Bab 19

5.6K 729 114
                                    

• Haruno Sakura •

Aku mengerang keras, mungkin terlalu keras karena suaraku bergema di seluruh ruangan dan membuat kepala ini berdenyut lebih hebat. Seluruh tubuhku sakit; otot-otot ini linu. Aku baru tahu ternyata jari kelingking bisa merasakan denyut sesakit ini.

Kubuka mata, aku langsung bingung dengan kondisi sekitar. Kucoba mengangkat kepala sedikit untuk melihat ruangan ini lebih baik, tapi malah membuat sakit di leher dan kepalaku bertambah. Aku kembali memejamkan mata dan menjatuhkan kepala ke bantal.

Kutarik napas dalam-dalam dan hampir tersentak ketika aroma memabukkan ini masuk ke hidung dan mengendap di paru-paru. Wanginya seperti sinar matahari, manis madu, dan anehnya bunga lilac, juga sedikit wewangian aras. Ini begitu surgawi dan dilahap rakus oleh setiap sel di tubuhku. Ini sepenuhya wangi Sasuke.

Aku langsung sadar bahwa aku berada di kamarnya, di tempat tidurnya, menghirup wangi bantal tempat dia merebahkan kepala tiap malam. Tubuhku tertutup oleh selimutnya, selimut yang sama yang menutupi tubuhnya setiap malam. Dan meskipun rasa sakit ini tetap mendominasi, namun bibirku berhasil tersenyum.

Aku ingat dia membawaku ke sini dan aku ingat kami mengobrol, tapi apa persisnya yang kami bicarakan aku tidak terlalu ingat. Semua agak berkabut. Aku tahu itu efek obat yang Sasuke berikan padaku. Kuharap aku tidak bilang atau lakukan sesuatu yang memalukan, dan semoga saja aku tidak dapat kesulitan lagi. Pegal-pegal di tubuhku yang terasa hingga ke tulang memberi tahu bahwa aku tidak sanggup menanggung hukuman lagi untuk saat ini.

Aku terus berbaring sejenak, menjelajahi otak ini untuk mencari informasi tentang apa yang mungkin kami bicarakan atau apa yang mungkin kukatakan. Mataku melebar saat teringat aku telah memberitahu Sasuke bahwa aku bisa membaca dan gelombang ketakutan langsung menerpa. Rasanya Sasuke tidak marah, dia cuma menertawakanku. Sasuke tidak akan membeberkan hal itu, bukan? Aku masih tidak yakin dia akan berbuat apa. Dokter Fugaku bilang kesetiaan adalah hal yang sangat penting di rumahnya dan tidak boleh ada rahasia ... apa itu berarti Sasuke akan memberi tahu Dokter Fugaku? Aku ingat bicara tentang Jōmae, tapi entah apa spesifiknya yang kukatakan. Sekilas aku ingat Sasuke bicara tentang seks dan bagaimana hubungannya dengan para gadis itu, dia juga berkata bahwa aku tidak akan pernah dilecehkan secara seksual di sini. Jantungku mulai berdebar kencang - kenapa kami bisa sampai bicara topik itu? Oh Tuhan, aku tidak mengungkapkan perasaanku padanya, bukan? Rasanya tidak.

Kupejamkan mata rapat-rapat, berusaha mengingat detail pembicaraan. Namun kurasakan tempat tidur sedikit bergerak di sampingku. Kubuka mata, Sasuke duduk di sebelahku sambil menatap ke sini. Ekspresinya lembut, penuh belas kasih, dan itu langsung meredakan ketakutan. Jelas aku tidak bilang atau lakukan kesalahan.

"Tidurmu nyenyak?" tanya Sasuke. Aku mengangguk, sedikit meringis karena leherku langsung sakit. "Masih sakit?"

"Sedikit," kataku pelan. Dia tersenyum kecil.

"Mau kuambilkan obat penghilang rasa sakit lagi?" tawar Sasuke, dia mulai berdiri.

"Tidak!" aku nyaris berteriak, menghentikannya. Sasuke membeku dan berbalik, alisnya melengkung naik, bingung melihatku. "Aku, ah ... aku lebih baik tidak minum obat itu lagi."

"Oke," kata Sasuke, terkekeh. "Setidaknya biarkan aku mengambilkan Paracetamol untukmu."

Aku tersenyum. "Oke." Sasuke bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Kucoba duduk, memutar bahu dan meregangkan punggung untuk mengendurkan otot-otot. Sasuke kembali tak lama kemudian sambil membawa sebotol Paracetamol dan botol putih yang tidak kuketahui itu apa. Dia duduk kembali di tempat tidur dan membuka botol, memberiku dua butir obat. Sasuke ulurkan tangan ke meja samping tempat tidur dan mengambil gelas yang isinya masih tersisa setengah.

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang