Bab 38

3.8K 383 87
                                    

• Uchiha Sasuke •

Kubuka pintu belakang rumah, lalu bergeser agar Sakura bisa masuk. Pipinya memerah, hidungnya agak tersumbat, pakaiannya basah kuyup karena berguling-guling di salju. Sakura menggigil saat melangkah ke dalam rumah, tubuhnya berusaha menyesuaikan diri dengan hangat ruangan. Sakura melirikku sambil tersenyum kecil saat menuju tangga, lalu kututup pintu. Saudaraku dan pacar mereka masih bermain di luar, tapi aku sudah cukup dengan semua itu. Penisku membeku, seolah-olah menyusut masuk ke dalam tubuh. Aku suka salju, tapi tak terlalu senang lama-lama di sana.

Aku mulai berjalan ke arah tangga, meneteskan air dan salju ke seluruh lantai, tapi tak ada yang bisa kulakukan saat ini. Bisa saja aku telanjang bulat agar lantai tidak kotor, karena aku sungguh tidak malu, tapi sepertinya Bibi Rin akan marah jika aku berbuat demikian.

Saat Sakura menginjak anak tangga pertama, Bibi Rin keluar dari dapur. Dia melirikku sebentar, tersenyum, lalu mengalihkan perhatiannya ke Sakura. “Sakura sayang, kalau kau punya waktu, Fugaku ingin bertemu denganmu di ruang kerjanya,” kata Bibi Rin. Sakura langsung tegang, dia berhenti melangkah. Sakura menoleh ke arah Bibi Rin sambil tersenyum, namun jelas dipaksakan. Kulihat ada kekhawatiran di matanya.

“Ya, Bibi Rin,” jawab Sakura pelan. “Terima kasih.” Sakura panik melirikku sebentar, lalu dia berbalik dan mulai menaiki tangga. Aku menoleh ke arah Bibi Rin, alisku terangkat.

“Ayah tidak berencana merusak Natal-nya, kan, Bibi Rin?” tanyaku. Bibi Rin tersenyum dan menggeleng.

“Tidak, aku malah yakin Fugaku akan buat Natal-nya berkali-kali lipat lebih menyenangkan,” jawab Bibi Rin. Aku menyipitkan mata curiga.

“Bagaimana caranya?” tanyaku lagi.

“Bagaimana kalau kau tunggu dan nanti tanya saja pada Sakura? Aku yakin dia akan memberitahumu,” jawab Bibi Rin, mengelak seperti biasa. Aku memutar bola mata, tapi sambil tersenyum kecil, karena senang rasanya Bibi Rin tahu tentang kami.

“Ya, dia akan memberitahuku,” kataku. “Dia tidak menyembunyikan apa pun dariku.” Bibi Rin terbelalak dan dia skeptis menatapku.

“Benarkah?” tanya Bibi Rin. Aku menggangguk. “Jadi, apa dia ceritakan kehidupannya di Jōmae?”

Aku mengangkat bahu. “Dia bilang beberapa. Maksudku, itu bukan topik favoritnya, mengingat apa yang dilakukan ipar Bibi Rin yang brengsek itu. Omong-omong, aku sangat marah pada suami Bibi Rin. Tolong Bibi Rin sampaikan pada Paman Kakashi aku akan tendang bokongnya suatu hari nanti. Paman Kakashi seharusnya membekap Kaguya dengan bantal ketika mereka masih kecil.”

Bibi Rin mulai tertawa. “Kau tak bisa menyalahkan Kakashi atas apa yang dilakukan saudaranya. Dan aku penasaran apa betul kau bisa menendang suamiku,” ujar Bibi Rin sambil menyikutku. “Kakashi akan mengalahkanmu dengan cepat.”

Aku terkekeh. “Terserah, aku bisa melawan Paman Kakashi jika dia bertarung dengan adil. Tapi karena aku kenal Paman Kakashi, aku yakin Paman Kakashi akan biarkan aku memukulnya beberapa kali sebelum dia tiba-tiba mencabut pistolnya, lalu menembakku tepat di antara kedua mata.” Bibi Rin menghela napas, menggelengkan kepala.

“Dia takkan melakukan itu,” bantah Bibi Rin. Aku memutar bola mata.

“Bibi Rin tahu betul Paman Kakashi akan melakukannya. Paman Kakashi itu orang yang keren, tapi sifatnya yang pendiam itu begitu menakutkan,” kataku. Ketika aku masih kecil, Paman Kakashi membuatku takut setengah mati. Paman Kakashi merupakan tipe orang yang bicara seadanya, dan itu pun jika ada hal yang penting-penting saja, jika tidak dia cuma duduk diam dan mendengarkan, menyerap apa yang dikatakan orang lain dan mengamati perilaku semua orang. Ketika kau masih kecil itu membuatmu takut, membuatmu merasa seperti berada di bawah mikroskop dan dia sedang menunggu-nunggu sampai kau berbuat kekacauan. Dulu aku benci ketika Ibu dan Ayah mengantar kami ke rumah Bibi Rin untuk menginap saat Paman Kakashi ada di sana, aku merasa dibuang karenanya. Terkadang orang tuaku menyerah dan akhirnya membawaku bersama mereka, tapi sewaktu-waktu Ayah akan layangkan tatapan yang menyiratkan 'hadapi ini seperti lelaki sejati' dan mereka akan pergi tanpa aku. Dan aku gelisah sepanjang waktu, karena Paman Kakashi selalu bergerak secara diam-diam dan akan menyelinap ke arahmu tanpa ketahuan. Tak heran Paman Kakashi memulai karirnya di organisasi sebagai pembunuh bayaran.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang