Bab 64

1.6K 248 132
                                    

Haruno Sakura •

Aku duduk di perpustakaan yang remang-remang ini, menatap ke dalam kegelapan yang luas di halaman Kediaman Uchiha. Malam ini suram, ada kabut tebal dan tetesan hujan memercik ke jendela. Tak ada tanda-tanda bulan atau bintang akan tampak, hanya ada kegelapan. Ini menakutkan, hujan lebat dan suaranya yang bergema di perpustakaan yang hening, tapi ini pas. Itulah yang kurasakan di dalam … kosong, gelap, hancur …

Sulit diungkapkan dengan kata-kata dan sesungguhnya tak mungkin untuk dijelaskan. Rasanya aku hampir mati. Oksigen memang masuk ke paru-paru dan jantung tetap memompa darah ke sekujur tubuh, tapi ada bagian dari diri ini yang telah tiada. Ini tidak terjadi dengan cepat. Ini kematian yang lambat dan sangat menyakitkan setelah aku tahu itu salahku. Keberadaanku telah menghancurkannya dan semua orang menderita karena aku hidup. Tiap hari makin jelas bahwa jika aku tak pernah dilahirkan, semua itu takkan terjadi. Aku telah menyeret mereka semua ke dalam jurang dan masih terus menyeret mereka lebih jauh lagi. Dia masih hidup jika bukan karena aku, dan aku takkan berubah pikiran.

Aku menghela napas dan melirik jam dinding, kutajamkan mata untuk melihat angkanya. Ada cukup cahaya yang masuk dari lorong sehingga aku bisa lihat jarumnya ada di angka dua belas, ini sudah lewat tengah malam. Aku menghela napas dan kembali menoleh ke luar jendela, hari lain telah resmi dimulai.

Tiga belas Oktober ... hari peringatan dimana aku secara tidak sengaja mulai menghancurkan kehidupan orang-orang. Ini hari ulang tahunku, tapi sama sekali tak ada yang bisa dirayakan tentang hari ini. Tak ada kebahagiaan tentang hari ini, tapi mereka takkan pernah mengerti … terutama Sasuke.

Entah di mana Sasuke saat ini. Aku tidak tahu ke mana dia pergi setelah keluar dari kamar dan aku tidak pernah bertanya, mungkin dia sedang bermain piano di lantai bawah atau hanya butuh waktu sendiri. Aku tidak tahu detail yang terjadi di Jōmae, tapi aku dapat gambaran besar. Aku dengar percakapan Sasuke dan Bibi Rin sore itu di properti Haruno, jadi aku tahu kematian ibuku ada di tangannya sendiri, dan juga kudengar sepintas dari Dokter Fugaku bahwa Paman Kakashi telah membunuh Kizashi dan Kaguya sebagai balasan. Sasuke telah menyaksikan semuanya ... tak lama kemudian dia jadi begitu terganggu.

Kuperhatikan lagi hujan turun dalam gelap sampai cahaya lembut yang masuk ke ruangan dari lorong itu makin terang, memperingatkanku ada seseorang di sana. Aku jadi tegang, kaget karena biasanya aku bisa dengar Sasuke naik tangga di malam hari, langkah kakinya keras karena dia tidak berusaha diam-diam. Tapi tak ada suara bising kali ini, hanya suara hujan yang menghantam jendela.

Aku menoleh ke ambang pintu, langsung melihatnya. Dia tampak acak-acakan dan gelisah, dia sungguh lelah, bahkan tampak dalam gelap. Jantung mulai berdebar kencang, darah mengalir dengan deras. Sepertinya Sasuke sadar dia bukan satu-satunya yang keluar dari tempat tidur di tengah malam dan aku tak yakin bagaimana dia akan bereaksi. Kuharap Sasuke tidak mendesakku untuk minta penjelasan. Aku tak punya kata-kata agar Sasuke mengerti.

“Sebaiknya kita tidur,” kata Sasuke singkat. Aku mengangguk dan meraih buku di pangkuan, lalu meletakkannya di atas meja samping. Aku bergegas keluar perpustakaan sebelum dia sempat mengatakan apa-apa lagi, dan kudengar dia mengumpat pelan saat aku langsung menuju kamarnya. Dia memohon agar kami kembali tidur di sana dan aku menurut, karena secara insting setelah kami kembali ke Jōmae, aku langsung ke kamar yang diberikan Dokter Fugaku padaku. Seolah-olah aku berada dalam autopilot, begitulah kira-kira, kakiku menuntunku ke sana dengan sendirinya.

Aku kembali ke tempat tidur dan Sasuke berjalan ke kamar, menutup pintu dengan tenang. Dia naik ke kasur, lalu menarik tubuhku. Dia benamkan hidungnya di rambutku dan menghirup napas dalam-dalam, tubuhnya gemetaran saat menghembuskan napas.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang