Bab 21

6K 730 106
                                    

• Haruno Sakura •

Aku berguling dan melirik jam, mengernyit karena terangnya angka yang tertera dan mendesah. Baru beberapa menit lewat tengah malam.

Bisa dibilang ini minggu yang sulit. Aku sungguh kelelahan. Namun, sudah seminggu ini aku tidak bisa tidur tenang. Biasanya aku memang langsung tertidur begitu merebahkan badan untuk satu atau dua jam, dan kemudian bangun tiba-tiba, terkesiap sambil bersimbah keringat dingin. Aku masih mengalami mimpi buruk dan aku tidak mengerti sama sekali. Mimpi-mimpi itu sungguh mengganggu dan sepertinya tidak akan berhenti. Aku takut memejamkan mata, ngeri melihat kembali momen di kamar Dokter Fugaku. Namun, bukan hanya Dokter Fugaku saja. Sepertinya kenangan buruk selama hidupku diulang-ulang kembali, menyiksaku dalam tidur. Kulihat wajah gadis remaja yang dibunuh Tuan Kizashi di depanku. Kulihat tatapan gadis itu ketika dia menerima tendangan terakhir di mukanya dengan sepatu bot berujung baja, tampak jelas kehidupan lari dari tubuhnya. Kulihat raut wajah ibuku yang sungguh horor ketika Tuan Kizashi memerkosanya dan Ibu memalingkan muka saat menyadari aku terbangun. Kenangan itu sangat menghantui, sungguh menyiksa. Ingin rasanya aku menyalahkan Dokter Fugaku, ingin kusalahkan Dokter Fugaku atas apa yang telah dia lakukan padaku, tapi sebagian dari diri ini sadar sepertinya Sasuke juga ada hubungan dengan itu semua. Aku sudah ingat percakapan kami minggu lalu di kamarnya - aku ternyata bilang pada Sasuke tentang pengalaman yang tak pernah kukatakan pada siapa pun sebelumnya. Dari dulu kubendung hal-hal itu, namun ketika aku mulai bicara, bendungan itu rusak.

Aku sangat ingin tidur nyenyak dan aku sungguh mau memimpikan Sasuke lagi, karena aku merindukannya. Menyedihkan memang, aku sadar itu. Hal yang paling kunantikan dalam hidup adalah memimpikan lelaki tampan di seberang kamar, memimpikan bahwa kami tidaklah begitu berbeda dan dia bisa menyukai aku seperti aku menyukainya.

Lutut ini masih radang, tapi tidak begitu parah, jadi aku bisa menjalankan tugas. Tiap malam aku selalu mengompresnya. Aku berusaha menjaga diri dan tidak lagi cari masalah, menyelesaikan pekerjaan dan menghindari mereka. Ketika aku sedang tidak bekerja, aku bersembunyi di kamar atau menyelinap ke luar saat tidak hujan. Keluarga Uchiha punya pekarangan yang indah, semuanya hijau dan subur, bau rumput dan pepohonan begitu asing dan menawan. Satu-satunya pohon yang pernah kulihat di Jōmae sudah gundul dan jelek, tapi di sini begitu indah. Aku tahu Dokter Fugaku lebih suka jika aku pakai alas kaki di luar rumah - berdasarkan percakapannya dengan Tuan Kizashi, tapi aku senang berada di luar tanpa pakai sandal, aku suka sensasi rumput menyelinap di antara jari kaki. Dingin dan lembab, kebalikan dari tanah berpasir yang kering dan panas di tempatku dibesarkan. Tapi aku tak pernah membiarkan Dokter Fugaku melihatku seperti itu.

Sebenarnya yang pernah melihatku berada di luar hanyalah Itachi dan Naruto, karena aku biasanya memang berada di halaman saat jam-jam antara mereka pulang sekolah dan Dokter Fugaku masih bekerja. Sasuke selalu pulang terakhir, jadi tentu saja dia tidak pernah lihat. Terkadang kupergoki Itachi berdiri di jendela, penasaran memerhatikanku, dan sempat terpikir olehku untuk mengajaknya, tapi pada akhirnya aku tetap bungkam, karena aku berusaha jaga jarak. Namun jaga jarak itu sulit. Mereka semuanya begitu baik padaku dan tak pantas rasanya aku bersikap dingin, tapi aku juga takut tiba-tiba lengah lagi. Aku selalu mengendalikan diri di dekat mereka.

Ketika berhadapan dengan Sasuke, rasanya aku tidak bisa lepas. Sasuke selalu berada dalam pikiranku, dia selalu temukan jalan untuk merasuki diri ini. Entah kenapa suasana hatinya begitu buruk sepanjang minggu lalu, ekspresi yang dia pasang hampir sama denganku, jadi itu membantuku agar tidak sepenuhnya hancur di hadapan Sasuke. Kurasa jika dia tertawa dan tersenyum sepanjang minggu, aku takkan mampu menghentikan diri dan melakukan hal yang sama.

Permainan football Sasuke terasa tidak nyaman. Dokter Fugaku bersikap baik padaku sepanjang minggu, seolah-olah insiden dia memborgolku ke tempat tidur tidak pernah terjadi. Aku gelisah berada di dekat Dokter Fugaku, takut secara naluriah, dan berusaha menjauh darinya sesering mungkin. Pada hari pertandingan itu, Dokter Fugaku pulang kerja lebih awal dan bilang 'kita' semua nonton pertandingan. Dia tidak bertanya apa aku ingin ikut, hanya berasumsi saja kukira. Sekali pun aku tidak mau, aku tidak punya pilihan lain. Ketika tuanmu berkata kau lakukan sesuatu, kau harus menurutinya. Bukan berarti aku tidak ingin nonton pertandingan itu, karena membayangkan Sasuke bermain football membuatku bersemangat, tapi duduk sepanjang pertandingan bersama Dokter Fugaku bukanlah definisi bersenang-senang bagiku. Aku sungguh takut melakukan kesalahan atau tidak sengaja berbuat kecerobohan. Semua orang kenal dengan Dokter Fugaku, dia sangat dihormati di kota ini, dan hal terakhir yang ingin kulakukan adalah mempermalukannya.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang