Bab 52

2.4K 273 53
                                    

• Uchiha Sasuke •

Kepalaku rebah di perut Sakura, aku masih memegang pinggulnya. Sakura menyisir rambutku, tapi aku bisa rasakan dia gemetaran, sekujur tubuhnya agak bergetar. Biasanya aku suka ini, aku senang melihatnya bergetar di bawah tubuhku, tapi tidak hari ini. Tidak sekarang. Karena dia tidak gemetaran karena kami bercinta; dia gemetaran karena takut. Sakura begitu ketakutan, dan aku tidak suka apa pun yang dia bicarakan ini.

“Apa maksudmu Aoyama Sasori tahu?” tanyaku ragu-ragu, tak yakin Sakura bicara apa dan kenapa dia bawa-bawa nama bajingan itu.

“Dia tahu tentang ... ah ... aku,” gumam Sakura, kata-katanya nyaris tidak masuk akal. Dahiku berkerut dan aku langsung duduk, gerakanku mengejutkannya. Sakura tersentak dan dia terbelalak kaget saat aku menyipitkan mata dengan curiga.

“Apa yang kau bicarakan? Apa yang dia ketahui tentangmu?” tanyaku. Sakura hanya menatapku, tidak buka mulut untuk menjawab, dan aku makin tidak sabar. Aku tidak tahu kemana arah percakapan ini, yang jelas aku sama sekali tak suka. Aku tak ingin bicara tentang bajingan itu, Sakura tahu bagaimana perasaanku tentangnya, jadi jika Sakura menyebut bajingan itu sekarang berarti ada masalah besar. Sakura perlu memberitahuku apa itu agar aku bisa hilangkan rasa takut yang jelas-jelas dia rasakan.

Bulan lalu adalah bulan paling rumit dalam hidupku. Rasanya aku tak pernah sebingung itu, sungguh gundah, mudah tersinggung, dan tak tahu apa yang harus kulakukan pada diri sendiri. Emosiku benar-benar di luar kendali; cinta dan amarah yang kurasakan saling bertentangan. Seperti ada pertempuran epik terjadi di dalam diri, ada dua pihak yang berjuang untuk mengendalikan hati dan pikiranku. Semuanya sungguh rumit dan itu membuatku melewati batas, membuatku hilang kendali atas diri sendiri.

Aku pemarah dan sakit hati, ucapan yang keluar dari mulut terasa perih tanpa disadari. Aku jadi bajingan dan jatuh kembali ke pola lama, dan tidak bisa klimaks membuat suasana hatiku makin suntuk. Tangan kananku sakit, jadi aku tidak bisa masturbasi. Naruto bilang jika masturbasi tidak menggunakan tangan utama, rasanya seperti dimasturbasi oleh orang lain, jadi kucoba saja sarannya itu dan aku nyaris menendang bokongnya karena dia berbohong. Rasanya sungguh canggung dan tidak berhasil sama sekali. Beberapa kali pompa saja aku sudah menyerah, kesal karena aku gagal.

Faktanya, itulah yang kurasakan sepanjang bulan. Aku mengalami kegagalan. Sepertinya aku tak bisa melakukan apa pun dengan benar, sepanjang waktu kuhabiskan untuk merusak suasana. Aku tak bisa fokus di sekolah, aku hampir menghancurkan mobil, dan aku jadi kekasih paling menyebalkan di planet ini. Sakura tak pantas dapat perlakuanku, tapi aku tidak bisa menahan diri, mengingat aku bahkan tak sadar apa yang kulakukan. Maksudku, aku tahu aku mudah tersinggung dan terkadang tidak menyenangkan berada di dekatku, tapi baru setelah aku duduk di seberang saudaraku saat makan malam di Takumi dan dia meneriaki aku betapa buruknya perlakuanku pada Sakura, barulah aku sadar apa yang telah kulakukan. Sakura melesat dari meja dengan cepat ketika Naruto menegurku, dan untungnya Izumi mengejar Sakura, jadi dia tidak sendirian.

Naruto langsung menguliahiku setidaknya selama lima menit, Itachi dan Ino juga ikut menimpali. Mereka mencercaku habis-habisan karena bersikap bajingan, menerangkan padaku apa saja yang telah kukatakan dan lakukan selama berminggu-minggu. Aku merasa tidak enak hati, bahkan sebagian besar yang mereka ucapkan itu tidak kusadari. Amarah dan cinta yang bertentangan telah membuka jalan bagi rasa bersalah. Telah kulakukan sesuatu yang tak pernah ingin kukerjakan. Kuperlakukan Sakura seperti aku perlakukan orang lain. Aku tidak pengertian dan setelah semua yang dia lalui, dia pantas dapat perhatian. Aku bangkit dari meja dan berjalan menuju kamar kecil, tersenyum sedih pada Izumi.

Izumi memelototiku, melayangkan tatapan paling kejam yang bisa dia berikan. Untuk gadis mungil sepertinya, dia ternyata bisa juga mengintimidasi.

“Hei, Pendek,” kataku pelan. Izumi mendengus dan meletakkan tangan di pinggul.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang