Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.
_Q.S An-Nahl ayat 18_
🄷🄰🄿🄿🅈
🅁🄴🄰🄳🄸🄽🄶
**✿❀ J B R ❀✿**
Angin berembus pelan menerbangkan beberapa dedauanan yang mengakibatkan jalanan kota menjadi kotor. Beberapa warung terlihat ramai banyak pembeli untuk menikmati makanan di malam hari. Saat siang, warung-warung akan tutup karena saat ini adalah bulan Ramadan.
Yusuf berjalan di trotoar sambil membawa satu kantong plastik berisi rambutan. Semenjak hamil, Aulia selalu meminta Yusuf melakukan hal-hal aneh, yang katanya ngidam.
Seperti saat ini, Aulia meminta Yusuf membawakannya rambutan, yang harus dipetik sendiri oleh Yusuf. Aneh, namun ia tak bisa menolaknya, karena ibu hamil itu akan menangis semalaman dan tidak mau makan.
"Assalamu'alaikum, Aulia. Aku pulang, nih."
Aulia membukakan pintu untuk Yusuf. Tangannya terulur mencium punggung tangan Yusuf. Tangannya menengadah di depan Yusuf dengan wajah yang membuat Yusuf gemas.
"Nih," ucap Yusuf menyerahkan sekantong plastik itu kepada Aulia.
"Kok banyak banget, Mas? Lia, kan cuman minta satu."
"Terus, aku manjat-manjat pohon rambutan cuma ambil satu buah, gitu?" tanya Yusuf membuat Aulia menyengir.
Yusuf mengusap lembut perut Aulia yang sudah membesar. Kandungan Aulia telah berusia sembilan bulan, dan beberapa hari lagi adalah prediksi persalinan Aulia.
"Sekarang, rambutannya kamu makan. Mau aku kupasin?"
"Tapi Lia mau makan rambutan yang nggak ada rambutnya, Mas."
"Semua rambutan ada rambutnya, Sayang. Kalau nggak ada rambutnya namanya bukan rambutan."
"Tapi Lia nggak mau," rengek Aulia mengeluarkan senjatanya, yaitu air mata.
"Kan yang dimakan buahnya, bukan kulitnya."
Aulia mulai menangis membuat Yusuf menghela berat napasnya. Kalau sudah seperti ini, terpaksa ia harus menurut demi kesenangan ibu hamil yang sensitif itu.
"Iya, aku guntingin rambut-rambutnya dulu."
Aulia memperhatikan wajah tampan Yusuf yang dengan telaten menggunting satu persatu rambut di kulit rambutan. Tiba-tiba, perutnya terasa nyeri. Awalnya, ia menahannya karena ia kira itu hanya kram biasa. Namun, semakin lama rasanya semakin sakit.
Ya Allah, sakit banget. Apa Lia mau melahirkan?
"Aduh... Sakit, Mas!" pekik Aulia tak tahan lagi menahan rasa sakit.
"Kamu kenapa, Lia?"
"Aku kayaknya mau lahiran, Mas. Aduh... Sakit banget," ucapnya mencengkram kuat pundak Yusuf.
"Hah? Melahirkan? Aku harus gimana? Ini terus gimana?"
Bukannya membawa Aulia segera ke rumah sakit, Yusuf malah lari berputar-putar mengelilingi Aulia dengan raut muka yang panik.
"Assalamu'alaikum, Yusuf, kenapa gaduh-gaduh? Nggak enak sama tetangga... ASTAGHFIRULLAH! YUSUF, AULIA KENAPA? KENAPA JUGA KAMU LARI-LARI?!" pekik Asma saat melihat menantunya kesakitan di lantai.
"Perut Lia sakit, Umi."
"YUSUF! INI ISTRI KAMU LAGI MAU LAHIRAN KENAPA KAMU LARI-LARI?! CEPETAN AMBILIN TAS YANG ADA DI SOFA KAMAR KAMU!"
Dengan patuh, Yusuf mengambil tas yang diminta ibunya. Sungguh, ia sangat panik. Tak tahu apa yang akan dilakukannya di saat-saat seperti ini.
Setelah lima belas menit berkendara, mereka telah sampai di rumah sakit. Dengan sigap, Yusuf menggendong tubuh Aulia masuk ke dalam IGD.
Sudah tiga jam lamanya, Yusuf menemani Aulia bersalin. Kondisi Yusuf bisa dibilang tak baik-baik saja. Lengan bajunya telah robek karena di tarik dengan keras oleh Aulia. Kepalanya juga terasa sakit karena rambutnya dijambak oleh Aulia.
"Pak, mohon semangatnya untuk istri Bapak," ucap dokter karena sedari tadi, Yusuf hanya diam menahan rasa sakit.
"Sayang, semangat, ya. Aku tau kamu pasti bisa. Ayo berjuang."
Aulia mengangguk lalu mengejan dengan kuat. Suara tangisan bayi membuat Yusuf dan Aulia tersenyum.
"Selamat, Pak, Bu. Bayi kalian perempuan. Sehat, lengkap, juga cantik seperti ibunya," ucap dokter menyerahkan bayi itu kepada Yusuf. Dengan semangat, Yusuf mengambil alih bayi itu dan mengazaninya.
"Makasih, Sayang," ucap Yusuf mencium lembut kening Aulia setelah menyerahkan bayinya kepada suster untuk dibersihkan.
"Anak kita mau dikasih nama siapa, Mas?" tanya Aulia sambil menyusui sang buah hati.
"Namanya, Zahra Qurrota Aini, yang artinya, 'bunga penyejuk mata'."
"Cantik namanya. Zahra, ya panggilannya?" tanya Aulia membuat Yusuf mengangguk.
"Setelah apa yang selama ini kamu lalui, Allah memberikan kamu nikmat, sesuai dengan firman-Nya dalam Qur'an Surah An-Nahl ayat delapan belas, 'dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya'. Jadikan semua ini sebagai pelajaran untuk kedepannya agar kamu bisa bersyukur."
"Iya, Mas."
Banyak pahit manisnya kehidupan yang ia dapatkan di bulan Ramadan. Mulai dari kematian ayah dan ibunya, hingga jodoh terbaik yang selama ini ia impikan. Dan kini, buah hatinya yang menyempurnakan pernikahannya juga hadir di bulan Ramadan.
Terima kasih, Allah. Getir yang selama ini Lia dapatkan, telah Engkau balas dengan manis yang kau berikan. Lia berjanji akan menjaga amanat ini dengan sangat baik. Akan Lia ajarkan kepadanya tentang-Mu, kebaikan-Mu, dan nikmat-Mu agar dia bisa menjadi orang yang senantiasa bertakwa dan bersyukur.
T A M A T
.
.
.
.
.
Terima kasih sudah mampir.
Terima kasih kepada readers yang mau vote. Semoga Allah senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kalian.
Bila ada kesamaan nama, tempat, hingga kejadian, itu adalah sesuatu yang tak disengaja.
Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
Salam
Dita Lestari
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Bulan Ramadan (TAMAT)
Dla nastolatków🥈Juara 2 Festival Ramadan with Nezha Publisher 'Perawan Tua' adalah gelar yang disematkan oleh penduduk desa setempat untuknya. Usia dua puluh empat tahun sebenarnya masih terbilang muda untuk usia menikah. Namun, bagi penduduk desa usia matang men...