Bab 25

6.5K 698 86
                                    

• Haruno Sakura •

Izumi tersenyum kecil sebelum menutup pintu dengan lembut, meninggalkan kamar. Aku duduk di ranjang, menatap pintu, perutku mual dan aku gugup. Terdengar musik dari lantai bawah, celoteh samar orang bicara.

Sudah beberapa kali kuyakinkan mereka bahwa pesta ini bukanlah masalah besar, tapi kenyataannya ini jadi beban pikiran. Aku merasa tidak nyaman berada di sekitar banyak orang, apalagi Sasuke kenal baik mereka semua. Akan ada banyak gadis di pesta itu, gadis-gadis yang punya hubungan intim dengan Sasuke, dan aku takut dengan reaksiku sendiri jika melihat mereka bersama nanti. Aku jatuh cinta pada Sasuke dan aku tahu cinta itu juga diiringi oleh perasaan yang kurang menyenangkan, yaitu cemburu. Jika aku melihat Sasuke dengan gadis lain, aku akan terluka, terutama jika Sasuke menyentuh atau bersikap romantis pada mereka. Sebagian dari diri ini ingin tetap berada di kamar, memejamkan mata, menutup telinga, dan pura-pura tak ada yang terjadi. Tapi aku tidak ingin mengecewakan mereka. Mereka semua bicara dengan penuh semangat tentang pesta, Izumi bahkan bilang padaku betapa bahagianya dia karena aku mau bergabung dengan mereka, dan aku tidak bisa jadi pengecut yang bersembunyi di kamar seperti anak kecil.

Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasa bagai gadis remaja sesungguhnya, menghabiskan hari dengan mendekorasi, berkumpul dan berdandan untuk pesta. Aku tidak perlu khawatir dengan tugas atau tanggung jawab, bisa santai dan bersenang-senang. Tapi itu tidak mudah, aku masih sadar betul apa posisiku. Masih sadar tempatku bukan di sini, aku sungguh rendah dibandingkan dengan semua orang di sini. Dan aku sangat takut turun tangga - dengan sekali pandang saja, mereka semua tahu aku tidak diterima.

Aku masih duduk, mulai merasa tidak enak karena semua kerja keras Izumi akan sia-sia. Dia membuat kostum yang cantik dan sangat kreatif, sementara aku cuma termanggu bersembunyi dan tidak membiarkan seorang pun melihat karyanya.

Tak lama kemudian, terdengar ketukan lembut di pintu, aku jadi tegang. Mereka bilang tak ada yang diizinkan naik ke lantai tiga, semoga itu cuma Uchiha bersaudara atau Izumi, tapi aku ragu apa benar semua tamu akan mematuhi aturan itu. Aku masih duduk diam sejenak, berdebat dalam hati apa aku sebaiknya mengabaikan orang itu atau bagaimana. Namun akhirnya terdengar suara Itachi. "Sakura? Boleh aku masuk?"

Aku langsung rileks dan menghela napas. Aku berdiri dan berjalan ke pintu, membukanya perlahan. Mata Itachi jadi sedikit lebar ketika melihatku dan dia tersenyum. "Kau terlihat cantik," kata Itachi, matanya mengamati kostumku. Dia berjalan masuk, lalu kututup pintu kamar dan kembali duduk di kasur.

"Terima kasih," jawabku, terkejut dia bilang begitu. Aku tersenyum dan tersipu malu, tak terbiasa dengan orang yang memuji penampilanku. Dia mengangguk.

Suasana hening sejenak selagi Itachi menatap langit-langit, tenggelam dalam lamunan. Aku penasaran kenapa dia ada di sini bersamaku alih-alih di pesta, aku jadi agak khawatir. Tak lama kemudian, Itachi menggeleng pelan. "Dalam hidup: jika tidak ada usaha, maka tidak ada hasil. Ibu selalu memberi tahu kami hal itu. Tiap kali salah seorang dari kami gelisah akan sesuatu, atau ketika kami tidak mau melakukan hal karena takut akan konsekuensinya, Ibu akan menyerukan ungkapan itu pada kami. Ibu sudah lama pergi, tapi aku masih bisa dengar suaranya."

Kulihat Itachi tersenyum kecil, jelas teringat dengan ibunya. Aku jadi agak sedih dan langsung teringat Ibu, membayangkan suaranya. Aku tidak ingin melupakan seperti apa suaranya.

"Ibu banyak mengajariku berbagai hal, tapi dari semuanya itulah yang paling kuingat. Ibu mengajariku bahwa kita tidak perlu takut ambil risiko. Mungkin benar apa yang kita lakukan itu tidak selalu berhasil, terkadang kita gagal total dan sampai terluka. Tapi kau tidak akan pernah tahu, kecuali kau mencobanya. Dan jika itu berhasil, bukankah semua usaha yang kita lakukan sepadan?"

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang