Umi, terima kasih untuk semuanya. Lia sayang Umi, batin Aulia menatap wajah damai Sang Ibu.

.

.

.

.

.

Nggak tau kenapa, di akhir part aku nangis 😣.

Semoga puasa aku nggak batal.

Vote dan komen jika kamu suka part ini🙁.

Salam

Dita Lestari

Jodoh Bulan Ramadan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang