Bab 54

2.4K 271 89
                                    

• Uchiha Sasuke •

Kulihat Paman Kakashi saat melangkah masuk rumah. Dia langsung berhenti dan matanya dengan cepat mengamati kami, menilai kami seperti yang selalu dia lakukan. Paman Kakashi selalu berdiri tegak, selalu selaras dengan lingkungannya. Sakura jadi tegang, kepalanya tertunduk, dia fokus pada lantai. Aku otomatis memeluk Sakura dan menariknya agar bersandar di tubuhku.

Aku ingin bilang pada Sakura untuk jangan bereaksi berlebihan, santai saja karena itu hanya pamanku, Kakashi, tapi aku tutup mulut. Sudah kukatakan hal yang sama selama seminggu, kupersiapkan diri Sakura untuk kedatangan Paman Kakashi. Kupastikan bahwa Sakura tidak perlu khawatir dan kuyakinkan dia bahwa Paman Kakashi sungguh tidak berbahaya. Sakura tampaknya tidak percaya padaku, tapi aku tidak menyalahkannya, karena aku yakin Paman Kakashi sesungguhnya memang berbahaya, tapi benar Sakura tidak perlu khawatir. Paman Kakashi takkan pernah menyentuh atau menganiayanya dengan cara apa pun. Paman Kakashi adalah keluarga kami dan dia pria terhormat yang takkan sudi berbuat hal-hal merendahkan seperti itu. Lagi pula, takkan kubiarkan itu sampai terjadi. Tidak ada yang akan menyakiti gadisku lagi, tidak selama aku ada bersamanya.

Semestinya aku sadar bahwa mempersiapkan Sakura dalam hal ini tidak ada gunanya, karena hal yang sama terjadi ketika Bibi Rin datang berkunjung beberapa bulan yang lalu. Sakura bilang dia baik-baik saja, dia bilang dia siap, tapi berbicara dan menghadapi kenyataan adalah dua hal yang berbeda. Pada saat itu, Sakura hampir putus asa, dia bertingkah seperti budak, dan jelas dia akan melakukannya lagi sekarang.

Semua orang mulai menyapa Paman Kakashi dan aku hanya berdiri di sini, memeluk Sakura, tak yakin apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan stresnya. Kupertimbangkan untuk menariknya pergi, membawanya ke atas dan memastikan dia baik-baik saja, tapi aku tahu itu konyol dan tidak akan menyelesaikan apa pun. Sakura tak bisa menghindari Paman Kakashi selamanya dan aku tidak bisa begitu saja menyembunyikan Sakura dan melindunginya dari segala hal terus-menerus, terlepas dari kenyataan bahwa itulah yang sesungguhnya ingin kulakukan. Aku tak ingin ada yang mengganggunya, ingin kujauhkan semua hal buruk darinya, tapi itu tidak logis dan tidak mungkin. Aku tidak bisa terus-terusan memberinya sinar matahari; terkadang dia harus menavigasi badai. Kucoba membantu Sakura bersikap mandiri, menjadi diri sendiri dan menemukan kekuatan, namun jika aku menyeret Sakura pergi dari hal remeh seperti menghadapi Paman Kakashi, itu sama saja dengan menjerumuskannya. Kata orang, apa yang tidak membunuh kita bisa membuat kita lebih kuat, bukan?

Setelah Paman Kakashi menyapa mereka semua, matanya tertuju padaku. Kutatap Paman Kakashi sejenak, diam-diam memohon agar ini berjalan baik. Kukuatkan diri dan berusaha agar tidak bertingkah seperti manusia purba pada Sakura dengan melemparkannya ke atas bahu dan pergi berlari.

“Paman Kakashi,” kataku singkat, mengangguk padanya. Paman Kakashi membalas sapaan itu.

“Sasuke,” kata Paman Kakashi. Kutatap dia sebentar sebelum melirik Sakura. Dia begitu serius menatap lantai, sungguh terpaku seolah-olah sedang menghapal garis dan pola di sana. Tubuh Sakura agak gemetaran. Kembali kupeluk dia erat-erat. Entah apa yang harus kukatakan atau lakukan untuk membuat semua ini lebih mudah bagi Sakura, tapi sepertinya seluruh mata di ruangan ini terpaku pada kami, jadi aku harus lakukan sesuatu. Aku menghela napas dan membungkuk, dengan panik mencari kalimat yang tepat.

Apa yang kau katakan pada gadis yang kau cintai ketika dia takut disakiti oleh keluargamu sendiri? Kalimat macam apa yang bisa membunuh rasa takut yang disebabkan oleh pria di depan sana yang menyaksikan dia disiksa dan tak melakukan apa pun untuk menghentikannya? Apakah ada kalimat yang mampu menghilangkan hal itu? Sepertinya tidak ada, tapi mana mungkin aku cuma berdiri dan diam saja. Separuh dari diriku, bagian yang tidak sabaran ingin berteriak bahwa ini benar-benar konyol, dia seharusnya percaya padaku, tapi sebagian besar diriku mengerti. Ketika aku masih kecil kehadiran Paman Kakashi membuatku takut dan Ayah menyuruhku untuk tetap menghadapinya, betapa sakitnya hal itu, seolah-olah perasaan dan ketakutanku tidaklah penting. Aku tak bisa lakukan itu pada Sakura, karena dia punya lebih banyak alasan untuk takut pada Paman Kakashi daripada aku, dan aku ingin dia tahu bahwa perasaannya penting bagiku.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang